Kitab Permulaan Turunnya Wahyu
Bab Bagaimana
Permulaan Turunnya Wahyu kepada Rasulullah saw. dan Firman Allah Ta'ala,
"Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
kemudiannya."
Dari Alqamah bin
Waqash al-Laitsi, ia berkata, "Saya mendengar Umar ibnul Khaththab r.a.
(berpidato ) di atas mimbar, 'Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,
'(Wahai manusia), sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya (dalam satu
riwayat: amal itu dengan niat) dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang
diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya (kepada Allah dan Rasul Nya, maka
hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya. Dan, barangsiapa yang hijrahnya)
kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan
dinikahinya (dalam riwayat lain: mengawininya ), maka hijrahnya itu kepada
sesuatu yang karenanya ia hijrah."
Aisyah r.a.
mengatakan bahwa Harits bin Hisyam r.a. bertanya kepada Rasulullah saw., "Wahai
Rasulullah, bagaimana datangnya wahyu kepada engkau?" Rasulullah saw. menjawab,
"Kadang-kadang wahyu itu datang kepadaku bagaikan gemerincingnya lonceng, dan
itulah yang paling berat atasku. Lalu, terputus padaku dan saya telah hafal
darinya tentang apa yang dikatakannya. Kadang-kadang malaikat berubah rupa
sebagai seorang laki-laki datang kepadaku, lalu ia berbicara kepadaku, maka saya
hafal apa yang dikatakannya." Aisyah r.a. berkata, "Sungguh saya melihat beliau
ketika turun wahyu kepada beliau pada hari yang sangat dingin dan wahyu itu
terputus dari beliau sedang dahi beliau mengalirkan keringat"
Aisyah r.a.
berkata, "yang pertama (dari wahyu) kepada Rasulullah saw. adalah
mimpi yang baik di dalam tidur. Beliau tidak pernah bermimpi melainkan akan
menjadi kenyataan seperti merekahnya cahaya subuh. Kemudian beliau gemar
bersunyi. Beliau sering bersunyi di Gua Hira. Beliau beribadah di sana, yakni
beribadah beberapa malam sebelum rindu kepada keluarga beliau, dan mengambil
bekal untuk itu. Kemudian beliau pulang kepada Khadijah. Beliau mengambil bekal
seperti biasanya sehingga datanglah kepadanya (dalam riwayat lain disebutkan:
maka datanglah kepadanya) kebenaran. Ketika beliau ada di Gua Hira, datanglah
malaikat (dalam nomor 8/67) seraya berkata, 'Bacalah!' Beliau berkata, 'Sungguh
saya tidak dapat membaca. Ia mengambil dan mendekap saya sehingga saya lelah.
Kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, 'Bacalah!' Maka, saya berkata,
'Sungguh saya tidak dapat membaca:' Lalu ia mengambil dan mendekap saya yang
kedua kalinya, kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, 'Bacalah!' Maka,
saya berkata, 'Sungguh saya tidak bisa membaca' Lalu ia mengambil dan mendekap
saya yang ketiga kalinya, kemudian ia melepaskan saya. Lalu ia membacakan,
"Iqra' bismi rabbikalladzi khalaq. Khalaqal insaana min'alaq. Iqra' warabbukal
akram. Alladzii 'allama bil qalam. 'Allamal insaana maa lam ya'lam. 'Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar
manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. Lalu Rasulullah saw. pulang dengan membawa ayat itu dengan
perasaan hati yang goncang (dalam satu riwayat: dengan tubuh gemetar). Lalu,
beliau masuk menemui Khadijah binti Khuwailid, lantas beliau bersabda,
'Selimutilah saya, selimutilah saya!' Maka, mereka menyelimuti beliau sehingga
keterkejutan beliau hilang. Beliau bersabda dan menceritakan kisah itu kepada
Khadijah, 'Sungguh saya takut atas diriku.' Lalu Khadijah berkata kepada beliau,
'Jangan takut (bergembiralah, maka) demi Allah, Allah tidak akan menyusahkan
engkau selamanya. (Maka demi Allah), sesungguhnya engkau suka menyambung
persaudaraan (dan berkata benar), menanggung beban dan berusaha membantu orang
yang tidak punya, memuliakan tamu, dan menolong penegak kebenaran.' Kemudian
