Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas
penyempurna dan pelengkap agama dan penghulu para rasul serta imam
orang-orang yang bertaqwa nabi kita, Muhammad dan atas keluarga serta
shahabat-shahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
hingga hari Kiamat. Amma ba’du
Ini adalah risalah singkat berupa nasihat untuk para pegawai dan
karyawan dalam menunaikan pekerjaan-pekerjaan yang diamanahkan kepada
mereka. Aku menulisnya dengan harapan agar mereka mendapat manfaat
darinya, dan supaya mambantu mereka untuk mengikhlaskan niat-niat mereka
serta bersungguh-sungguh dalam bekerja dan menjalankan
kewajiban-kewajiban mereka. Aku memohon kepada Allah agar semua
mendapatkan taufik dan bimbingan-Nya.
1. AYAT-AYAT MENGENAI KEWAJIBAN MENUNAIKAN AMANAH
Diantara ayat-ayat mengenai kewajiban menunaikan amanah dan larangan berkhianat adalah firman Allah Azza wa Jalla.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ
اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menunaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila kalian menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. [An-Nisa : 58]
Ibnu Katsir berkata dalam tafsir ayat ini, “Allah Ta’ala memberitakan
bahwasanya Ia memerintahkan untuk menunaikan amanah-amanah kepada
ahlinya. Di dalam hadits yang hasan dari Samurah bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Tunaikan amanah kepada orang yang memberi amanah kepadamu,
dan janganlah kamu menghianati orang yang mengkhianatimu” [Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan Ahlussunnan]
Dan ini mencakup semua bentuk amanah-amanah yang wajib atas manusia
mulai dari hak-hak Allah Azza wa Jalla atas hamba-hamba-Nya seperti :
shalat, zakat, puasa, kaffarat, nazar-nazar dan lain sebagainya. Dimana
ia diamanahkan atasnya dan tidak seorang hamba pun mengetahuinya, sampai
kepada hak-hak sesama hamba, seperti ; titipan dan lain sebagainya dari
apa-apa yang mereka amanahkan tanpa mengetahui adanya bukti atas itu.
Maka Allah memerintahkan untuk menunaikannya, barangsiapa yang tidak
menunaikannya di dunia diambil darinya pada hari Kiamat”.
Dan firman-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah
yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui” [Al-Anfal : 27]
Ibnu Katsir berkata, “Dan khianat mencakup dosa-dosa kecil dan besar
yang lazim (yang tidak terkait dengan orang lain) dan muta’addi (yang
terkait dengan orang lain). Berkata Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas
mengenai tafsir ayat ini, “Dan kalian mengkhianati amanah-amanah
kalian”. Amanah adalah ama-amal yang diamanahakn Allah kepada
hamba-hamba-Nya, yaitu faridhah ( yang wajib), Allah berfirman :
“Janganlah kamu mengkhianati” maksudnya : janganlah kamu merusaknya”.
Dan dalam riwayat lain ia berkata, “(Janganlah kalian mengkhianati Allah
dan Rasul) Ibnu Abbas berkata, “(Yaitu) dengan meninggalkan sunnahnya
dan bermaksiat kepadanya”.
Dan firman-Nya.
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا
وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia,
sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” [Al-Ahzab : 72]
Ibnu Katsir berkata setelah menyebutkan pendapat-pendapat mengenai
tafsir amanah, diantaranya ketaatan, kewajiban, din (agama), dan
hukum-hukum had, ia berkata, “Dan semua pendapat ini tidak saling
bertentangan, bahkan ia sesuai dan kembali kepada satu makna, yaitu
at-taklif serta menerima perintah dan larangan dengan syaratnya. Dan
jika melaksanakan ia mendapat pahala, jika meninggalkannya dihukum, maka
manusia menerimanya dengan kelemahan, kejahilan, dan kezalimannya
kecuali orang-orang yang diberi taufik oleh Allah, dan hanya kepada
Allah tempat meminta pertolongan”.
Firman Allah Ta’ala.
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janji-janji” [Al-Mukminun : 8]
Ibnu Katsir berkata, “Yaitu, apabila mereka diberi kepercayaan mereka
tidak berkhianat, dan apabila berjanji mereka tidak mungkir, ini adalah
sifat-sifat orang mukminin dan lawannya adalah sifat-sifat munafikin,
sebagaimana tercantum dalam hadis yang shahih.
