Baik Buruk Peranan Hati
Dalam kehidupan, manusia tidak dapat lari dari pergaulan sekitar kita. Sumber utama yang menjadi kunci adalah hati yang menjadi peranan penting dalam jiwa dan kehidupan Muslim untuk menegak iman yang kuat serta jati diri yang berasaskan ketakwaan kepada Allah serta mengingati-Nya dengan berzikir dan bersolawat kepada Rasulullah sepanjang masa.
Firman Allah dalam surah al-Anfal 8, ayat 2 menyentuh kepentingan hati:
“Sesunguhnya orang orang beriman itu apabila mereka menyebut Allah terasa gemetarlah hati-hati mereka.”
Iman menunjukkan keikhlasan hati yang sehat akan membuahkan keimanan yang kuat dan akan membawa kepada jiwa yang bersih serta fikiran yang tenang dan menampakkan keikhlasan dalam pergaulan.
Hati membayangkan keikhlasan iman seseorang berdasarkan apa yang diungkapkan oleh lidah atau gerak gerik dan tingkah laku dalam pergaulan harian, ini sudah dapat difahami bahwa itu adalah kehendak hati walaupun tidak sembarang penjelasan melalui percakapan.
Sekiranya hati selalu sehat pergaulan dan persahabatan senantiasa harmonis dan bahagia. Sebaliknya andai hati tidak sehat maka tidak ada tolak ansur dalam pergaulan. Setiap tindakan sudah nampak tidak ikhlas dan boleh membawa kepada munafik disebabkan sering nya berbohong dan memutarbalikkan fakta untuk melindung diri dari kesalahan.
Begitulah peranan hati dalam menjalani kehidupan di dunia ini, tetapi setiap insan sering lupa bahwa segala tindakan di dunia ini adalah penentuan hidup yang akan sampai di antara dua persimpangan di hari pembalasan baik atau buruk, ke syurga atau neraka. Malangnya jalan yang dilalui dalam kehidupan setiap insan senantiasa melalaikan kecuali yang beriman. oleh sebab itu Rasulullah senantiasa memberi peringatan terhadap umatnya melalui sabda baginda:
‘Kasihilah olehmu terhadap saudaramu seperti mana kamu mengasihi dirimu sendiri.’
Baik Buruk Peranan Hati.
Hati merupakan sumber yang sangat penting dan tersembunyi dalam diri setiap insan. la memainkan peranan yang sangat bermakna dalam kehidupan seharian. Rasulullah s.a.w. menyatakan soal hati seperti berikut:
‘Ketahuilah kamu di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan segala perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya. Ketahuilah kamu bahwa ia adalah hati’
Berdasarkan hadis di atas bahawa kebaikan manusia atau keburukannya datang dari hati, karena hati adalah pengarah bagi pancaindera yang lahir. Jika hatinya baik maka baiklah segala perbuatannya serta rasa senang ketika sahabat dan keluarga mendekatinya dalam pergaulan. Andai hatinya buruk dan busuk, maka segala perbuatannya akan jahat dan keji, senantiasa cenderung ke arah maksiat mengikut kehendak hati dan hawa nafsu, dan pemikirannya ketika itu pula akan kalah dan senantiasa ditepis. Oleh itu, hati adalah kepala bagi seluruh anggota, manakala anggota-anggotanya yang lain adalah tentera. Anggota-anggota ini sering melakukan sesuatu mengikut kehendak hati. Andai baik hati maka baiklah dalam pergaulan. Andai sebaliknya, maka kawan dan sahabat seringi kali menjadi mangsa. Dalam masalah ini Allah s.w.t senantiasa mengingatkan kepada hamba Nya melalui firman Nya dalam al Quran, surah al Syu'ara' 26, ayat 88-89 yang berbunyi:
“Di hari yang tidak ada manfaat selama ada harta benda begitu juga anak-anak melainkan siapa yang menghadap Allah dengan hati yang suci murni (yaitu penuh keikhlasan) karena Allah semata-mata.”