Khadijah membawa beliau pergi kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza
(bin Qushai, dan dia adalah) anak paman Khadijah. Ia (Waraqah) adalah seorang
yang memeluk agama Nasrani pada zaman jahiliah. Ia dapat menulis tulisan Ibrani,
dan ia menulis Injil dengan bahasa Ibrani (dalam satu riwayat: kitab berbahasa
Arab. dan dia menulis Injil dengan bahasa Arab) akan apa yang dikehendaki Allah
untuk ditulisnya. Ia seorang yang sudah sangat tua dan tunanetra. Khadijah
berkata, Wahai putra pamanku, dengarkanlah putra saudaramu!' Lalu Waraqah
berkata kepada beliau, Wahai putra saudaraku, apakah yang engkau lihat?' Lantas
Rasulullah saw: menceritakan kepadanya tentang apa yang beliau lihat. Lalu
Waraqah berkata kepada beliau, 'Ini adalah wahyu yang diturunkan Allah kepada
Musa! Wahai sekiranya saya masih muda, sekiranya saya masih hidup ketika kaummu
mengusirmu....' Lalu Rasulullah saw. bertanya, 'Apakah mereka akan mengusir
saya?' Waraqah menjawab, 'Ya, belum pernah datang seorang laki-laki yang
(membawa seperti apa yang engkau bawa kecuali ia ditolak (dalam satu riwayat:
disakiti / diganggu). Jika saya masih menjumpai masamu, maka saya akan
menolongmu dengan pertolongan yang tangguh.' Tidak lama kemudian Waraqah
meninggal dan wahyu pun bersela, [sehingga Nabi saw. bersedih hati karenanya -
menurut riwayat yang sampai kepada kami - dengan kesedihan yang amat dalam yang karenanya
berkali-kali beliau pergi ke puncak-puncak gunung untuk menjatuhkan diri dari
sana. Maka, setiap kali beliau sudah sampai di puncak dan hendak menjatuhkan
dirinya, Malaikat Jibril menampakkan diri kepada beliau seraya berkata, 'Wahai
Muhammad, sesungguhnya engkau adalah Rasul Allah yang sebenarnya.' Dengan
demikian, tenanglah hatinya dan mantaplah jiwanya. Kemudian beliau kembali
pulang. Apabila dalam masa yang lama tidak turun wahyu, maka beliau pergi ke
gunung seperti itu lagi. Kemudian setelah sampai di puncak, maka Malaikat Jibril
menampakkan diri kepada beliau seraya berkata seperti yang dikatakannya pada
peristiwa yang lalu -]." [Namus (yang di sini diterjemahkan dengan Malaikat
Jibril) ialah yang mengetahui rahasia sesuatu yang tidak diketahui oleh orang
lain].
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw. adalah orang
yang paling suka berderma [dalam kebaikan 2/228], dan paling berdermanya beliau
adalah pada bulan Ramadhan ketika Jibril menjumpai beliau. Ia menjumpai beliau
pada setiap malam dari [bulan] Ramadhan [sampai habis bulan itu], lalu
Jibril bertadarus Al-Qur'an dengan beliau. Sungguh Rasulullah saw. adalah
[ketika bertemu Jibril - ] lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang
dilepas."
Pendahuluan
Segala puji bagi
Allah. Kami memuji-Nya, minta tolong kepada-Nya, dan minta ampun kepada-Nya.
Kami mohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan nafsu dan kejelekan
perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada yang
dapat menyesatkannya. Barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka tiada yang dapat
memberi petunjuk kepadanya.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah. "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (Ali Imran: 102)
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya. Dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan wanita yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (an- Nisaa': 1)
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesunguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar." (al-Ahzab: 70-71)
I'tikaf
I'tikaf
pada Sepuluh Hari Terakhir (Bulan Ramadhan) dan I'tikaf dalam Semua Masjid,
Firman Allah, "Janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beri'tikaf
dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikian
Allah menerangkan aya-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa."
