Searching

Apakah Boleh Seseorang Berdo'a Ketika Shalat Fardhu ?

Disyariatkan bagi seorang mukmin untuk berdo'a ketika shalatnya di saat yang disunnahkan untuk berdo'a, baik ketika shalat fardhu maupun shalat sunnah. Adapun saat berdo'a katika shalat adalah tatkala sujud, duduk di antara dua sujud dan akhir salat setelah tasyahud dan shalawat atas Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sebelum salam. Sebagaimana telah disebutkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau berdo'a ketika duduk di antara dua sujud untuk memohon ampunan. Telah diriwayatkan pula bahwa beliau berdo'a ketika duduk di antara dua sujud

اللَّهُمَّ اغْفِرْلِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَاجْبُرنِي وَارْزُقْنِي وَعَافِنِي

"Allahummagfirlii, warhamnii, wahdinii, wajburnii, warjuqnii, wa'aafinii"

"Artinya : Ya Allah ampunilah aku, rahmatillah aku, berilah hidayah kepadaku, cukupilah aku, berilah rezeki kepadaku dan maafkanlah aku"

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda.

أَمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظَّمُوا فِيْهِ الرَّبَّ وَأَمَّا السُّجُوْدُ فَاجْتَهِدُوا فِى الدُّعَاءِفَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَلَكُمْ

"Artinya : Adapun rukuk maka agungkanlah Rabb-mu, sedangkan ketika sujud bersungguh-sungguhlah dalam berdo'a, niscaya segera dikabulkan untuk kalian"[Diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya]

Diriwayatkan pula oleh Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُمِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوْا الدُّعَاءَ

"Artinya : Jarak paling dekat antara seorang hamba dengan Rabb-nya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah doa (ketika itu)"

Di dalam Ash-Shahihian dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika mengajarkan tasyahud kepadanya berkata :

"Kemudian hendaknya seseorang memilih permintaan yang dia kehendaki"

Dalam lafazh yang lain.

"Kemudian pilihlah do'a yang paling disukai lalu berdo'a"

Hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak. Hal ini menunjukkan disyariatkannya berdo'a dalam kondisi-kondisi tersebut dengan do'a yang disukai oleh seorang muslim, baik yang berhubungan dengan akhirat maupun yang berkaitan dengan kemaslahatan duniawiyah. Dengan syarat dalam do'anya tidak ada unsur dosa dan memutuskan silaturahim. Namun yang paling utama adalah memperbanyak do'a dengan do'a yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam

Do'a Ibu Juraij

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Artinya : Juraij adalah seorang laki-laki ahli ibadah, ia jadikan suatu bangunan untuk beribadah. (Suatu saat) ibunya mendatanginya sedangkan ia dalam keadaan shalat, ibunya berkata : “Wahai Juraij !”, maka Juraij (bimbang) dan berkata : “Ya Allah (aku memenuhi panggilan) ibuku ataukah (aku meneruskan) shalatku?” maka ia berketetapan meneruskan shalatnya, ibunya pergi. Keesokan hari ibunya mendatanginya lagi dan memanggilnya : “Wahai Juraij !”, maka Juraij (bimbang) dan berkata : “Ya Allah (aku memenuhi panggilan) ibuku ataukah (aku meneruskan) shalatku?” maka ia berketetapan meneruskan shalatnya. Keesokan hari ibunya mendatanginya lagi, dan memanggilnya : “Wahai Juraij !”, maka Juraij (bimbang) dan berkata : “Ya Allah (aku memenuhi panggilan) ibuku ataukah (aku meneruskan) shalatku ?” maka ia berketetapan meneruskan shalatnya, maka ibunya (jengkel) dan berkata : “Ya Allah Jalla Jala Luhu janganlah matikan anakku hingga ia melihat wajah pelacur”. Adalah bani Israil membicarakan tentang Juraij dan ibadahnya, maka berkata seorang wanita pelacur yang cantik : “Jika kalian berkehendak, saya akan menggodanya”. Maka wanita tadi menggoda Juraij, akan tetapi Juraij tidak bergeming padanya, lalu wanita itu mendatangi penggembala yang berteduh di tempat peribadatan Juraij, hingga berzina dengannya. Kemudian hamilah wanita itu, maka tatkala melahirkan, ia berkata : “Bayi ini anaknya Juraij”, maka merekapun segera meminta Juraij keluar, dan menghancurkan tempat peribadatan Juraij, serta memukulinya. Maka Juraij berkata : “Ada apa kalian ini?” mereka berkata : “Engkau telah berzina dengan wanita pelacur hingga melahirkan bayi ! lalu Juraij berkata : “Dimana bayi itu ?” kemudian mereka mendatangkan bayi itu. Juraij berkata : “Biarkan aku shalat ! lalu Juraij shalat, tatkala selesai, ia datangi bayi itu dan ia tekan perutnya. Lalu ia bertanya (kepada bayi itu) : “Siapa ayahmu ?” bayi itu menjawab : “Fulan, seorang penggembala”. (setelah mendengar perkataan Juraij ini) merekapun menghadap Juraij dan menciuminya serta mengusap-usapnya. Kemudian mereka berkata : “Kami akan membangung kembali tempat peribadatanmu dari emas”. Lalu Juraij berkata : “Tidak, kembalikan sebagaimana semula terbuat dari tanah”

Sungguh Ibu Juraij telah berdo’a (dan do’a orang tua itu dikabulkan) ketika anaknya tidak memenuhi panggilannya, dan ibunya mendo’akan kejelekan atas Juraij, yaitu ia berdo’a agar Juraij melihat wajah pelacur, jika demikian halnya maka melihat wajah pelacur adalah musibah, bahkan musibah yang besar.

Dan mata itu berzina, dan zinanya adalah dengan melihat, demikian juga lisan, zinanya adalah berbicara, adapun tangan juga berzina dan zinanya adalah dengan menyentuh, sebagaimana dalam hadits.

“Artinya : Dituliskan bagi bani Adam bagiannya dari zina, yang ia pasti lakukan, kedua mata zinanya dengan melihat, kedua telinga zinanya dengan mendengar, dan lisan zinanya dengan berbicara, dan tangan zinanya adalah dengan memegang, kaki zinanya dengan melangkah, sedangkan hati menginginkan dan berangan-angan, dan yang membenarkan dan mendustakan itu semua adalah hati” {Hadits Riwayat Muslim]

Tetapi keadaan kebanyakan para ayah dan ibu sekarang ini (sangat disayangkan) mereka mendorong (dan menyuruh) anak-anak mereka, buah hati mereka untuk terjatuh dalam maksiat ini yaitu melihat (dan mengikuti trend) para pelacur dan yang semisal mereka, bahkan lebih dari itu !!

Alasan dari para orang tua (para ayah dan ibu) bahwasanya hal ini untuk memenuhi keinginan anak-anak mereka !! wajah-wajah para pelacur dan wanita semisal mereka dilihat dengan mata mereka siang dan malam, dalam sampul-sampul majalah yang dihiasi serta dalam TV dan lainnya !!

Sedangkan kenyataan (mereka) tidak cukup hanya melihat saja, bahkan melihat wajah dan seluruh anggota tubuh ! diatambahkan lagi dengan mengikuti berita dan kegiatan-kegiatan mereka, dan dengan menghormati serta mengagungkan mereka dengan nama seni atau kebudayaan, atau kemajuan dan keterbukaan.

Wahai para orang tua hingga kapan kalian mendorong dan menyuruh anak-anak kalian kepada hukuman yang tidak baik akibatnya ?

