Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Khitan bagi wanita termasuk
sunnah ataukah kebiasaan yang buruk ? saya membaca di salah satu majalah
bahwa mengkhitan wanita bagaimanapun bentuknya adalah kebiasaan buruk
dan membahayakan dari sisi kesehatan, bahkan bisa menyebabkan pada
kemandulan. Benarkah hal tersebut ?"
Jawaban.
Mengkhitan anak perempuan hukummnya sunnah, bukan merupakan kebiasaan
buruk, dan tidak pula membahayakan jika tidak berlebihan. Namun apabila
berlebihan, bisa saja membahayakan baginya.
[Fatwa Lanjah Daimah lil Ifta ; 5/120]
HUKUM BERPESTA PORA DALAM PERAYAAN KHITAN
Pertanyaan.
Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : "Apa hukum mengkhitan wanita, dan apa hukum berpesta pora dalam perayaan khitan ?"
Jawaban.
Khitan bagi wanita disunnahkan dan merupakan kehormatan bagi mereka.
Sedangkan berpesta dalam perayaan khitan, kami tidak mendapatkan
dasarnya sama sekali dalam syari'at Islam yang suci ini. Adapun perasaan
senang dan gembira karenanya, merupakan hal yang sudah seharusnya,
karena khitan merupakan perkara yang disyariatkan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.
"Artinya : Katakanlah. Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah labih
baik dari apa yang mereka kumpulkan" [Yunus : 58]
Khitan merupakan keutamaan dan rahmat dari Allah, maka membuat kue-kue
pada saat dikhitan dengan tujuan untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala boleh dilakukan.
[Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta 5/123]
Keutamaan Mendidik Anak Perempuan
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa mengasuh dua orang anak perempuan sehingga berumur baligh, maka dia akan datang pada hari Kiamat kelak, sedang aku dan dirinya seperti ini.” Dan beliau menghimpun kedua jarinya.” [HR. Muslim]
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
“Ada seorang wanita yang masuk menemuiku dengan membawa dua orang anak perempuan untuk meminta-minta, tetapi aku tidak mempunyai apa-apa kecuali hanya satu butir kurma. Lalu aku memberikan kurma itu kepadanya. Selanjutnya, wanita itu membagi satu butir kurma itu untuk kedua anak perempuannya sedang dia sendiri tidak ikut memakannya. Lantas, wanita itu bangkit dan keluar. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami, maka aku ceritakan peristiwa itu kepada beliau, maka beliau pun berkata, ‘Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan, lalu dia mengasuhnya dengan baik, maka anak-anak perempuan itu akan menjadi tirai pemisah dari api Neraka." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
An-Nawawi rahimahullah mengatakan di dalam kitab Syarh Muslim, “Disebut ibtilaa’ (ujian), karena biasanya orang-orang tidak menyukainya.
Dan Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.’ [An-Nahl: 58]
Lebih lanjut, an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits-hadits ini terdapat keutamaan berbuat baik kepada anak-anak perempuan, memberikan nafkah kepada mereka, bersabar dalam mengasuhnya, dan mengurus seluruh urusannya.”
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa memiliki tiga orang anak perempuan, lalu dia bersabar dalam menghadapinya serta memberikan pakaian kepadanya dari hasil usahanya, maka anak-anak itu akan menjadi dinding pemisah baginya dari siksa Neraka.” [HR. Al-Bukhari dalam kitab al-Adaabul Mufrad dan hadits ini shahih]
Mengenai hak wanita, Allah Ta’ala berfirman:
"…Dan jika kalian tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." [An-Nisaa': 19]
Demikian juga pada anak-anak perempuan. Tidak jarang seorang hamba mendapatkan kebaikan yang sangat banyak di dunia dan akhirat dari anak-anak perempuan. Dan cukuplah sebagai keburukan, orang yang tidak menyenangi mereka bahwasanya ia benci pada apa yang diridhai dan diberikan Allah kepada hamba-Nya.