“Tanda munafik ada tiga : apabila berbicara berdusta, apabaila berjanji ia mungkir dan apabila diberi amanat dia berkhianat”.
Dalam riwayat lain.
“Apabila berbicara ia berdusta, dan apabila berjanji ia mungkir dan apabila bertengkar ia berlaku keji”.
2. HADITS-HADITS TENTANG MENUNAIKAN AMANAH
Diantara hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
kewajiban menjaga amanah dan ancaman dari meninggalkannya adalah sebagai
berikut.
Hadits 1.
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Ketika Nabi di suatu majelis berbicara
kepada orang-orang, datanglah seorang Arab badui lantas berkata. ‘Kapan
terjadinya Kiamat? Rasulullah terus berbicara, sebagian orang berkata,
‘Beliau mendengar apa yang dikatakannya dan beliau membencinya’,
sebagian lain mengatakan, ‘Bahkan ia tidak mendengar’, sehingga tatkala
beliau menyelesaikan pembicaraannya beliau berkata, ‘Mana orang yang
bertanya tentang hari Kiamat?’ Ia berkata, ‘Ini aku wahai Rasulullah’,
Rasul bersaba, ‘Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah hari
Kiamat’. Ia bertanya lagi, ‘Bagaimana menyia-nyiakannya?’ Beliau
menjawab, ‘Apabila diserahkan urusan kepada yang bukan ahlinya maka
tunggulah hari Kiamat” [Diriwayatkan Al-Bukhari]
Hadits 2.
Dari Abu Hurairah, ia berkata, ‘Rasulullah telah bersabda, “Tunaikanlah
amanah kepada orang yang memberi amanah kepadamu, dan janganlah kamu
mengkhianati orang yang mengkhianatimu” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud
3535 dan At-Tirmidzi 1264, ia berkata, “ini adalah hadits hasan gharib”.
Lihatlah, As-Silsilah Ash-Shahihah oleh Al-Albani 424]
Hadits 3.
Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, Yang pertama hilang dari urusan agama kalian
adalah amanah, dan yang terakhirnya adalah shalat” [Diriwayatkan oleh
Al-Khara-ithi dalam Makarimil Akhlak hal. 28. Lihat, As-Silsilah
Ash-Shahihah oleh Al-Albani 1739]
Hadits 4.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam beliau bersabda, “Tanda seorang munafik ada tiga : apabila
berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mungkir, dan apabila diberi
amanah ia berkhianat” [Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim]
3. PEGAWAI YANG MENUNAIKAN PEKERJAANNYA DENGAN IKHLAS MENDAPAT BALASAN DUNIA DAN AKHIRAT
Apabila seorang pegawai menunaikan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh
mengharapkan pahala dari Allah, maka ia telah menunaikan kewajibannya
dan berhak mendapatkan balasan atas pekerjaannya di dunia dan beruntung
dengan pahala di kampung akhirat. Telah datang nash-nash syar’iyah yang
menunjukkan bahwasanya upah dan pahala atas apa yang dikerjakan oleh
seorang dari pekerjaan didapat dengan ikhlas dan mengharapkan wajah
Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
لَّا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ
أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ
ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau
berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka
kelak Kami memberi kepada-Nya pahala yang besar” [An-Nisa : 114]
Imam Bukhari (55) dan Imam Muslim (1002) telah meriwayatkan dari Abu
Mas’ud bahwasanya Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Apabila seseorang menafkahkan untuk keluarganya dengan ikhlas maka itu baginya adalah sedekah”.
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqash Radhiyallahu ‘anhu.
“Artinya : Dan tidaklah engkau menafkahkan satu nafkah karena
mengharapkan wajah Allah melainkan engkau mendapatkan pahala dengannya
hingga sesuap yang engkau suapkan di mulu istrimu” [Diriwayatkan
Al-Bukhari dan Muslim]
Nash-nash ini menunjukkan bahwasanya seorang Muslim apabila ia
menunaikan kewajibannya terhadap sesama hamba lepaslah tanggung
jawabnya, dan bahwasanya ia hanya akan mendapatkan balasan dan pahala
dengan ikhlas dan mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4. MENJAGA JAM KERJA UNTUK KEPENTINGAN PEKERJAAN
Wajib atas setiap pegawai dan pekerja untuk menggunakan waktu yang telah
dikhususkan bekerja pada pekerjaan yang telah dikhususkan untuknya.