Apakah kalian tidak mendengar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggungan jawab terhadap yang dipimpinnya” [Mutafaqun Alaihi]

Maka hendaklah kalian menjadi –semoga Allah Jalla Jala Luhu menjaga kalian dari kejahatan jiwa dan kejelekan amal-amal kalian- sebaik-baik pemimpin, dan sebaik-baik orang yang bertanggung jawab, hingga kalian memperoleh kebahagian di dunia dan keselamatan disisi Allah Jalla Jala Luhu pada hari kiamat.

Dan Allah Jalla Jala Luhu jualah yang diminta pertolongannya.



[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah]

T a u b a t

Taubat adalah kembali dari bermaksiat kepada Allah menuju ketaatan kepadaNya.

Taubat itu disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Artinya : Sesunguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” [Al-Baqarah : 222]

Taubat itu wajib atas setiap mukmin

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” [At-Tahrim : 8]

Taubat itu salah satu faktor keberuntungan.

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Artinya : Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” [An-Nur : 31]

Keberuntungan ialah mendapatkan apa yang dicarinya dan selamat dari apa yang dikhawatirkannya.

Dengan taubat yang semurni-murninya Allah akan menghapuskan dosa-dosa meskipun besar dan meskipun banyak.

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Artinya : Katakanlah, Hai hamba-hambaKu yang melampui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semunya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Az-Zumar : 53]

Jangan berputus asa, wahai saudaraku yang berdosa, dari rahmat Tuhanmu. Sebab pintu taubat masih terbuka hingga matahari terbit dari tempat tenggelamnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Allah membentangkan tanganNya pada malam hari agar pelaku dosa pada siang hari bertaubat, dan membentangkan tanganNya di siang hari agar pelaku dosa malam hari bertubat hingga matahari terbit dari tempat tenggelamnya” [Hadits Riwayat Muslim dalam At-Tubah]

Betapa banyak orang yang bertaubat dari dosa-dosa yang banyak dan besar, lalu Allah menerima taubatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Artinya : Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih ; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Furqan : 68-70]

Taubat yang murni ialah taubat yang terhimpun padanya lima syarat.

Pertama : Ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan meniatkan taubat itu karena mengharapkan wajah Allah dan pahalanya serta selamat dari adzabnya.

Kedua : Menyesal atas perbuatan maksiat itu, dengan bersedih karena melakukannya dan berangan-angan bahwa dia tidak pernah melakukannya.

Ketiga : Meninggalkan kemasiatan dengan segera. Jika kemaksiatan itu berkaitan dengan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia meninggalkannya, jika itu berupa perbuatan haram dan ia segera mengerjakannya, jika kemaksiatan tersebut adalah meninggalkan kewajiban. Jika kemaksiatan itu berkaitan dengan hak makhluk, maka segera ia membebaskan diri darinya, baik dengan mengembalikannya kepada yang berhak maupun meminta maaf kepadanya.

Keempat : Bertekad untuk tidak kembali kepada kemasiatan tersebut di masa yang akan datang.

Kelima : Taubat tersebut dilakukan sebelum habis masa penerimaannya, baik ketika ajal datang maupun ketika matahari terbit dari tempat tenggelamnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ

“Artinya : Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan. ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang” [An-Nisa : 18]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa bertubat sebelum matahri terbit dari tempat tenggelamnya, maka Allah menerima taubatnya” [Hadits Riwayat Muslim daalm Adz-Dzikir wa Ad-Du’a]

Ya Allah, berilah kami taufik untuk bertaubat semurni-murninya dan terimalah amalan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

[Risalah fi Shifati Shalatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh Ibn Utsaimin]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjemah Amir Hamzah, Penerbit Darul Haq]

Taubatnya Orang Yang Banyak Berbuat Maksiat

 
“Artinya : Katakanlah kepada orang-orang kafir, jika mereka berhenti dari kekafirannya maka Allah akan mengampuni semua dosa-dosanya yang telah lalu” [Al-Anfal : 39]

Dan juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Islam menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu, begitu juga tubat menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu” [Hadits Riwayat Muslim]

Oleh karena itu untuk selalu beristiqomah dalam bertaubat sambil memperbanyak istighfar dan amal shalih. Dan bergembiralah dengan kebaikan-kebaikan dan balasan yang baik jika kita benar-benar istiqomah dalam bertaubat dan memperbaiki diri. Allah berfirman.