(al-Bagarah: 187)
Abdullah
bin Umar r.a. berkata, "Rasulullah biasa melakukan i'tikaf pada sepuluh hari
yang terakhir dari bulan Ramadhan."
Aisyah r.a.
istri Nabi mengatakan bahwa Nabi saw. selalu beri'tikaf pada sepuluh hari yang
terakhir dari bulan Ramadhan sehingga Allah mewafatkan beliau. Setelah itu para
istri beliau beri'tikaf sepeninggal beliau.
Wanita
yang Sedang Haid Menyisir Rambut Orang yang Sedang Beri'tikaf
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits
Aisyah
Orang
yang Beri'tikaf Tidak Boleh Masuk Rumah Kecuali karena Ada
Keperluan
Aisyah r.a.
berkata, "Sungguh Rasulullah memasukkan kepala beliau kepadaku ketika beliau
sedang beri'tikaf di masjid, lalu saya menyisirnya. Apabila beliau beri'tikaf,
maka beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena ada keperluan."
Membasuh
atau Mencuci Orang yang Sedang Beri'tikaf
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah
Mengerjakan I'tikaf pada Waktu Malam
Ibnu Umar
r.a. mengatakan bahwa Umar bertanya kepada Nabi saw. (dalam satu riwayat: dari
Ibnu Umar dari Umar ibnul Khaththab bahwa dia) berkata, "(Wahai
Rasulullah! Pada zaman jahiliah dulu, saya bernazar untuk beri'tikaf semalam di
Masjidil Haram." Beliau bersabda, "Penuhilah nazarmu." (Lalu Umar beri'tikaf
semalam).
I'tikafnya Kaum Wanita
Aisyah r.a.
berkata, "Nabi beri'tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari (dalam satu riwayat:
setiap) bulan Ramadhan. Maka, saya buatkan untuk beliau sebuah tenda.
Setelah shalat subuh, beliau masuk ke dalam tenda itu. (Apakah Aisyah meminta
izin kepada beliau untuk beri'tikaf? Lalu Nabi memberinya izin, lantas dia
membuat kubah di dalamnya. Maka, Hafshah mendengarnya). Kemudian Hafshah meminta
izin kepada Aisyah untuk membuat sebuah tenda pula, maka Aisyah mengizinkannya.
Kemudian Hafshah membuat tenda (dalam satu riwayat: kubah). Ketika Zainab binti
Jahsy melihat tenda itu, maka ia membuat tenda untuk dirinya. Ketika hari telah
subuh, Nabi melihat tenda-tenda itu (dalam satu riwayat: melihat empat buah
kubah). Lalu, Nabi bertanya, 'Tenda-tenda apa ini?' Maka, diberitahukan orang
kepada beliau (mengenai informasi tentang mereka). Lalu, Nabi bersabda, 'Apakah
yang mendorong mereka berbuat begini? Bagaimanakah sebaiknya menurut pikiran
kamu mengenai mereka? (Aku tidak melakukan i'tikaf sekarang).' Lalu,
beliau menghentikan i'tikafnya dalam bulan itu. Kemudian beliau beri'tikaf pada
sepuluh hari (terakhir) bulan Syawwal."
Beberapa
Tenda di dalam Masjid
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Aisyah di
atas.
Apakah
Dibolehkan Orang yang Beri'tikaf Itu Keluar ke Pintu Masjid Sebab Ada
Keperluan
Shafiyyah
istri Nabi mengatakan bahwa ia datang mengunjungi Rasulullah pada saat beliau
i'tikaf di masjid pada sepuluh (malam) yang akhir pada bulan Ramadhan. (Pada
waktu itu di sisi beliau ada istri-istri beliau, lalu mereka bubar). Lalu,
ia bercakap-cakap kepada beliau sesaat, kemudian ia berdiri hendak pulang.