Tidak boleh ia menggunakannya pada perkara-perkara lain selain pekerjaan
yang wajib ditunaikannya pada waktu tersebut. Dan tidak boleh ia
menggunakan waktu itu atau sebagian darinya untuk kepentingan
pribadinya, atau kepentingan orang lain apabila tidak ada kaitannya
dengan pekerjaan ; karena jam kerja bukanlah milik pegawai atau pekerja,
akan tetapi untuk kepentingan pekerjaan yang ia mengambil upah
dengannya.
Syaikh Al-Mu’ammar bin Ali Al-Baghdadi (507H) telah menasihati Perdana
Menteri Nizhamul Muluk dengan nasihat yang dalam dan berfedah. Di antara
yang dikatakannya diawal nasihatnya itu.
“Suatu hal yang telah maklum hai Shodrul Islam! Bahwasanya setiap
individu masyarakat bebas untuk datang dan pergi, jika mereka
menghendaki mereka bisa meneruskan dan memutuskan. Adapun orang yang
terpilih menjabat kepemimpinan maka dia tidak bebas untuk bepergian,
karena orang yang berada di atas pemerintahan adalah amir (pemimpin) dan
dia pada hakikatnya orang upahan, ia telah menjual waktunya dan
mengambil gajinya. Maka tidak tersisa dari siangnya yang dia gunakan
sesuai keinginannya, dan dia tidak boleh shalat sunat, serta I’tikaf…
karena itu adalah keutamaan sedangkan ini adalah wajib”.
Di antara nasihatnya, “Maka hiudpkanlah kuburanmu sebagaimana engkau menghidupkan istanamu” [1]
Dan sebagaimana seseorang ingin mengambil upahnya dengan sempurna serta
tidak ingin dikurangi bagiannya sedikitpun, maka hendaklah ia tidak
mengurangi sedikitpun dari jam kerjanya untuk sesuatu yang bukan
kepentingan kerja. Allah telah mencela Al-Muthaffifin (orang-orang yang
curang) dalam timbangan, yang menuntut hak mereka dengan sempurna dan
mengurangi hak-hak orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ
يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ أَلَا
يَظُنُّ أُولَٰئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ يَوْمَ
يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. Yaitu orang-orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dipenuhi.
Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi. Tidaklah oran-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka
akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. Yaitu hari ketika manusia
berdiri menghadap Tuhan semesta alam” [Al-Muthaffifin : 1-6]
5. KRITERIA-KRITERIA MEMILIH PEKERJA DAN PEGAWAI
Landasan dalam memilih seorang pegawai atau pekerja hendaklah ia seorang
yang kuat lagi amanah. Karena dengan kekuatan ia sanggup melaksanakan
pekerjaan yang diembankan kepadanya, dan dengan amanah ia menunaikan
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan amanah ia akan
meletakkan perkara-perkara pada tempatnya. Dan dengan kekuatan ia
sanggup menunaikan kewajibannya.
Allah telah memberitakan tentang salah seorang putri penduduk Madyan
bahwasanya ia berkata kepada bapaknya tatkala Musa mengambilkan air
untuk keduanya.
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
“Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja kepada kita. Karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” [Al-Qashash : 26]
Dan Allah berfirman tentang Ifrit dari bangsa Jin yang mengutarakan
kesanggupannya kepada Sulaiman Alaihissalam untuk mendatangkan
singgasana Balqis.
قَالَ عِفْرِيتٌ مِّنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن تَقُومَ مِن مَّقَامِكَ ۖ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ
“Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum
kamu berdiri dari tempat dudukmu ; sesungguhnya aku benar-benar kuat
untuk membawanya lagi dapat dipercaya” [An-Naml : 39]
Maknanya, ia menggabungkan antara kemampuannya untuk membawa dan mendatangkannya serta menjaga apa yang dibawanya.
Allah juga telah menceritakan tentang Yusuf Alaihissalam bahwasanya ia berkata kepada raja.
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَىٰ خَزَائِنِ الْأَرْضِ ۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
“Jadikanlahlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan” [Yusuf : 55]
Lawan dari kuat dan amanah adalah lemah dan khianat. Dan itu alasan
untuk tidak memilih seseorang dalam bekerja dan sebab-sebab sebenarnya
untuk mecopotnya dari pekerjaan.