“Barangsiapa mengasuh dua orang anak perempuan sehingga berumur baligh, maka dia akan datang pada hari Kiamat kelak, sedang aku dan dirinya seperti ini.” Dan beliau menghimpun kedua jarinya.” [HR. Muslim]
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
“Ada seorang wanita yang masuk menemuiku dengan membawa dua orang anak perempuan untuk meminta-minta, tetapi aku tidak mempunyai apa-apa kecuali hanya satu butir kurma. Lalu aku memberikan kurma itu kepadanya. Selanjutnya, wanita itu membagi satu butir kurma itu untuk kedua anak perempuannya sedang dia sendiri tidak ikut memakannya. Lantas, wanita itu bangkit dan keluar. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami, maka aku ceritakan peristiwa itu kepada beliau, maka beliau pun berkata, ‘Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan, lalu dia mengasuhnya dengan baik, maka anak-anak perempuan itu akan menjadi tirai pemisah dari api Neraka." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
An-Nawawi rahimahullah mengatakan di dalam kitab Syarh Muslim, “Disebut ibtilaa’ (ujian), karena biasanya orang-orang tidak menyukainya.
Dan Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.’ [An-Nahl: 58]
Lebih lanjut, an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits-hadits ini terdapat keutamaan berbuat baik kepada anak-anak perempuan, memberikan nafkah kepada mereka, bersabar dalam mengasuhnya, dan mengurus seluruh urusannya.”
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa memiliki tiga orang anak perempuan, lalu dia bersabar dalam menghadapinya serta memberikan pakaian kepadanya dari hasil usahanya, maka anak-anak itu akan menjadi dinding pemisah baginya dari siksa Neraka.” [HR. Al-Bukhari dalam kitab al-Adaabul Mufrad dan hadits ini shahih]
Mengenai hak wanita, Allah Ta’ala berfirman:
"…Dan jika kalian tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." [An-Nisaa': 19]
Demikian juga pada anak-anak perempuan. Tidak jarang seorang hamba mendapatkan kebaikan yang sangat banyak di dunia dan akhirat dari anak-anak perempuan. Dan cukuplah sebagai keburukan, orang yang tidak menyenangi mereka bahwasanya ia benci pada apa yang diridhai dan diberikan Allah kepada hamba-Nya.
Hukum Khitan Dan Disyariatkan Khitan Bagi Wanita
Yang paling rajih hukum khitan adalah wajib, ini yang ditujukkan oleh
dalil-dalil dan mayoritas pendapat ulama. Perintah Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam telah tsabit terhadap seorang laki-laki yang telah
ber-Islam untuk berkhitan. Beliau bersabda kepadanya :
Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah".
Ini merupakan dalil yang paling kuat atas wajibnya khitan.
Berkata Syaikh Al-Albani dalam 'Tamamul Minnah hal 69 :
"Adapun hukum khitan maka yang tepat menurut kami adalah wajib dan ini merupakan pendapatnya jumhur seperti Imam Malik, Asy-Syafi'i, Ahmad dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Qayyim. Beliau membawakan 15 sisi pendalilan yang menunjukkan wajibnya khitan. Walaupun satu persatu dari sisi tersebut tidak dapat mengangkat perkara khitan kepada hukum wajib namun tidak diragukan bahwa pengumpulan sisi-sisi tersebut dapat mengangkatnya. Karena tidak cukup tempat untuk menyebutkan semua sisi tersebut maka aku cukupkan dua sisi saja :
1. Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Kemudian Kami wahyukan kepadamu ; 'Ikutilah millahnya Ibrahim yang hanif" [An-Nahl : 123]
Khitan termasuk millah Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah yang telah lalu. Sisi ini merupakan hujjah yang terbaik sebagaimana kata Al-Baihaqi yang dinukil oleh Al-Hafidzh.
