Searching

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan..:

Salah satu tanda kebahagiaan dan kesuksesan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’ dn kasih sayangnya...

Semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya...

Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya...

Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dn kemauannya untuk membantu sesama...

Dn setiap kali bertambah tinggi kedudukan dn posisinya maka semakin dekat pula dia dgn manusia dn berusaha untk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka...

Dan tanda kebinasaannya yaitu tatkala semakin bertambah ilmunya maka bertambahlah kesombongan dan kecongkakannya..

Dan setiap kali bertambah amalnya maka bertambahlah keangkuhannya dia semakin meremehkan manusia dan terlalu bersangka baik kepada dirinya sendiri...

Semakin bertambah umurnya maka bertambahlah ketamakannya..

Setiap kali bertambah banyak hartanya maka dia semakin pelit dan tidak mau membantu sesama...

Dan setiap kali meningkat kedudukan dan derajatnya maka bertambahlah kesombongan dan kecongkakan dirinya..

~~ Indahnya Cinta Dalam Diam ~~



Dalam diammu tersimpan kekuatan ... kekuatan harapan ...Hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga cintamu yang diam itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata ...
Bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap pada-Nya??

Diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya ...
Kau ingin memuliakan dia, dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang,Kau tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya..

Diammu memuliakan kesucian diri dan hatimu.. Menghindarkan dirimu dari hal-hal yang akan merusak izzah dan iffahmu .

Diammu bukti kesetiaanmu padanya ..
Karena mungkin saja orang yang kau cinta adalah juga orang yang telah ALLAH swt pilihkan untukmu ...

Ingatkah tentang kisah Fatimah dan Ali??
Yang keduanya saling memendam apa yang mereka rasakan ...Tapi pada akhirnya mereka dipertemukan dalam ikatan suci nan indah ....Karena dalam diammu tersimpan kekuatan ... kekuatan harapan ...
Hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga cintamu yang diam itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata ...


Bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap pada-Nya??
Dan jika memang 'Cinta Dalam Diammu' itu tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata, biarkan ia tetap diam ...


Jika dia memang bukan milikmu, Allah, melalui waktu akan menghapus 'Cinta Dalam Diammu' itu dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat ...


Biarkan 'Cinta Dalam Diammu' itu menjadi memori tersendiri dan sudut hatimu menjadi rahasia antara kau dengan Sang Pemilik hatimu ...


Cintailah ia dalam diam, dari kejauhan, dengan kesederhanaan dan keikhlasan...Ketika cinta kini hadir tidaklah untuk Yang Maha Mengetahui saat secercah rasa tidak lagi tercipta untuk Yang Maha Pencipta izinkanlah hati bertanya untuk siapa ia muncul dengan tiba-tiba...mungkinkah dengan ridha-Nya atau hanya mengundang murka-Nya...??


Jika benar cinta itu karena Allah maka biarkanlah ia mengalir mengikuti aliran Allah karena hakikatnya ia berhulu dari Allahmaka ia pun berhilir hanya kepada Allah.." Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah ." (QS. Adz Dzariyat:49)
" Dan kawinkanlah diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. " (QS. An Nuur: 32)


" Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. " (QS. Ar-Ruum:21)


Tapi jika memang kelemahan masih nyata dipelupuk mata maka bersabarlah... berdo'alah...
berpuasalah..." Wahai kaum pemuda, siapa saja diantara kamu yang sudah sanggup untuk menikah, maka menikahlah, sesungguhnya menikah itu memelihara mata, dan memelihara kemaluan, maka bila diantara kamu belum sanggup untuk menikah, berpuasalah, karena ssungguhnya puasa tersebut sebagai penahannya " (Hadist) "
" Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. " (QS. Al Israa' :32)


Cukup cintai ia dalam diam...bukan karena membenci hadirnya.. .tapi menjaga kesuciannya bukan karena menghindari dunia... tapi meraih surga-Nya bukan karena lemah untuk menghadapinya.. .tapi menguatkan jiwa dari godaan syaitan yang begitu halus dan menyelusup..


Cukup cintai ia dari kejauhan...
karena hadirmu tiada kan mampu menjauhkannya dari cobaan karena hadirmu hanya akan menggoyahkan iman dan ketenangan karena hadirmu mungkin saja akan membawa kenelangsaan hati-hati yang terjaga...