“Artinya : Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih kemudian tetap di jalan yang benar” [Thaha : 82]

Semoga Allah memberikan keteguhan kepada kami dan anda dalam berpegang teguh terhadap kebenaran, sesungguhnya Dia adalah Dzat yang paling berhak diminta.

Seorang Penyanyi Yang Bertaubat Ditangan Ibnu Mas'ud

Sesungguhnya berdakwah kepada Allah adalah tugas para nabi (semoga kesejahteraan dilimpahkan atas mereka), dan jalan para ulama rabbaniyyin, oleh karena itu berdakwah kepada Allah adalah sebuah amal pendekatan diri kepada Allah yang paling utama, dan paling agung kedudukannya.

Allah berfirman.

“Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”[Fushilat : 33]

Dan berdakwah kepada Allah itu, harus benar tujuannya, bersih manhajnya (caranya), inilah jalan dakwah nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan siapa saja yang mengikuti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik, sebagaimana firman Allah.

“Artinya : Katakanlah : Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik” [Yusuf : 108]

Sungguh para Salafush Shalih kita (semoga Allah merahmati mereka) menempuh jalan ini, mereka menyuruh kebaikan, mencegah kemungkaran dan mengajarkan manusia kebaikan, menyampaikan sejelas-jelasnya melalui berbagai cara, seperti pengajaran, harta, nasehat, fatwa, hukum dan selainnya.

Dan sungguh Salafus Shalih telah menegakkan dakwah ini untuk mengharapkan wajah Allah, mereka tidak menginginkan dari manusia balasan dan tidak pula ucapan terima kasih, dan disaat itu juga mereka menetapi keselamatan manhaj dengan mengikuti dan meninggalkan perbuatan bid’ah.

Kebangkitan Islam saat ini membutuhkan pengetahuan pada contoh-contoh perbuatan dan fenomena yang nyata dari dakwah Salafus Shalih : agar keadaan-keadaan mereka itu menjadi pendorong serta pemberi semangat untuk mencontoh mereka, dan berjalan diatas uslub (metode) mereka.

Salah seorang ulama berkata : “Barangsiapa melihat sejarah Salafush Shalih pasti ia mengetahui kekurangannya, dan ketertinggalannya dari derajat seorang manusia”.

Dan makalah ini berisikan fenomena-fenomena dakwah dari kehidupan Salafush Shalih, kami akan memaparkannya sebagaimana yang berikut ini.

“Adalah seorang pemuda yang bernama Dzaadzan seorang peminum khamr (minuman keras), dan ia penabuh gendang, lalu Allah memberinya rezki berupa taubat ditangan Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu maka menjadilah Dzaadzan termasuk orang-orang yang terbaik dari kalangan tabi’in, dan salah seorang ulama yang terkemuka, dan termasuk orang-orang yang masyhur dari kalangan hamba Allah ahli zuhud” [Lihat biografinya dalam Hilyatul Aulia 4/199, dan Bidayah wan Nihayah 9/74 dan Siyar ‘Alamun Nubala 4/280]

Inilah kisah taubatnya, sebagaimana Dzaadzan meriwayatkannya sendiri, ia berkata :

“Saya adalah seorang pemuda yang bersuara merdu, pandai memukul gendang, ketika saya bersama teman-teman sedang minum minuman keras, lewatlah Ibnu Mas’ud, maka ia pun memasuki (tempat kami), kemudian ia pukul tempat (yang berisikan minuman keras) dan membuangnya, dan ia pecahkan gendang (kami), lalu ia (Ibnu Mas’ud0 berkata : “Kalaulah yang terdengar dari suaramu yang bagus adalah Al-Qur’an maka engkau adalah engaku… engkau”.