Tatkala Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu menjadikan Sa’ad bin
Abi Waqqash sebagai gubernur Kufah, dan sebagian orang-orang jahil
negeri itu mencelanya di sisi Umar, maka Umar memandang maslahah dengan
mencopotnya dari jabatan untuk menjaga dari terjadinya fitnah dan agar
tidak seorangpun dari mereka mengganggunya. Akan tetapi Umar ketika
sakit menjelang wafatnya telah menentukan enam orang shahabat Rasulullah
yang dipilih dari mereka seorang yang akan menjabat khalifah
setelahnya. Di antara mereka adalah Sa’ad bin Abi Waqqash, lantas Umar
khawatir bahwa pencopotannya dari jabatan gubernur Kufah disangka karena
ketidaklayakannya memimpin, maka umar menepis prasangka tersebut dengan
perkataannya, “Jika kepemimpinan jatuh kepada Saad, maka dia layak
untuk itu. Dan jika tidak hendaklah siapa pun dari kalian yang menjadi
pemimpin meminta bantuannya, karena sesungguhnya aku tidak mencopotnya
karena kelemahan dan khianat” [Diriwayatkan Al-Bukhari : 3700]
Dan didalam Shahih Muslim : (1825)
Dari Abu Dzar, ia berkata, “Aku berkata, ‘Hai Rasulullah! Tidaklah
engkau memperkerjakan aku?’ Ia berkata, ‘Maka beliau menepuk pundakku
dengan tanggannya kemudian bersabda, ‘Hai Abu Dzar, sesungguhnya engkau
lemah, dan sesungguhnya pekerjaan itu adalah amanah, dan sesungguhnya ia
adalah kehinaan dan penyesalan di hari Kiamat kecuali orang yang
mengambilnya dengan haknya dan menunaikan kewajiban padanya”.
Dalam riwayat lain di Shahih Muslim (1826)
Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Hai Abu Dzar sesungguhnya aku melihatmu lemah dan
sesungguhnya aku mencintai untukmu apa yang kucintai untuk diriku,
janganlah sekali-kali engkau memimpin dua orang dan janganlah
sekali-kali engkau mengurus harta anak yatim”.
6. ATASAN ADALAH TELADAN BAGI BAWAHANNYA DALAM BERSUNGGUH-SUNGGUH ATAU MALAS
Apabila para atasan pegawai melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka
dengan sempurna, pegawai-pegawai yang menjadi bawahannya akan mecontoh
mereka. Dan setiap pemimpin dalam suatu pekerjaan akan diminta
pertanggung jawabannya terhadap dirinya dan orang-orang yang
dipimpinnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung
jawabannya tentang apa yang dipimpinnya. Seorang amir yang memimpin
manusia, ia memimpin mereka dan akan diminta pertanggung jawabannya
tentang mereka, seorang laki-laki pemimpin atas keluarganya dan ia akan
diminta pertangung jawabannya tentang mereka, dan seorang wanita adalah
pemimpin atas rumah suami dan anaknya, dia akan diminta pertanggung
jawabannya tentang mereka dan seorang budak pemimpin atas harta tuannya
dan dia akan diminta pertanggung jawabannya terhadapnya, ketahuilah
setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggung
jawaban terhadap apa yang dipimpinnya” [Diriwayatkan Al-Bukhari ; 2554
dan Muslim : 1829 dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma]
Dan apabila para atasan menjaga pekerjaan-pekerjaan dalam segala
waktu-waktunya, mereka akan menjaga teladan yang baik bagi orang-orang
yang mereka pimpin.
Seorang penyair berkata.
“Dan engkau selama melakukan yang engkau perintahkan
niscaya orang yang engkau perintahkan melakukannya”.
Maknanya, apabila engkau memerintahkan orang lain dari bawahanmu agar
melakukan kewajibannya, dan engkau terlebih dahulu menunaikan kewajiban,
maka sesungguhnya orang yang selainmu akan mematuhimu dan melaksanakan
apa yang engkau perintahkan kepadanya.