Cukup cintai ia dengan kesederhanaan...
memupuknya hanya akan menambah penderitaan menumbuhkan harapan hanya akan mengundang kekecewaan mengharapkan balasan hanya akan membumbui kebahagiaan para syaitan...
Maka cintailah ia dengan keikhlasan...

karena tentu kisah Fatimah dan Ali bin Abi Thalib diingini oleh hati... tapi sanggupkah jika semua berakhir seperti sejarah cinta Salman Al Farisi...?
"...boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. " (QS. AlBaqarah:216) "
" Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)" (QS.An Nuur:26) "


Cukup cintai ia dalam diam dari kejauhan dengan kesederhanaan dan keikhlasan...karena tiada yang tahu rencana Tuhan... mungkin saja rasa ini ujian yang akan melapuk atau membeku dengan perlahan karena hati ini begitu mudah untuk dibolak-balikan... serahkankan rasa yang tiada sanggup dijadikan halal itu pada Yang Memberi dan Memilikinya biarkan ia yang mengatur semuanya hingga keindahan itu datang pada waktunya...


" Barangsiapa menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga. " (Umar bin Khattab ra.)

Ciri_ciri Ikhlas

Tanda" orang yg ikhlas..:dia tdk akan pernah berubah sikapnya disaat dia berbuat sesuatu kebaikan, ada atau tidak ada yg memuji/menilainya, bahkan sampai dihina pun hatinya tetap tenang, karena ia yakin bahwa amalnya bukanlah utk mendapatkan penilaian sesama yg selalu berubah tetapi dia bulatkan seutuhnya hanya ingin mendapatkan penilaian yang sempurna dari Allah SWT...Subhanallah.

Memaafkan


Dalam hidup ini terkadang hati perih dan terluka bukan karena orang lain namun seringkali justru dilakukan oleh orang yang kita cintai.
Luka itu hanya bisa sembuh dengan memaafkan.
Sadarilah dan belajar menerima rasa sakit hati kita bukan karena perbuatan orang lain tetapi hal itu sebabkan betapa rapuhnya hati kita.

Cobalah belajar memahami bahwa setiap tindakan yang membuat kita sakit hati adalah ujian dan cobaan yang datangnya dari Allah agar kita senantiasa meningkatkan kualitas hidup kita menjadi Insan yang bertakwa kepada Allah.

Memaafkan berarti berprasangka baik kepada Allah bahwa apapun yang terjadi, meski peristiwa yang menyakitkan sekalipun tentu ada hikmahnya. Yakni Merupakan proses pendewasaan dalam hidup kita agar kita menjadi orang yang senantiasa bersyukur dan bersabar dalam menjalani hidup ini.

‘Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam segala urusannya.’ (QS. Ath-Thalaq : 4).

Aku Menunggumu



Afwan (maaf) Ukhti[1], semoga ini tidak melukai Anti [2] dan keluarga Anti . Ana [3] pikir sudah saatnya Ana memberi keputusan tentang “proses” kita. Ya…, seperti yang Anti ketahui bahwa selama ini Ana telah berusaha melobi orang tua dengan beragam cara mulai dari memahamkan konsep nikah “versi” kita, memperkenalkan Anti pada mereka hingga melibatkan orang yang paling ayah percaya untuk membujuk ayah agar mengizinkan Ana untuk menikahi Anti .”

“Namun hingga sekarang nggak ada tanda-tanda mereka akan melunak, jadi menurut Ana…, sebaiknya Ana mundur saja dari “proses” ini!” Dana diam sejenak untuk menunggu respon dari seberang, tapi hingga beberapa detik tidak ada tanggapan. “Perlu Anti ketahui bahwa orang tua Ana sebenarnya sudah tidak keberatan dengan Anti hanya saja Timing-mya (waktu) belum tepat. Ayah Ana khawatir Ana tidak mampu menafkahi Anti jika belum bekerja. Apalagi Anti juga masih kuliah. Jadi Ana rasa, ahsan (lebih baik) kita nggak komitmen dulu hingga keadaannya membaik! Anti nggak keberatan kan Ukhti?”
“Keberatan…? Alhamdulillah nggak! Namun kalau Ana boleh kasih saran, apa tidak lebih baik kalau kita terus melobi sambil tetap proses saja. Soalnya kan kita sudah mantap satu sama lain, nggak enak kalau mundur di saat seperti ini. Apalagi permasalahannya sudah mulai mengerucut ke arah ma’isyah (penghasilan) saja.