Hati yang dilihat di sisi Allah ialah hati yang suci bersih dari segala maksiat, syubhat, hasud dengki dan iri dari sesuatu yg makruh atau yang dibenci oleh Allah. Sebab itu Rasulullah s.a.w senantiasa berdoa kepada Allah dengan sabdanya:
‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon darimu hati yang suci bersih’
Walaupun Rasulullah s.a.w seorang yang maksum, tetapi ia senantiasa berdoa agar hatinya suci bersih. Hal ini adalah bertujuan sebagai teladan bagi umatnya.
Dengan demikian hati yang suci bersih dari semua kejahatan itu ialah hati yang bersih dari segala penyakit yang dibenci oleh Allah seperti hasud, dengki, dendam, iri hati, cemburu di balik kebahagian orang lain atau merencanakan sesuatu yang tidak baik bertujuan menganiaya orang lain dan sebagainya.
Seandainya tidak ada perkara perkara tersebut di atas, sudah tentu hati itu akan senantiasa kasih kepada Allah dengan melakukan perkara perkara yang diridhai oleh Allah dengan rasa ikhlas. Teman dan sahabat juga akan menyenanginya dalam pergaulan dan Allah senantiasa mengasihinya.
Situasi ini sangat dititik beratkan oleh syariat karena hati memainkan peranan penting ke arah teguhnya keimanan dan memantapkan keyakinan akidah seseorang yang beriman kepada Allah berdasarkan sabda Rasulullah s.a.w yang berbunyi:
‘Tidak tetap iman seseorang hamba sehingga tetap pendirian nya.’
Bagi menentukan ketetapan iman atau sebaliknya dengan berdasarkan segala amalan anggota lahiriah yang berlandaskan niat hati karena kejujuran amalan itu tidak wujud melainkan terletak pada hati yang ikhlas.
Tetap Pendirian
Istilah tetap pendirian boleh diartikan dengan jati diri dan dalam bahasa Arab disebut istiqaah qulub seperti mana tersebut dalam hadis di atas. Bagi seseorang yang tetap pendiriannya, ia tidak mudah dipengaruhi oleh pihak yang tidak baik atau hasutan jahat yang akan membawa kemusnahan diri. Apabila disentuh soal keimanan pula, seseorang yang tetap pendirian itu disebut sebagai kuat iman atau warak, yaitu hatinya senantiasa merasa ingat dan patuh kepada larangan dan perintah Allah dan senantiasa melakukan sesuatu ke arah yang diredai oleh Allah sepanjang hayatnya secara baik dan sabar. Sebab itulah sekiranya Allah menginginkan hambanya baik, maka diperbaikilah isi hatinya dengan mengenali Allah dan sifatnya serta memahami segala ilmu agama dan hikmah keagungan ilmu itu sendiri. Manakala jiwanya merasa betapa nikmatnya memahami sesuatu bidang ilmu dengan mendalami dan baik dengan merasakan kemanisan ilmu seperti mana ia merasakan kemanisan iman. Pepatah Arab menyatakan:
‘Kemanisan ilmu bila dikuasai oleh orang yang ada kemanisan iman bagaikan kemanisan tamar yang terhidang di hadapan orang yang sedang berbuka puasa.’
Pepatah ini menggambarkan perwatakan orang yang beriman dan berilmu apabila disertai dengan kesabaran terasa senang dan tenang serta sejuk setiap mata yang memandang.
Itulah peranan hati dalam kehidupan. Hati dapat memberikan kewibawaan seseorang melalui gerak gerik dan perilaku yang disenangi dalam pergaulan harian selama ada di tempat kerja seperti majikan dengan pekerjanya atau sebaliknya ataupun di mana saja atau dengan siapapun yang berdamping dengannya. siapapun juga yang ada kaitan dalam melaksanakan sesuatu pembicaraan akan menjadikan contoh sering kali tidak mudah gegabah dalam memutuskan sesuatu keputusan. Inilah sikap orang yang tetap pendirian dengan arti kata jati diri yang berlandaskan iman, ilmu, dan akal yang mantap yang dapat merealisasikan keadaan pergaulan yang sempurna dan tenang. Sebaliknya orang yang mati hati itu tidak mau ambil pusing seperti yang disyariatkan oleh Allah dan tidak mau memahami adab di dalam pergaulan atau hubungan sesama manusia sama ada soal memberi salam atau menerima salam orang lain tidak disampaikan kepada penerima. Begitu juga masalah izin untuk memasuki ke dalam rumah orang lain, jauh sekali hendak menghormati hak sesama manusia atau berterima kasih kepada orang yang memberi pertolongan kepadanya. Secara tidak langsung balasan buruk baik selepas mati tidak sekali-kali dihiraukan, jauh sekali hendak memikir kebesaran Allah dan keagungan maha pencipta. (Imam Falkhhruddin Al-Razi Al-Shafie 1990, 52-53)
Sebab itu Allah menggambarkan kedudukan mereka dalam al Quran seperti binatang ternak dalam firman-Nya dalam surah al A'raf, ayat 179:
“Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat dari itu.”