(Beliau berkata kepada Shafiyyah binti Huyai, "Janganlah tergesa-gesa sehingga
aku pulang bersamamu." Dan rumah Shafiyyah berada di kampung Usamah bin Zaid). Kemudian Nabi berdiri bersama untuk mengantarkannya pulang. Sehingga,
ketika sampai di (sekat ) pintu masjid yang ada di pintu (dalam satu
riwayat: tempat tinggal) Ummu Salamah (istri Nabi), lewatlah dua orang laki-laki
kalangan Anshar. Lalu, mereka memberi salam kepada Rasulullah (Dalam satu
riwayat: lalu mereka memandang kepada Rasulullah, kemudian keduanya berlalu.
Dalam riwayat lain: bergegas). Maka, Nabi bersabda kepada keduanya, "Tunggu!
(Kemarilah), dia adalah Shafiyyah binti Huyyai." Kemudian mereka berkata,
"Subhanallah, wahai Rasulullah." Hal itu berat dirasa oleh kedua orang itu, maka
Nabi bersabda, "Sesungguhnya setan itu dapat mencapai pada manusia pada apa yang
dicapai oleh (dalam satu riwayat: mengalir di dalam tubuh anak Adam pada tempat
mengalirnya) darah. Aku khawatir setan itu melemparkan (suatu keburukan, atau
beliau bersabda:) sesuatu ke dalam hatimu berdua." (Aku bertanya kepada Sufyan,
"Apakah Shafiyyah datang kepada Nabi pada waktu malam?" Dia menjawab, "Bukankah
ia tidak lain kecuali malam hari?").
Nabi
Keluar Mengerjakan I'tikaf pada Pagi Hari Tanggal Dua Puluh
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Abu Sa'id
I'tikafnya Wanita Istihadhah
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah
Kunjungan Seorang Wanita Kepada Suaminya yang Sedang Beri'tikaf
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan hadits Shafiyyah
Apakah
Orang yang Beri'tikaf Itu Boleh Membela Dirinya
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits
Shafiyyah
Orang
Yang Keluar dari I'tikaf ketika Subuh
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits
Abu Sa'id
Mengerjakan I'tikaf dalam Bulan Syawwal
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah di muka.")
Orang
yang Tidak Memandang Harus Berpuasa Jika Hendak Mengerjakan I'tikaf
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar
Apabila
Seseorang Bernazar pada Zaman Jahiliah untuk Beri'tikaf, Kemudian Ia Masuk
Islam
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar
Beri'tikaf dalam Sepuluh Hari Pertengahan Bulan Ramadhan
Abu Hurairah
r.a. berkata, "Nabi biasa beri'tikaf dalam setiap bulan Ramadhan selama sepuluh
hari. Kemudian setelah datang tahun yang pada tahun itu beliau dicabut ruhnya
(yakni wafat), beliau itikaf selama dua puluh hari."
Orang Yang Hendak Beritikaf, Kemudian Terlintas dalam Hatinya untuk
Keluar
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah
Orang
yang Itikaf Memasukkan Kepalanya ke Rumah untuk Dibasuh atau Dicuci
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
Keutamaan Lailatul Qadar
Keutamaan
Lailatul Qadar Allah berfirman, "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya
(Al-Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan, tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala
urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (al-Qadr:
1-5)
Ibnu 'Uyainah berkata, "Apa yang disebutkan di dalam AI-Qur'an dengan kata 'Maa adraaka' 'apakah yang telah memberitahukan kepadamu' sesungguhnya telah diberitahukan oleh Allah. Apa yang disebutkan dengan kata kata 'Maa yudriika' 'apakah yang akan memberitahukan kepadamu', maka Allah belum memberitahukannya."[1]
Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah
Mencari
Lailatul Qadar pada Tujuh Malam yang Terakhir
Mencari
Lailatul Qadar pada Malam yang Ganjil dalam Sepuluh Malam Terakhir
Dalam hal ini
terdapat riwayat Ubadah.[2]
Aisyah r.a.
berkata, "Rasulullah ber'itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, dan
beliau bersabda, 'Carilah malam qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam
terakhir dari bulan Ramadhan."
Ibnu Abbas
r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Carilah Lailatul Qadar pada malam
sepuluh yang terakhir dari (bulan) Ramadhan. Lailatul Qadar itu pada sembilan
hari yang masih tersisa,[3] tujuh yang masih tersisa, dan lima yang masih
tersisa." (Yakni Lailatul Qadar).