Anta [4] pasti masih ingat gimana sulitnya awal kita membujuk orang tua, rasanya semua kriteria kita ditolak. Segala keterbatasan kita jadi aib yang sangat besar, pokoknya semua jalan sepertinya sudah tertutup rapat. Namun kenyataannya hanya dalam waktu 2 minggu kita bisa menghilangkan semua syarat menjadi satu syarat saja: PEKERJAAN!”
Dini, gadis tegar itu akhirnya bicara juga. “Akhi [5]…,kita hanya tinggal selangkah, tetaplah ber-ikhtiar dan jangan putus asa. Bukankah Allah Maha membolak-balikkan hati?”
“Benar, Ana paham soal itu, Ana memang akan tetap melobi orang tua Ana, akan tetapi kalau kita terikat, Ana khawatir menghalangi Anti proses dengan ikhwan lain yang lebih selevel dibanding Ana. Lagi pula Ana khawatir tidak bisa menjaga hati”.
“Takut menghalagi Ana untuk proses dengan ikhwan lain? Itu kan urusan Allah bukan urusan Anta! Kewajiban Anta sekarang adalah berjuang mempertahankan sesuatu yang Anta sudah mantap dengannya. Hasil istikharah itu nggak mungkin salah. Tinggal bagaimana cara kita mengaplikasikannya saja.”
Hening sejenak….
“Ya….tapi kalau memang Akhi sudah merasa syak (ragu) terhadap Ana dan mantap untuk mundur, Alhamdulillah. InsyaAllah Ana akan dukung sepenuhnya”.
“Nggak!!” Reflek Dana berteriak.
Astaghfirullahaladzim, Afwan (maaf) maksud Ana, Ana sama dengan keluarga Ana sudah tidak syak pada Anti , kami sangat menyukai Anti dan keluarga Anti . Selain itu Ana juga takut perasaan ini semakin mendalam, Ana ini hanya hamba yang dhaif (lemah) yang masih kesulitan mengekang hawa nafsu”.

Dana berhenti lagi, dadanya terasa sesak, air matanya mengalir semakin deras. Jauh di dalam hatinya, sesungguhnya ia merasa malu pada Allah atas kelalaiannya, jatuh cinta!
“Halo…!!” Dini merasa Dana diam terlalu lama. Dia tidak tahu kalau pemuda itu sedang menangis. Tapi dia mengerti apa yang sedang terjadi padanya. “Ya udah…, kalau begitu sekarang kita sepakat untuk membatalkan “proses” ini!!! Setelah ini insyaallah kita tidak akan lagi berhubungan kecuali untuk keperluan syar’i yang sangat darurat, iya kan?”
Dini sengaja memberi jeda agar Dana bicara, tapi ikhwan itu memilih terus diam “Akhi …kita tetap baik ya! Hubungan dengan keluarga harus tetap dijaga, jangan suudzdzon pada ayah dan bunda karena bisa jadi keputusan mereka adalah salah satu dari jalan Allah untuk menguji kita”. Dini berhenti lagi tapi Dana masih enggan berkomentar.
“Laa Tahzan, ya Akhi …, insyaallah kalau kita niatkan semuanya demi keridhaan Allah, maka Dia akan mencatat bagi kita pahala yang besar. Afwan jika selama proses ta’aruf ini…Ana, teman-teman, dan keluarga Ana banyak melakukan kekhilafan. Ana mewakili mereka dan diri Ana sendiri untuk memohon maaf pada Anta. Bersabarlah karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar…” Samar, Dini mendengar isak tangis di seberang. Dia nyaris tidak percaya…
“Semoga ini bisa menjadi mahar cinta kita pada Allah dan semoga Akhi mendapat ganti yang lebih baik…’ Amin.”
Suara isak tangis makin terdengar jelas.
Akhi …kalau sudah nggak ada yang perlu dibicarakan lagi, tafadhal (silahkan) diakhiri!”
Tidak ada tanggapan.
“Halo…!!?. Ya udah, kalau gitu biar Ana yang tutup telponnya, ya…?”
Sepi.
“Assalamualaikum!” “Klik”.
Percakapan diantara mereka berakhir, tapi Dana baru menyadarinya. Dia segera bergegas wudhu dan shalat. Jujur, sebenarnya dia sudah sangat mantap dengan mantan calon istrinya itu…Namun dia tidak yakin dapat membahagiakan akhwat itu kalau dirinya belum bisa menafkahi dengan layak.