Itulah gambaran orang yang mati hati tidak dapat memahami apa maksud segala kejadian Allah, maka ia tidak mampu menghasilkan segala kelebihan yang Allah anugerahkan kepadanya. Akhirnya mereka lengah dan tidak mengambil berat akan segala suruhan Allah. Hidup mereka dalam kejahilan yang mati dari kesadaran akidah yang menjadi asas kepada agama Islam, sedangkan ia mengaku dirinya adalah Islam. Golongan inilah yang digambarkan hidup mereka sebagai kuburan nyawa dan roh mereka sendiri seperti mana yang digambarkan oleh penyair di dalam syairnya dibawah ini.
‘Dalam kejahilan sebelum mati ia merupakan mati kepada si jahil dan jasad mereka sebelum berkubur telah terkubur. Roh mereka telah bersangkar dalam kekejian jasad yang jahil maka bagi mereka tiada harapan sebelum jasad mereka hancur mereka telah hancur.’
Maksud jahil di sini ialah mati hati dan rohani, yaitu jahil untuk mengenali Allah dan segala ilmu yang disyariatkan kepada hambanya untuk mendalami dan beramal dengannya semasa roh dikandung jasad. Kerana ilmu itu dari Allah khusus untuk hamba Nya yang beriman dan ilmu Allah itu merupakan cahaya yang dapat menghidupkan hati dari segala kejahilan. Seandainya seseorang hamba itu menjauhkan diri dari ilmu Allah maka hatinya terus mati, ibarat tanah tanpa hujan tiada tumbuh tumbuhan yang menghiasi di permukaannya. (Ibnu Qaim Al-Juziah 691-751H. 273-276 ms.)
Oleh sebab itulah Lukmanulhakim telah menasihati anaknya dengan katanya:
‘Wahai anakku, duduklah bersama ulama dan berbincanglah bersama mereka dengan penuh dedikasi, maka sesungguhnya Allah akan menghidupkan segala isi hati hambanya dengan cahaya hikmah ilmu-Nya seperti mana menyuburkan bumi dengan tetesan hujan’.
Demikian juga Muaz bin Jabal pernah menegaskan: "Tuntut olehmu akan ilmu sesungguhnya menuntut ilmu kerana Allah akan menjadikan kamu takut kepada-Nya. Menuntut ilmu adalah ibadat, mengingati ilmu merupakan tasbih, membincangnya pula adalah jihad dan sekiranya kamu ajar kepada orang yang tidak mengetahui adalah sedekah. Manakala menghabiskan masa dengan ahli ilmu merupakan pendekatan diri kepada Allah dan ilmulah yang memberi pengetahuan terhadap kamu soal halal haram, makruh atau syubhah yang akan terpelihara diri kamu dari api neraka".
Oleh itu, senantiasalah mendekati dengan ilmu kerana ia menyegarkan hati dan rohani yang telah terkulai layu. Sekiranya kita patuhi segala kehendak ilmu pengetahuan yang kita ketahui ia akan menerangi jalan kebahagiaan dunia dan akhirat, kerana ilmu satu satunya yang dapat menjinakkan jiwa yang liar serta menghidupkan hati yang mati. Dengan demikian hati yang mati ini tiada yang dapat menghidupkannya melainkan ilmu dan iman serta keikhlasan beribadat kepada Allah saja. Yang dimaksud dengan menghidupkan hati dengan ilmu ialah dengan sentiasa berzikir, istighfar, selawat ke atas Rasulullah, memaafkan kesalahan orang lain, ikhlas, murah hati dan jauh daripada maksiat. Dengan demikian bolehlah dikatakan hati yang hidup.