Ibnu Abbas
berkata, "Carilah pada tanggal dua puluh empat."[4]
Dihilangkannya Pengetahuan tentang Tanggal Lailatul Qadar karena Adanya Orang
yang Bertengkar
Ubadah
ibnush-Shamit berkata, "Nabi keluar untuk memberitahukan kepada kami mengenai
waktu tibanya Lailatul Qadar. Kemudian ada dua orang lelaki dari kaum muslimin
yang berdebat. Beliau bersabda, '(Sesungguhnya aku) keluar untuk
memberitahukan kepadamu tentang waktu datangnya Lailatul Qadar, tiba-tiba si
Fulan dan si Fulan berbantah-bantahan. Lalu, diangkatlah pengetahuan tentang
waktu Lailatul Qadar itu, namun hal itu lebih baik untukmu. Maka dari itu,
carilah dia (Lailatul Qadar) pada malam kesembilan, ketujuh, dan kelima.' (Dalam
satu riwayat: Carilah ia pada malam ketujuh, kesembilan, dan kelima)."[5]
Amalan
pada Sepuluh Hari Terakhir dalam Bulan Ramadhan
Aisyah r.a.
berkata, "Nabi apabila telah masuk sepuluh malam (yang akhir dari bulan
Ramadhan) beliau mengikat sarung beliau,[6] menghidupkan malam, dan membangunkan istri
beliau."
[1] Di-maushul-kan oleh Muhammad bin Yahya bin Abu Umar
di dalam Kitab Al-Iman, "Telah diinformasikan kepada kami oleh Sufyan bin
Uyainah. Lalu, ia menyebutkan riwayat itu."
[2] Yaitu, hadits Ubadah yang maushul yang disebutkan
sesudah bab ini.
[3] Sebagai badal dari perkataan 'al-Asyr al-awaakhir' 'sepuluh hari terakhir'. Sembilan hari yang masih tersisa, maksudnya tanggal dua puluh satu, tujuh hari yang masih tersisa maksudnya tanggal dua puluh tiga, dan lima hari yang masih tersisa maksudnya tanggal dua puluh lima.
[4] Riwayat ini mauquf (yakni perkataan Ibnu Abbas
sendiri), tetapi dirafakan oleh Ahmad. Hadits ini telah ditakhrij di dalam
Silsilatul Ahaditsish Shahihah (nomor). Al-Hafizh berkata, "Terdapat
kesulitan mengenai perkataan ini yang di dalam riwayat lain dikatakan pada
tanggal ganjil. Kesulitan ini dijawab dengan mengkompromikan bahwa lafal yang
lahirnya menunjukkan genap itu adalah dihitung dari akhir bulan, sehingga malam
dua puluh empat (yang genap) itu adalah malam ketujuh (dihitung dari
belakang)."
[5] Al-Hafizh berkata di dalam Kitab al-Iman di dalam al-Fath, "Demikianlah dalam kebanyakan riwayat, dengan mendahulukan lafal sab 'tujuh' daripada tis 'sembilan'. Hal ini mengisyaratkan bahwa harapan terjadinya Lailatul Qadar pada tanggal ketujuh (dari belakang, yakni dua puluh tiga) itu lebih kuat mengingat dipentingkannya tanggal itu dengan disebutkan di depan. Akan tetapi, di dalam riwayat Abu Nu'aim di dalam al-Mustakhraj lafal tis secara berurutan." Saya (al-Albani) katakan bahwa terdapat riwayat penyusun (Imam Bukhari) di sini yang terluput dikomentari, sebagaimana Anda lihat. Kemudian al-Hafizh lupa mensyarah riwayat ini di sini. Ia tidak menyebutkan di sana, karena ia menyebutkan di sini bahwa riwayat lain di sisi penyusun di dalam Al-Iman dengan lafal, "Carilah ia pada malam sembilan, tujuh, dan lima." Yakni, dengan mendahulukan lafal sembilan daripada tujuh, demikian pula syarahnya di sini. Seakan-akan terjadi kerancuan di sisinya antara riwayat Imam Bukhari di sini dengan riwayat Abu Nu'aim yang disebutkan di sana. Hanya Allahlah yang dapat memberikan perlindungan.