7. PERLAKUAN PEGAWAI KEPADA ORANG LAIN SEPERTI APA IA INGIN DIPERLAKUKAN.
Nasihat memiliki kedudukan yang agung di dalam Islam, oleh karenanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Agama adalah nasihat’, kami berkata, ‘Untuk siapa?’, Beliau
bersabda, ‘Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan para pemimpin kaum
muslimin serta sesama mereka” [Diriwayatkan oleh Muslim 55 dari Abu
Tamim bin Aus Ad-Dari Radhiyallahu ‘anhu]
Dan berkata Jarir bin Abdullah Al-Bajali Radhiyallahu anhu, “Aku telah
berba’iat kepada Rasulullah atas mendirikan shalat, membayar zakat dan
menasihati untuk setiap Muslim” [Diriwayatkan Al-Bukhari 57 dan Muslim
56]
Sebagaimana seorang pegawai atau karyawan apabila ia punya kebutuhan
pada yang lain, orang lain itu wajib memperlakukannya dengan mu’amalah
yang baik. Maka wajib pula atasnya untuk memperlakukan orang lain dengan
mu’amalah hasanah (perlakuan yang baik).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
“Artinya : Maka barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api nereka dan
masuk surga, hendaklah ia meninggal sedang ia beriman kepada Allah dan
hari akhir, dan hendaklah ia memperlakukan manusia sebagaimana ia ingin
diperlakukan” [Diriwayatkan oleh Muslim]
Dalam hadits yang panjang dari Abdullah bin Amr. Dan maknanya adalah
perlakukanlah manusia sebagaimana engkau ingin diperlakukan.
Rasulullah bersabda.
“Artinya : Tidak sempurna keimanan salah seorang dari kalian sehingga ia
mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri”
[Diriwayatkan Al-Bukhari 13 dan Muslim 45 dari Anas]
Allah Ta’ala telah mencela orang yang memperlakukan orang lain tidak seperti ia ingin diperlakukan dalam firman-Nya.
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. Yaitu orang-orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dipenuhi.
Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi” [Al-Muthaffifin : 1-3]
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas kalian durhaka
kepada para ibu, pelit dan rakus, menguburkan anak perempuan
hidup-hidup, dan membenci untuk kalian tiga perkara yaitu ; kata-kata
omong kosong, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta” [Diriwayatkan
Al-Bukhari 2408 dan Muslim 593 dari Al-Mughirah bin Syu’bah]
Di dalam hadits ini terdapat celaan terhadap yang rakus lagi pelit, yang mengambil dan tidak memberi.
Allah telah mngingatkan wali-wali anak-anak yatim bahwasanya mereka
khawatir terhadap anak keturunan mereka yang kecil-kecil kalau mereka
tinggalkan. Allah berfirman.
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar” [An-Nisa ; 9]
Maknanya, sebagaimana mereka ingin anak-anak keturunan mereka nantinya
diperlakukan dengan baik, maka wajib atas mereka untuk berlaku baik
terhadap anak-anak yatim yang mereka menjadi wali atasnya.
8. PEGAWAI MENDAHULUKAN YANG DAHULU DALAM BERURUSAN
Termasuk sikap adil dan insaf ; hendaknya seorang pegawai tidak
mengahirkan orang yang duluan dari orang-orang yang berurusan, atau
mendahulukan orang yang belakangan. Akan tetapi ia mendahulukan
berdasarkan urusan yang terdahulu. Dalam hal yang seperti ini memudahkan
pegawai dan orang-orang yang berurusan.
Telah datang dalam sunnah Rasulullah apa yang menunjukkan atas itu. Dari
Abu Hurairah, ia berkata, “Ketika Nabi di suatu majelis berbicara
kepada orang-orang, datanglah seorang Arab badui lantas berkata. ‘Kapan
terjadinya Kiamat? Rasulullah terus berbicara, sebagian orang berkata,
‘Beliau mendengar apa yang dikatakannya dan beliau membencinya’,
sebagian lain mengatakan, ‘Bahkan ia tidak mendengar’, sehingga tatkala
beliau menyelesaikan pembicaraannya beliau berkata, ‘Mana orang yang
bertanya tentang hari Kiamat?’ Ia berkata, ‘Ini aku wahai Rasulullah’,
Rasul bersaba, ‘Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah hari
Kiamat’. Ia bertanya lagi, ‘Bagaimana menyia-nyiakannya?’ Beliau
menjawab, ‘Apabila diserahkan urusan kepada yang bukan ahlinya maka
tunggulah hari Kiamat” [Diriwayatkan Al-Bukhari]
Hadits ini menunjukkan bahwasanya Rasulullah tidak menjawab si penanya
tentang hari Kiamat melainkan setelah ia selesai berbicara kepada
orang-orang yang telah mendahuluinya. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam
uraiannya, “Disimpulkan darinya memberi pelajaran berdasarkan yang
duluan, dan begitu juga dalam fatwa-fatwa, urusan pemerintahan dan lain
sebagainya”.