Padahal Dini dan keluarganya tidak mempermasalahkan hal itu. Mereka sangat wellcome padanya. Ah…,mungkin ini sudah takdirnya. Mungkin Allah melihat bahwa akhwat itu terlalu baik utnuk dirinya. Mungkin seharusnya akhwat sekaliber dia, mendapatkan ikhwan yang jauh lebih baik dari dirinya. Dia benar-benar merasa tidak level!!
“Ya…, ikhwan lemah sepertiku, mana mungkin mendapatkan seorang Dini. Populer tapi tetap rendah hati, tegar, bijaksana, wara’, zuhud, qanita, qanaah…Pokoknya semua sifat baik ada padanya. Sedangkan aku, semoga aku nggak akan menyakiti akhwat lain setelah ini.”
Astaghfirullahaladzim…, apa yang telah kusombongkan selama ini? Sudah ikut mulazamah (berguru dengan ustadz) bertahun-tahun tapi masih belum berani mengamalkan ilmu yang kudapat sedikit pun. Katanya percaya bahwa orang yang menikah pasti akan dijamin rezekinya oleh Allah, ternyata aku nggak lebih hanya seorang ikhwan pengecut.
Dana tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Dia benar-benar merasa tak berarti.
“Dulu…., aku pernah begitu khusyu’ berdoa pada Allah agar dipertemukan dengan akhwat shalihah yang nggak banyak permintaan seperti dia. Sekarang ketika sudah dapat, malah kusia-siakan. Kini aku sadar bahwa Allah selalu mengabulkan permohonan hamba-Nya. Manusialah yang selalu kufur terhadap rabb-nya.”
Di tempat yang berbeda, Dini menjalani hari-harinya dengan penuh semangat. Dia tetap ceria seperti biasanya. Ya…, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Kecewa? Jelas ada, karena dini juga hanya manusia biasa. Namun dia bisa mengemas kekecewaannya dengan manis, membuat kesedihannya menjadi sesuatu yang lumrah dari proses kehidupan.
Dia percaya bahwa hatinya tidak mungkin berbohong dan janji Allah pasti terjadi. Maka sesulit apapun kondisi yang dihadapi saat itu, dia mencoba untuk tetap tersenyum. Jujur, aku bangga padanya.
“Aku sudah mantap dengannya, kak. Aku yakin dialah jodohku. Aku akan terus menunggunya…”

Sepekan kemudian, Dana menitipkan biodata ikhwan lain yang merupakan teman dekatnya untuk diberikan pada Dini. Menurutnya, Ikhwan itu bisa membahagiakan Dini karena sudah matang dan punya pekerjaan tetap. Jelas, Aku Tahu bahwa pendapatnya keliru.
Dini bukan mengharap ikhwan yang matang dan mapan. Dia hanya mengikuti kata hatinya saja. Diniku tidak akan bahagia hanya dengan harta dan tahta. Namun, tak urung diterima juga biodata itu. Dan bisa ditebak, bagaimana reaksi Dini saat kuberikan empat lembar kertas berukuran A4 itu. Dini menggelang pasti.
Anti coba istikharah-kan dulu. Barangkali semuanya bisa berubah…,” bujukku.
Jazakumullah khair, tapi…Afwan tolong jangan paksa Ana, Kak!”
***Cacatan redaksi
Ikhwan fillah, mungkin sebagian Anda akan menganggap Dana sebagaimana penilaian Dana terhadap dirinya sendiri. Pengecut, jahil, dan sifat-sifat buruk yang lainnya. Tapi bagi saya, Dana tidaklah seburuk itu, justru sebaliknya, Dana dalam pandangan saya adalah ikhwan yang baik.
Dia berani mengambil resiko dengan mundur dari proses dan memilih untuk bersabar melawan nafsunya. Padahal kalau dia mau, dengan sikap Dini yang penurut, dia bisa minta untuk tetap meneruskan hubungan dengan gadis pilihannya itu. Namun dia tahu bahwa di atas segalanya, Allah-lah yang patut utnuk lebih dicintai.
Dana yakin bahwa jodoh adalah kekuasaan Allah dan Dia tetah menetapkannya 50 ribu tahun sebelum semesta ada. Dia tahu kalau jodoh pasti akan ketemu lagi, bagaimanapun caranya. Mungkin Dini tidak akan pernah tahu kalau biodata yang kusodorkan kemarin adalah kiriman Dana.