Setelah itu pergilah Ibnu Mas’ud. Maka aku bertanya kepada temanku : “Siapa orang ini ?” mereka berkata : “Ini adalah Abdullah bin Mas’ud (sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)”.

Maka dengan kejadian itu (dimasukkan) dalam jiwaku perasaan taubat. Setelah itu aku berusaha mengejar Abdullah bin Mas’ud sambil menangis, (setelah mendapatinya) aku tarik baju Abdullah bin Mas’ud.

Maka Ibnu Mas’ud pun menghadap kearahku dan memelukku menangis. Dan ia berkata : “Marhaban (selamat datang) orang yang Allah mencintainya”. Duduklah! lalu Ibnu Mas’ud pun masuk dan menghidangkan kurma untukku [Siyar ‘Alamun Nubala 4/28]

Kita dapat mengambil pelajaran dari kisah diatas, bahwa kita mengetahui kejujuran Abdullah bin Mas’ud dan niatnya yang baik, serta tujuannya yang benar dalam berdakwah kepada Dzaadzan yang menyebabkannya mendapat petunjuk dan bertaubat, sebagaimana dikatakan Abdul Qadir Jailani (561H) semoga Allah merahmati beliau, mengomentari kisah tersebut :

“Lihatlah berkahnya kejujuran (kebenaran), ketaatan dan niat baik, bagaimana Allah memberi petunjuk Dzaadzan melalui Abdullah bin Mas’ud dikarenakan kejujuran dan tujuan baiknya, maka seorang yang rusak (perangai dan ahlaknya) tidak akan dapat engkau perbaiki hingga engkau sendiri menjadi seorang shalih (baik) dalam dirimu, takut kepada Rabbmu jika engkau bersendirian, ikhlas kepadaNya jika engkau bergaul dengan mahluk dengan tanpa berbuat riya’ dalam tindakan dan tingkahmu, meng-Esakan Allah dalam seluruh hal ini, dan ketika engkau ditambah petunjuk dan bimbingan oleh Allah, engkau menjaga dirimu dari hawa nafsu dan dari penyelewangannya oleh syaitan dari kalangan jin dan manusia, dan (engkau jaga dirimu) dari seluruh kemungkaran, kefasikan, bid’ah dan seluruh kesesatan, maka akan dihilangkan darimu kemungkaran dengan tanpa terbebani, sebagaimana hal ini terjadi pada zaman kita ini, seseorang mengingkari satu kemungkaran namun terjerumus dalam banyak kemungkaran, dan kerusakan yang besar ….” [Al-Ghunyah 1/139-140]

Dan perkara lain yang kita ambil faedah dari kisah diatas bahwasanya Ibnu Mas’ud telah menempuh cara yang “syar’iyyah” (cara yang sesuai dengan agama) yang paling utama dalam merubah kemungkaran, tatkala ia mampu merubah kemungkaran dengan tangannya, maka iapun merubah kemungkaran dengan tangannya, ia pecahkan kendang dan ia hancurkan bejana minuman keras.

Sungguh pada diri Abdullah bin Mas’ud terdapat permisalan yang mengagumkan dalam keberanian dan maju membela kebenaran, serta dalam merubah kemungkaran. Ia tidak takut celaan orang yang suka mencela, padahal ia sendirian dan orang yang dilarang dari kemungkaran lebih dari satu, sebagaimana nampak dalam konteks cerita. Ditambah lagi padahal Abdullah bin Mas’ud adalah seorang yang pendek dan kurus (semoga Allah meridhai beliau).