Kita boleh mengenali hati yang hidup ini karena ia mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu menunjukkan sikap rendah diri serta sifat-sifat seperti pemaaf, pemurah, tidak tinggi hati atau menunjuk nunjuk, tidak sombong dan tidak mengeluarkan kata-kata yang akan menyinggung perasaan orang lain. Di samping itu, apabila dilihat kepadanya, maka akan nampaklah ciri-ciri keimanan seperti khusyuk, lemah lembut, sabar mendengar dan menerima pendapat orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri serta bersimpati dengan orang yang kurang bernasib baik dan bersifat tolong menolong, dan bertimbang rasa. Inilah gambaran orang yang hatinya tidak mati.
Manakala hati yang mati amat ditakuti oleh setiap insan yang beriman. Bagi orang yang beriman, mereka tidak takut mati apabila sampai ajalnya karena bekalan sudah sempurna, tetapi yang amat ditakuti ialah sekiranya mati hati. Ini kerana mati hati menjadikanjasad hidup dalam keadaan hina disebabkan nafsu tidak berpandukan akal. Ketika itu kedudukan jasad tidak berguna lagi sama ada di sisi Allah atau pada pandangan masyarakat. Oleh yang demikian, hati yang mati adalah pembunuh jiwa yang sehat, manakala jiwa yang sehat berpuncak dari hati yang hidup bernafaskan iman. sebab itu hati memainkan peranan yang sangat penting ke arah jiwa yang baik dan tenang serta sanggup memikul segala gambaran yang akan datang, ibarat bunga yang segar mengeluarkan keharuman yang menyegar setiap individu dan masyarakat yang mendampinginya. Sebaliknya hati yang mati tiada keharuman jiwa, ibarat bunga yang busuk sentiasa mengeluarkan bauan yang tidak menyenangkan orang lain. Dengan kata lain, orang yang mati hati tidak hertimbang rasa terhadap orang yang kurang bernasib baik. (Abi Hamid Muhammad M Gazali, 1989. 149)
Kewajiban Menjaga Hati Dan Cara Mengobatinya
Menurut Imarn Al-Ghazali, kewajiban manusia yang sehat ialah menjaga dan memperbaiki niat hatinya serta menjauhkan segala anggapan dan sangkaan buruk kepada saudaranya ketika bergaul sesama rakan. Kewajiban inilah yang dituntut oleh syariat kepada semua mukalaf supaya menjaga hati mereka untuk menjadi insan yang kamil dan sempurna dunia dan akhirat. Hati merupakan anggota yang paling berbahaya, dan sesiapa yang mempunyai hati yang sakit dan mati, maka ia akan memberi kesan yang sangat buruk terhadap permasalahan yang sukar untuk diperbaiki. Oleh yang demikian Imam Al-Ghazali menggariskan beberapa asas sebagai panduan menjaga dan mengubati hati.
Asas pertama: Firman Allah dalam surah al-Ghafir, ayat 19 berbunyi:
“Allah mengetahui segala pengkhianatan yang bermula dari mata dan apa yang tersembunyi di dada setiap hamba.”
Dalil di atas dapat diartikan jika seseorang berhasrat atau terlintas di hatinya hendak menghasut, prasangka, atau melakukan niat jahat, maka ingatlah bahwa Allah amat mengetahui setiap rahsia yang terdetik di dada hambanya melalui dalil al-Quran yang terdapat dalam surah al Maidah, ayat 7:
“Sesungguhnya Allah mengetahui akan segala isi hati yang bersembunyi di dada hambanya.”
Berdasarkan ayat di atas, Allah memperkuatkan lagi keyakinan hamba-Nya dengan firman-Nya dalam surah al-Ahzab, ayat 51:
“Dan Allah amat mengetahui setiap apa yang terkandung di dalam hati kamu.”