Mungkin Dana juga tidak akan pernah tahu kalau ternyata Dini akan terus menunggunya. Dan mereka juga tidak boleh tahu bahwa diam-diam aku selalu mendoakan kebaikan untuk mereka. Entah bagaimana ending kisah ini nantinya, yang pasti aku selalu berharap agar masing-masing dari mereka mendapatkan ganti yang lebih baik. Segera…..


Taubatnya Sang Jagoan


Awal 1993
Aku lega, urusanku dengan pihak kepolisian tidak berlanjut lebih panjang lagi. Hal itu karena masalah tawuran di sekolah kami bisa diselesaikan dengan damai. Inilah pertama kalinya aku berurusan dengan polisi. Seorang siswa kelas 3 SMP, yang masih mengenakan celana pendek ketika sekolah, tapi sudah berani ikut tawuran. Masalahnya? Ah, aku sendiri lupa. Yang pasti, justru ada rasa bangga di hatiku. Orang tuaku tidak boleh tahu hal ini. Surat panggilan untuk mereka sudah kubuang jauh-jauh tadi.
Ah, aku tak peduli. Toh selama ini mereka tidak pernah memperhatikanku, sibuk dengan urusannya sendiri. Keluargaku memang bukan golongan jet set, meski demikian kebutuhan materiku lebih dari tercukupi. Tapi aku heran, kenapa aku jarang berkomunikasi dengan mereka? Hingga sebesar ini, aku belum juga bisa mengaji dan shalat. Tidak ada yang mengajariku tentang agama, apalagi keluargaku sendiri masih awam. Tapi, siapa peduli?

Tahun 1994
Sekarang aku sudah duduk di SMA favorit di kotaku. Tapi kebandelanku bukannya berkurang, justru semakin bertambah. Aku sudah lupa, berapa kali aku terlibat perkelahian dengan alasan yang tidak jelas, bolos sekolah, dan merokok.
Hingga suatu hari aku bertemu dengan seorang teman, yang mengajariku untuk berguru pada orang “pintar”. Kuterima tawaran itu dengan senang hati. Satu hal yang harus kupantang atas anjuran “kyai” agar berhasil yakni aku harus menjahui “molimo”. Maka senakal-nakalnya aku, tidak pernah sampai mabuk, bahkan pacaran pun aku tidak pernah, demi menjalani perintah itu.
Sekarang jimat jadi andalanku. Agar penampilanku tambah “gagah”, sering aku mengenakan anting di hidung atau di alis. Meski demikian, aku tetap saja memiliki katakutan di sisi hatiku yang dalam. Aku takut jika tiba-tiba ada orang yang menusukku dari belakang, atau tanpa sepengetahuanku menyerang dengan senjata tajam.
Dengan “prestasiku” itu, hampir setiap “pekerja jalanan” mengenalku. Aku mengenal sopir angkot, kernet, tukang ojek, tukang becak, dan orang-orang terminal, karena memang di situ aku bergaul. Ya… di rumah aku jadi anak manis karena memang sikapku yang kalem, tapi diluar aku bisa bertindak seenaknya. Meski demikian, aku merasa ada sesuatu yang masih ingin kumiliki, entah apa itu.
Hari ini pertama kalinya aku melihat ibuku menangis, hanya karena aku pamit mau ke jogja dan tinggal agak lama di sana. Dan untuk pertama kalinya pula aku menyadari, ternyata selama ini orang tuaku sangat memperhatikanku. Aku telah salah menilai. Rasanya aku ingin minta maaf pada ibuku. Tapi jiwa remajaku melarangnya.
Berhari-hari aku merenungi peristiwa itu. Ada keinginan untuk memperbaiki diri. Tapi bagaimana caranya?