Dan disebutkan dalam biografi Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari
di kitab Lisanul Mizan karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar, “Dan Ibnu Asakir
mengeluarkan dari jalan Abu Ma’bad Utsman bin Ahmad Ad-Dainuri ia
berkata, ‘Aku menghadiri majelis Muhammad bin Jarir dan hadir juga
menteri Al-Fadhal bin Ja’far bin Al-Furat, dan dia telah didahului oleh
seseorang. Maka berkata Ath-Thabari kepada orang tersebut, ‘Tidakkah
engkau ingin membaca?’ Maka ia menunjuk kepada si menteri. Maka
Ath-Thabari berkata, ‘Apabila giliran untukmu maka janganlah engkau
terganggu oleh Dajlah (nama sungai) atau Efrat (Al-Furat)’. Aku katakan,
“Dan ini sebagian dari keunikan dan kemahiran bahasanya serta tidak
tertariknya ia pada anak-anak dunia”.
9. PEGAWAI HARUS MEMILIKI SIFAT IFFAH (MENJAGA KEHORMATAN) DAN BERSIH DARI MENERIMA SOGOKAN DAN HADIAH.
Setiap pegawai wajib menjadi seorang yang menjaga kehormatan dirinya,
berjiwa mulia dan kaya hati. Jauh dari memakan harta-harta manusia
dengan batil, dari apa-apa yang diberikan kepadanya berupa suap walau
dinamakan dengan hadiah. Karena apabila dia mengambil harta manusia
dengan tanpa hak berarti ia memakannya dengan batil, dan memakan harta
dengan cara batil merupakan salah satu sebab tidak dikabulkannya do’a.
Muslim meriwayatkan di dalam shahihnya (1015) dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah telah bersabda,
“Sesungguhnya yang pertama busuk dari manusia adalah perutnya, maka
barangsiapa yang sanggup untuk tidak memakan melainkan yang baik maka
lakukanlah, dan barangsiapa yang bisa untuk tidak dihalangi antara dia
dan surga walau dengan segenggam darah yang ditumpahkannya maka
lakukanlah”
Dan yang juga diriwayatkannya (2083) dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sungguh akan datang pada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak
peduli dengan cara apa dia mengambil harta, apakah dari yang halal atau
dari yang haram”.
Menurut orang-orang yang mengambil harta tanpa peduli ini ; bahwasanya
yang halal adalah yang berada di tangan dan yang haram adalah yang tidak
sampai ke tangan. Adapun yang halal dalam Islam adalah apa yang telah
dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan yang haram adalah yang telah
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Telah datang dalam sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
hadits-hadits yang menunjukkan dilarangnya aparat pekerja dan pegawai
mengambil sesuatu dari harta walaupun dinamakan hadiah, diantaranya
hadits Abi Sa’id Hamid As-Saidi, ia berkata.
“Artinya : Rasulullah mempekerjakan seseorang dari suku Al-Asad, namanya
Ibnul Latbiyyah untuk mengumpulkan zakat, maka tatkala ia telah kembali
ia berkata, ‘Ini untuk engkau dan ini untukku dihadiahkan untukku’. Ia
(Abu Hamid) berkata, ‘Maka Rasulullah berdiri di atas mimbar, lalu
memuja dan memuji Allah dan bersabda, ‘Kenapa petugas yang aku utus lalu
ia mengatakan, ‘Ini adalah untuk kalian dan ini dihadiahkan untukku?!
Kenapa dia tidak duduk di rumah bapaknya atau rumah ibunya sehingga dia
melihat apakah dihadiahkan kepadanya atau tidak?! Demi Dzat yang jiwa
Muhammad di tangan-Nya! Tidaklah seorangpun dari kalian menerima sesuatu
darinya melainkan ia datang pada hari Kiamat sambil membawanya di atas
lehernya onta yang bersuara, atau sapi yang melenguh atau kambing yang
mengembik’, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sampai kami
melihat putih kedua ketiaknya, kemudian bersabda dua kali, ‘Ya Allah,
apakah aku telah menyampaikan?” [Diriwayatkan Al-Bukhari 7174 dan Muslim
1832 dan ini adalah lafazhnya]
Dan di dalam shahih Bukhari (3073) dan shahih Muslim (1831) –dan dengan lafazhnya- dari Abu Hurairah, ia berkata.