Oleh sebab itu beberapa kali Allah menyebut dalam al Quran dengan kalimah “Amat mengetahui segala isi hati hamba-Nya” dengan tujuan supaya setiap hamba mengetahui segala ilmu Allah dan taat kepadaNya bagi mengingati dan berhati-hati supaya tidak dilakukan perbuatan yang dilarang secara sengaja atausebaliknya.
Allah memberikan peringatan itu kerana manusia sering melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah dengan mengikut hawa nafsu dan kehendak hati yang amat sukar untuk dihindarkan sedangkan Allah amat mengetahui zahir dan batin juga segala niat isi hati yang mengatur segala perilaku hambanya. Berdasarkan demikian Imam Al-Ghazali telah memberi satu pesan : "Lihat olehmu akan apa yang kamu mengetahui dari segala hatimu". Maksudnya renungkanlah segala apa yang mendatangkan kebaikan dari segala kerja hati yang terdiri dari keinginan hati, cita cita, hasrat dan tujuan. Sekiranya baik teruskanlah, andai sebaliknya hentikan dengan segera.
Asas kedua: Sabda Rasulullah s.a.w.
‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa paras kamu dan tidak kepada tubuh badan kamu, dan sesungguhnya Allah tetap melihat kepada hati kamu dan segala amalan kamu yang berlandaskan keikhlasan hati.’
Di sini menunjukkan ketetapan hati yang ikhlas merupakan tempat utama yang difokuskan olch Allah swt untuk diberi ganjaran. Tetapi alangkah aneh dan heran sekali manusia melakukan sesuatu sering kali terlupa kepada Allah tetapi yang diingat ialah untuk mendapat pujian dan sanjungan serta penghormatan sesama manusia. Inilah yang menjadi ukuran dalarn pengorbanan seharian tanpa keikhlasan yang sebenar. (Imam Abi Abdul Rahman Al-Sulma. 330 412H, ms 10)
sumber ketiga: Hati merupakan ketua kepada anggota manakala anggota anggota lain adalah ikutan kepada hati, jika elok isi hati maka tetaplah pendiriannya serta eloklah perilaku anggota anggota lain yang sernuanya mengikut kehendak hati. Berdasarkan sabda Rasulullah s.a.w. di dalam hadis yang berbunyi:
‘Sesungguhnya di dalam jasad manusia didapati segumpal darah, apabila baik maka baiklah keseluruhan badannya, dan apabila buruk maka buruklah segala keperibadiannya, adakah tidak kamu tahu sesungguhnya itulah hati.’
Berdasarkan ayat ayat di atas dan juga hadis menunjukkan hati merupakan anggota yang. paling berharga, tempatbersemayam segala kemuliaan seorang hamba, asas segala amalan lahir dan batin. Hati adalah ketua segala anggota yang merupakan panduan kepada rohani dan jiwa setiap insan. Demikianlah peranan hati sangat besar tanggunjawabnya ke arah mengendalikan nilaian diri, manakala kejahilan pula mematikan hati dan rohani sekalipun badannya hidup dan bergerak di muka burni. Jasadnya merupakan kubur bagi hati yang telah mati. Perkara sedemikian dapat dielakkan sekiranya kita belajar dan mengetahui akan segala ilmu Allah yang, disyariatkan kepada kita. Ilmu Allah ini dapat menjadi obat keimanan dan penawar. Untuk menghidupkan hati yang telah mati, kita hendaklah rnelakukan ibadah dan berahkhlak mulia sesama manusia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
NASIHAT PERNIKAHAN UNTUK SUAMI DAN ISTERI
Pernikahan adalah suatu perjanjian yang besar, suatu pertanggungjawaban yang berat bagi seorang laki-laki, yang mana dia mengambil seorang w...

-
Hadits ke-1 Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjumpai Umar Ibnu Al-Khaththa...
-
“Dan tinggallah manusia2 yg buruk, yg seenaknya mlakukan persetubuhan spt khimar (kledai). Maka pd zaman mreka inilah kiamat akan datang.” ...
-
Qur'an dan Terjemah SURAT 41. AL FUSHSHILAT Terjemahan Text Qur'an Ayat Haa Miim. حم 1 Diturunkan dari Tuhan Y...
No comments:
Post a Comment