Akhir 1995
Aku sudah kelas 3 SMA. Meski demikian, tidak terlintas sama sekali dalam benakku apa yang akan kulakukan setelah lulus. Ketika teman-teman yang lain sibuk belajar, aku lebih suka nongkrong dengan teman-temanku.
Hingga suatu malam, saat aku nongkrong seperti biasa, aku mendengar ada suara pengajian dari radio. Suaranya cukup keras, hingga bisa terdengar dengan jelas. Awalnya aku tidak menggubris suara itu, namun tiba-tiba,”….Allah tidak akan mengampuni bosa syirik….” mubaligh tersebut mengutip suatu ayat Al-Quran. Aku sendiri tidak tahu apa kelanjutannya, tapi entah kenapa, tiba-tiba aku merasa takut mendengar ayat tadi.
Rasanya seluruh otakku tiba-tiba dipenuhi oleh suara tadi. Dan entah kenapa, aku seperti mendengar suara itu berulang-ulang,”….Allah tidak akan mengampuni dosa syirik…” Bukankah apa yang kulakukan selama ini adalah kesyirikan (seperti guru agama pernah menerangkan kepadaku)? Ya, aku telah bergelut dengan jimat, tenaga dalam, dan tetek bengeknya yang semuanya adalah syirik. Benarkah Allah tidak akan mengampuni dosaku? Lantas buat apa aku hidup jika jelas-jelas dosaku tidak diampuni oleh-Nya?
Malam itu aku benar-benar tidak dapat memejamkan mata. Aku gelisah sekali. Ya, sebandel-bandelnya kau ternyata masih takut dengan dosa dan neraka. Berhari-hari aku mengalami kegelisahan yang luar biasa. Hingga suatu malam, di saat kegelisahanku mencapai “puncaknya”, aku memutuskan untuk menemui seorang kyai. Aku melihat jam, sudah jam 12 malam, tapi aku tidak peduli, aku harus segera menemukan jawaban.
Kunaiki motorku dengan seorang teman, menuju rumah seorang kyai yang cukup ternama. Di sana aku mendapatkan penjelasan panjang lebar. Tapi aku merasa tidak puas dengan jawaban yang ku dapat. Esoknya kuajak temanku untuk menemui ustadz yang lain. Beberapa orang sudah kutanya, dari beberapa toloh organisasi Islam, maupun tokoh agama yang kuanggap mampu. Tapi dari semua jawaban yang mereka berikan tidak ada yang memuaskanku. Mereka mengatakan bahwa apa yang kulakukan hanyalah perantara atau wasilah, jadi tidak termasuk syirik. Namun entah kenapa, hatiku menolak jawaban itu.

Awal 1996
Aku memutuskan untuk mencari sendiri jawabannya. Sekarang aku lebih banyak menghabiskan waktuku di perpustakaan, untuk mencari buku-buku agama. Aku membaca seperti orang yang kehausan kemudian menemukan tetesan-tetesan air. Semua buku yang ada dari tipis sampai yang tebal kulalap habis, jika belum selesai aku sangat penasaran. Aku mulai mendekati teman-teman ROHIS, kupinjam buku-buku mereka. Sekarang aku makin benyak bergadang, tapi bukan untuk nongkrong seperti dulu, melainkan membaca buku yang sudah kupinjam sebelumnya. Aku sendiri heran, kekuatan dari mana yang mampu mendorongku begitu semangatnya untuk menekuni buku demi buku tiap harinya? Tentunya semua atas kehendak-Nya.
Kebiasaanku mulai kutinggalkan, teman-teman gengku juga mulai kujauhi, dan aku mulai jadi pendiam. Banyak yang heran melihat perubahanku yang sedrastis itu.
Aku mulai menjalankan shalat. Meski awalnya agak kaku, tapi kubulatkan tekadku untuk menjaga kewajibanku ini. Subhanallah, aku yang dulu merasa malu jika ketahuan shalat, karena akan menurunkan “wibawaku”, sekarang harus belajar dari nol tentang bacaan shalat. Aku juga mulai bertekad belajar mengaji, maka kutemui seorang ustadz di kampungku untuk belajar. Dan, hanya karena pertolongan dari Allah, aku sudah mampu membaca Al-Quran hanya dalam waktu seminggu. Allahu Akbar!
Dari membaca pula aku tahu bahwa merokok haram hukumnya. Maka tanpa menunggu waktu lagi, segera kutinggalkan rokok. Aku benar-benar mendapat pertolongan dari Allah, hingga mampu melakukan semua itu. Dari sebuah buku aku juga tahu, bahwa pakaian bagi laki-laki tidak boleh melebihi mata maki, dan sunnah memanjangkan jenggot. Maka sejak saat itu, aku mulai mengubah penampilanku.