“Artinya : Rasulullah berbicara kepada kami pada suatu hari, maka beliau
menyebutkan Ghulul [2] dan beliau menganggapnya perkara yang besar,
kemudian ia berkata, ‘Aku akan temui salah seorang kalian yang datang
pada hari Kiamat di atas lehernya ada onta yang bersuara, ia berkata,
‘Hai Rasulullah, tolonglah aku’, maka aku (Rasulullah) mengatakan, ‘Aku
tidak mampu berbuat apa-apa untukmu sedikitpun, sungguh aku telah
menyampaikan kepadamu’, Aku tidak temui salah seorang dari kalian datang
pada hari Kiamat dengan kuda di atas pundaknya yang memiliki hamhamah
(suara), lantas ia berkata, ‘Hai Rasulullah! Bantulah aku’, maka aku
berkata, ‘Aku tidak bisa membantu sedikitpun, sungguh aku telah
menyampaikan kepadamu’, Aku tidak dapatkan salah seorang darimu datang
pada hari Kiamat dengan kambing yang mengembik diatas pundaknya seraya
berkata, ‘Hai Rasulullah! Tolonglah aku’, Maka aku menjawab, ‘Aku tidak
mampu berbuat apa-apa untukmu, aku telah menyampaikan kepadamu’, Aku
akan dapatkan salah seorang dari kalian datang pada hari Kiamat dengan
membawa jiwa yang menjerit, lantas ia berkata, ‘Hai Rasulullah!
Tolonglah aku’, Maka aku berkata, ‘Aku tidak memiliki apa-apa untukmu,
sungguh aku telah menyampaikan kepadamu’, Aku akan mendapatkan salah
seorang dari kalian datang pada hari Kiamat dengan pakaian diatas
pundaknya ada shamit (emas dan perak), lalu ia berkata, ‘Hai Rasulullah!
Tolonglah aku’, maka aku akan menjawab, ‘Aku tidak memiliki apa-apa
untukmu, sungguh aku telah menyampaikan kepadamu”.
Riqa di dalam hadits ini maksudnya adalah pakaian dan shamit adalah emas dan perak.
Diantaranya hadits Abu Hamid As-Sa’di, bahwasanya Rasulullah bersabda.
“Artinya : hadiah-hadiah para pekerja adalah ghulul (khianat)”.
Diriwyatkan oleh Ahmad (23601) dan lainnya, dan lihat takhrijnya di
kitab Irwa Al-Ghalil oleh Al-Albani (2622), dan ini semakna dengan
hadits yang telah lalu dalam kisah Ibnu Al-Latbiyyah.
Diantaranya hadits Adi bin Umairah, ia berkata, “Aku mendengar bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Barangsiapa diantara kalian yang kami pekerjakan atas suatu
pekerjaan, lalu ia menyembunyikan dari kami satu jarum atau yang lebih
kecil, maka dia adalah ghulul dan ia akan datang dengannya pada hari
Kiamat” [Dikeluarkan oleh Muslim]
Diantaranya hadits Buraidah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.
“Artinya : Barangsiapa yang kami pekerjakan atas suatu pekerjaan, lalu
kami memberinya bagian, maka apa yang diambilnya setelah itu adalah
perbuatan khianat” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad shahih, dan
dishahihkan oleh Al-Albani]
Dan dalam biografi Iyadh bin Ghanam dari kitab Shifatush Shafwah oleh
Ibnul Jauzi, ketika itu ia sebagai gubernur Himsh dalam
pemerintahan Umar, bahwasanya ia berkata kepada sebagian kerabatnya
dalam sebuah kisah yang panjang, ‘Demi Allah! Jika aku digergaji lebih
aku sukai daripada aku berkhianat seperak uang atau aku melampaui
batas!”.
Aku memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar membimbing setiap pegawai
dan pekerja dari kaum muslimin untuk menunaikan pekerjaannya sesuai
dengan yang diridhai Allah Tabaraka wa Ta’ala, dan ia mendapatkan pahala
serta akhir yang terpuji di dunia dan akhirat.
Dan semoga Allah bershalawat dan salam serta memberikati hamba-Nyadan
rasul-Nya, nabi kita Muhammad dan atas keluarga serta
shahabat-shahabatnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
[1]. Dzailul Thabaqat Al-Hanabilah oleh Ibnu Rajab.
[2]. Al-Ghulul maksudnya perbuatan curang dan yang dimaksud hadits ini
adalah mengmbil ghanimah (rampasan perang) dengan sembunyi-sembunyi
sebelum dibagikan..