[6] Yakni, menjauhi hubungan biologis dengan istri beliau. Peringatan: Imam Nawawi membawakan hadits ini pada dua tempat dalam kitabnya Riyadhush Shalihin, dan pada tempat pertama ia menambahkan sesudah perkataan "lailahu" dengan "kullahu", dan menisbatkannya kepada Muttafaq'alaih (Bukhari dan Muslim). Tetapi, tidak saya jumpai tambahan ini di dalam riwayat kedua syekh itu dan lainnya. Namun, diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad .
Shalat Tarawih
Keutamaan
Orang yang Mendirikan Shalat Sunnah pada Bulan Ramadhan
Abu Hurairah
r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang mendirikan (shalat
malam) Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni
dosanya yang telah lampau."
Ibnu Syihab berkata, "Kemudian Rasulullah wafat sedangkan hal itu (shalat tarawih itu) tetap seperti itu. Selanjutnya, hal itu pun tetap begitu pada masa pemerintahan Abu Bakar dan pada masa permulaan pemerintahan Umar."[1]
Abdurrahman bin Abd al-Qariy[2] berkata, "Saya keluar bersama Umar ibnul Khaththab
pada suatu malam dalam bulan Ramadhan sampai tiba di masjid. Tiba-tiba
orang-orang berkelompok-kelompok terpisah-pisah. Setiap orang shalat untuk
dirinya sendiri. Ada orang yang mengerjakan shalat, kemudian diikuti oleh
sekelompok orang. Maka, Umar berkata, 'Sesungguhnya aku mempunyai ide.
Seandainya orang-orang itu aku kumpulkan menjadi satu dan mengikuti seorang imam
yang pandai membaca Al-Qur'an, tentu lebih utama.' Setelah Umar mempunyai azam
(tekad) demikian, lalu dia mengumpulkan orang menjadi satu untuk berimam kepada
Ubay bin Ka'ab.[3]
Kemudian pada malam yang lain aku keluar bersama Umar, dan orang-orang
melakukan shalat dengan imam yang ahli membaca Al-Qur'an. Umar berkata, 'Ini
adalah sebagus-bagus bid'ah (barang baru). Orang yang tidur dulu dan
meninggalkan shalat pada permulaan malam (untuk melakukannya pada akhir malam)
adalah lebih utama daripada orang yang mendirikannya (pada awal malam).' Yang
dimaksudkan olehnya ialah pada akhir malam. Adapun orang-orang itu mendirikannya
pada permulaan malam."
[1] Perkataan Ibnu Syihab pada bagian ini adalah mursal.
Tetapi, bagian pertamanya diriwayatkan secara maushul
[2] Abd dengan harkat tanwin pada huruf dal. Dan, al-Qariy dengan memberi tasydid pada huruf ya', adalah nisbat kepada Qarah bin Daisy, pegawai Sayyidina Umar yang mengurusi baitul mal kaum muslimin.
[3] Diperintahkannya Ubay mengimami orang banyak dengan sebelas rakaat sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dengan sanad yang sahih, seperti yang telah saya tahqiq di dalam kitab saya Shalat at-Tarawih.
Subscribe to:
Posts (Atom)
NASIHAT PERNIKAHAN UNTUK SUAMI DAN ISTERI
Pernikahan adalah suatu perjanjian yang besar, suatu pertanggungjawaban yang berat bagi seorang laki-laki, yang mana dia mengambil seorang w...

-
Hadits ke-1 Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjumpai Umar Ibnu Al-Khaththa...
-
“Dan tinggallah manusia2 yg buruk, yg seenaknya mlakukan persetubuhan spt khimar (kledai). Maka pd zaman mreka inilah kiamat akan datang.” ...
-
Qur'an dan Terjemah SURAT 41. AL FUSHSHILAT Terjemahan Text Qur'an Ayat Haa Miim. حم 1 Diturunkan dari Tuhan Y...