Akan tetapi karena Abdullah bin Mas’ud adalah seorang yang mengagungkan hukum-hukum dan syiar-syiar Allah, maka hal ini mewariskan sikap penghormatan dan pengagungan, dan sungguh benarlah Amr bin Abdul Qais ketika ia berkata : “Barangsiapa yang takut kepada Allah, maka Allah menjadikan segala sesuatu takut kepadanya, dan barangsiapa yang tidak takut kepada Allah maka Allah akan menjadikannya takut terhadap segala sesuatu” [Sifatus Sofwah 3/208]

Dan dengan perbuatan Abdullah bin Mas’ud yang merubah kemungkaran dengan tangannya, kita akan mendapati seberapa besar belas kasih darinya dan seberapa besar kesempurnaan kelembutan dan nasehatnya kepada Dzaadzan. Karena tatkala Dzaadzan mendatanginya dalam keadaan bertaubat, iapun menghadapi dan memeluk Dzaadzan, lalu menangis lantaran gembira dengan taubat Dzaadzan. Dan Abdullah bin Mas’ud menghormatinya dengan ungkapan yang paling indah : “Selamat datang orang yang dicintai Allah”.

Sebagaimana firman Allah.

“Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” [Al-Baqarah : 222]

Bukan itu saja, bahkan Ibnu Mas’ud mempersilahkannya duduk dan mendekatkannya, dan menghidangkan kurma untuknya.

Demikianlah, ahli sunnah mengetahui kebenaran dan berdakwah kepada kebenaran, ahli sunnah sayang terhadap mahluk dan menasehati mereka.

Sebagaimana kita lihat dari kisah tadi bagaimana cerdas dan pintarnya Abdullah bin Mas’ud [Berkata Imam Dzahabi : Sesungguhnya Ibnu Mas’ud dianggap ulama yang cerdas, Lihat Siyar ‘Alamun Nubala 1/462] Lihatlah bagaimana Dzaadzan bertaubat. Karena sesungguhnya Dzaadzan adalah seorang penyanyi yang bagus suaranya, maka berkatalah Ibnu Mas’ud kepadanya : “Kalaulah yang terdengar dari suaramu yang bagus adalah Al-Qur’an maka engkau adalah engkau…engkau”. Dalam riwayat lain Ibnu Mas’ud berkata : “Alangkah bagusnya suara ini ! kalau seandainya ia membaca Al-Qur’an tentullah lebih baik”.

Sesungguhnya pengarahan yang lurus terdapat pada persiapan-persiapan dan kemampuan-kemampuan, dan meletakkannya pada tempatnya sesuai dengan syari’at ditambah lagi dengan memperhatikan tabiat jiwa manusia. Dan pengetahuan terhadap perasaannnya adalah penopang yang penting untuk kesuksesan dakwah, karena sesungguhnya jiwa itu tidak akan meninggalkan sesuatu melainkan diganti dengan sesuatu yang lain, maka haruslah memperhatikan pengganti yang sesuai dan inilah yang dipahami oleh Abdullah bin Mas’ud dan terlewatkan pemahaman ini oleh banyak manusia lainnya.

Ibnu Taimiyah berkata : “Agama Islam menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran, tidak akan tegak salah satunya melainkan dengan lainnya, maka janganlah seseorang melarang kemungkaran kecuali hendaknya ia juga menyuruh kebaikan dan menyingkirkan kemungakaran, sebagaimana ia menyuruh beribadah kepada Allah dan juga melarang dari beribadah kepada Allah dan juga melarang beribadah kepada selainNya, dimana perkara tertinggi adalah bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan jiwa itu diciptakan untuk beramal, bukan untuk meningalkan, dan hanyalah meninggalkan itu tujuan lainnya” [Iqtidho Sirotol Mustaqim 2/617]

Inilah fenomena yang mulia dari dakwah Salafush Shalih, dan dalam kitab-kitab yang menjelaskan biografi salafush shalih banyak dijumpai kisah-kisah yang indah (dalam kehidupan mereka), barangsiapa ingin mengambil contoh maka hendaklah mengambil contoh orang yang sudah meninggal dunia (para sahabat nabi), karena orang yang masih hidup tidak aman darinya fitnah.