September 1996
Sekarang aku mahasiswa sebuah PTS di Solo. Tempat yang pertama kucari adalah perpustakaan. Aku memang sudah “keranjingan” membaca buku-buku agama. Dan alhamdulillah, di sini referensinya lebih lengkap. Maka, aku mulai berkutat dengan buku-buku tebal, demi pencarian kebenaran yang kucari selama ini.
Hingga, aku membaca sebuah kitab tafsir. Dan alhamdulillah, aku menemukan ayat yang kucari-cari selama ini.” Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An-Nisa’:48)
Dari tafsirnya aku tahu, bahwa masih ada kesempatan bertaubat bagi orang-orang yang melakukan dosa syirik selama dia masih bisa bertaubat kepada Allah. MasyaAllah, indahnya! Aku menangis, dan bersujud syukur atas karunia ini. Kini semangatku bertambah besar, jika Allah masih membuka pintu taubat, maka apalagi yang kutunggu?
Hingga suatu hari, aku lewat di masjid dekat kosku. Di sana aku melihat sekumpulan orang yang berpenampilan sama dengan penampilanku sedang mengikuti pengajian. Maka tanpa ragu lagi, aku masuk masjid dan ikut mendengarkan. Meski awalnya masih malu karena belum ada yang kukenal, tapi aku merasa tertarik dengan penyampaian ustadz tersebut. Subhanallah, baru kali ini aku mendengar penyampaian materi dengan ilmu dan hujjah yang mantap, tidak dibuat-buat.
Maka aku selalu mengikuti setiap taklim yang ada di masjid tersebut. Aku juga mulai kenal dengan baik ikhwan-ikhwan di sana. Ya, inilah yang kucari-cari selama ini. Pemahaman Islam sesuai dengan salafusshalih. Dan aku mulai mantap di atas manhaj salaf ini. Hingga aku menutuskan untuk tinggal di masjid, meskipun kosku belum genap 3 bulan kutempati. Aku ingin lingkungan yang lebih baik dan kondusif untuk belajar tentang din. Dengan dorongan dari ikhwan-ikhwan serta ustadz aku berhasil “membuang” ilmu tenaga dalamku.
Sekarang aku merasakan nikmatnya thalabul ‘ilmi. Tahun 1997, untuk menambah pengetahuanku aku ikut kursus bahasa Arab yang diselenggarakan sebuah pondok dan menjadi mustami’ di tadribud du’at.

Februari 2007
Kini aku telah berkeluarga, dengan seorang istri dan 2 anak. Jika kuingat-ingat kilasan 11 tahun yang lalu, semakin besar syukurku kepada Allah. Allah telah memberikan hidayah-Nya kepadaku, dan Dia-lah yang mampu membolak-balikkan hati manusia.
Dan Alhamdulillah, meskipun dengan usaha yang berat, keluargaku sudah bisa menerima prinsip dan keyakinanku. Meski demikian, aku sadar tugasku belum selesai. Aku masih memilki kewajiban mendidik keluargaku, berdakwah kepada orangtuaku, mendakwahi keluarga istriku, dan masyarakat sekitar. Sebuah tugas yang tidak ringan. Tapi aku yakin dengan pertolongan Allah. Ya Allah, mudahkanlah! (al faqir ilallah, Ibnu Abdurrahman)

NASIHAT PERNIKAHAN UNTUK SUAMI DAN ISTERI

Pernikahan adalah suatu perjanjian yang besar, suatu pertanggungjawaban yang berat bagi seorang laki-laki, yang mana dia mengambil seorang w...