Aku Bertaubat Kemudian Kembali Kepada Kemaksiatan

“Artinya : Katakanlah, ‘Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Az-Zumar : 53]

Para ulama bersepakat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang bertaubat. Barangsiapa yang bertaubat dari dosa-dosanya dengan taubat yang semurni-murninya, maka Allah mengampuni dosa-dosanya semuanya, berdasarkan ayat ini dan berdasarkan firmanNya.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kamu akan menutupi kesalahan-kesalahan dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai” [At-Tahrim : 8]

Allah Subhanahu wa Ta’ala mempertalikan penghapusan kesalahan-kesalahan dan masuk surga pada ayat ini dengan taubat yang semurni-murninya, yaitu perbuatan yang mencakup meninggalkan dosa, waspada terhadapnya, menyesali apa yang pernah dilakukannya, bertekad bulat untuk tidak kembali kepadanya,karena mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, menginginkan pahalanya, dan takut terhadap siksanya. Dan diantara syarat taubat ialah mengembalikan hak-hak yang dizhalimi kepada yang berhak menerimanya atau mereka yang memaafkannya, jika kemaksiatan tersebut berupa kezhaliman yang menyangkut darah, harta dan kehormatannya, maka ia banyak berdo’a untuknya, dan menyebut kebaikan-kebaikan amal yang dilakukan olehnya di tempat-tempat di mana ia pernah mengunjingkannya ; karena kebaikan-kebaikan akan menghapuskan keburukan-keburukan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” [An-Nur : 31]

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaitkan dalam ayat ini keberuntungan dengan taubat. Ini menunjukkan bahwa orang yang bertaubat itu orang yang beruntung lagi berbahagia. Jika orang yang bertaubat mengiringi taubatnya dengan iman dan amal shalih, maka Allah menghapuskan keburukan-keburukannya dan menggantinya dengan kebajikan-kebajikan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Furqan, ketika menyebutkan kesyirikan, membunuh dengan tanpa hak dan zina.

“Artinya : Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih ; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Furqn ; 68-70]

Di antara sebab taubat ialah ketundukan kepada Allah, memohon hidayah dan taufik kepadaNya, serta agar Dia memberi karunia berupa taubat kepadamu. Dialah yang berfirman.

“Artinya : Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” [Al-Mukmin : 60]

Dialah yang berfirman.

“Artinya : Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan pemohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepadaKu” [Al-Baqarah : 186]

Diantara sebab-sebab taubat juga dan istiqomah di atasnya ialah berteman dengan orang-orang yang baik dan meneladani amalan-malan mereka, serta menjauhi berteman dengan orang-orang yang jahat. Shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

“Artinya : Seseorang itu tergantung agama temannya, maka hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan kepada siapa berteman” [Hadits Riwayat Abu Daud dalam Al-Adab, 4833,At-Tirmidzi dalam Az-Zuhud 2378, Ahmad 8212]

Beliau bersabda.

“Artinya : Perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk ialah seperti pembawa minyak wangi dan pandan besi.Pembawa minyak wangi mungkin akan memberi minyak kepadamu, kamu membeli darinya, atau kamu mencium baunya yang harum. Sedangkan pandan besi, mungkin akan membakar pakaiannmu atau kamu mencium bau yang tidak sedap” [Hadits Riwayat Al-Bukhari alam Al-Buyu 2102, Muslim dalam Al-Birr wa Ash-Shilah 2628]

[Kitab Ad-Da’wah, Al-Fatawa, hal.251, Syaikh Ibnu Baz]

NASIHAT PERNIKAHAN UNTUK SUAMI DAN ISTERI

Pernikahan adalah suatu perjanjian yang besar, suatu pertanggungjawaban yang berat bagi seorang laki-laki, yang mana dia mengambil seorang w...