2. Khitan termasuk syi'ar Islam yang paling jelas, yang dibedakan dengan seorang muslim dari seorang nashrani. Hampir-hampir tidak dijumpai dari kaum muslimin yang tidak berkhitan" [selesai ucapan Syaikh]"
Kami tambahkan sisi ke tiga yang menunjukkan wajibnya khitan. Al-Hafizh menyebutkan sisi ini dalam 'Fathul Baari' dari Imam Abu Bakar Ibnul Arabi ketika ia berbicara tentang hadits : "Fithrah itu ada lima ; khitan, mencukur rambut kemaluan ....". Ia berkata :
"Menurutku kelima perkara yang disebutkan dalam hadits ini semuanya wajib. Karena seseorang jika ia meninggalkan lima perkara tersebut tidak tampak padanya gambaran bentuk anak Adam (manusia), lalu bagaimana ia digolongkan dari kaum muslimin" (Selesai ucapan Al-Imam)"
Hukum khitan ini umum bagi laki-laki dan wanita, hanya saja ada sebagian wanita yang tidak ada pada mereka bagian yang bisa dipotong ketika khitan yaitu apa yang diistilahkan klitoris (kelentit). Kalau demikian keadaannya maka tidak dapat dinalar bila kita memerintah mereka untuk memotongnya padahal tidak ada pada mereka.
Berkata Ibnul Hajj dalam Al-Madkhal :
"Khitan diperselisihkan pada wanita, apakah mereka dikhitan secara mutlak atau dibedakan antara penduduk Masyriq (timur) dan Maghrib (barat). Maka penduduk Masyriq diperintah untuk khitan karena pada wanita mereka ada bagian yang bisa dipotong ketika khitan, sedangkan penduduk Maghrib tidak diperintah khitan karena tidak ada bagian tersebut pada wanita mereka. Jadi hal ini kembali pada kandungan ta'lil (sebab/alasan)".
DISYARIATKANNYA KHITAN BAGI WANITA
KHITAN
Telah tsabit masalah khitan dalam sunnah yang suci dalam beberapa hadits di antaranya :
1. Abu Haurairah Radhiyallahu 'anhu berkata : 'Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Fithrah itu ada lima : Khitan, Mencukur bulu kemaluan, Memotong kumis, Menggunting kuku dan Mencabut bulu ketiak" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (Fathul Bari), Muslim (Nawawi), Malik dalam Al-Muwatha, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad dalam Al-Musnad dan Al-Baihaqi
2. Dari Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya kakeknya datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata. "Aku telah masuk Islam". Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya.
"Artinya : Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah" [Hasan, Dikeluarkan Abu Daud, Ahmad dan Al-Baihaqi. Berkata Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa' : Hadits ini hasan karena memiliki dua syahid, salah satunya dari Qatadah Abu Hisyam dan yang lainnya dari Watsilah bin Asqa'. Aku telah berbicara tentang kedua hadits ini dan aku terangkan pendalilan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengannya dalam Shahih Sunan Abi Daud
3. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahawasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Nabi Ibrahim berkhitan setelah beliau berusia 80 tahun" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (Fathul Bari), Muslim, Al-Baihaqi , Ahmad dan ini lafadz beliau
Dalam hadits-hadits di atas ada keterangan masyru'nya khitan dan orang
dewasa jika beluam dikhitan juga diperintahkan melakukannya.
DISYARI'ATKANNYA KHITAN BAGI WANITA
Dalam hal ini ada beberapa hadits, di antaranya.
1. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ummu Athiyah (wanita tukang khitan):
"Artinya : Khitanlah dan jangan dihabiskan (jangan berlebih-lebihan dalam memotong bagian yang dikhitan) karena yang demikian lebih cemerlang bagi wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi suami" [Shahih, Dikeluarkan oleh Abu Daud, Al-Hakim, Ibnu Ady dalam Al-Kamil dan Al-Khatib dalam Tarikhnya
2. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Bila telah bertemu dua khitan (khitan laki-laki dan wanita dalam jima'-pent) maka sungguh telah wajib mandi (junub)" [Shahih, Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi, Asy-Syafi'i , Ibnu Majah, Ahmad, Abdurrazaq dan Ibnu Hibban ( Al Ihsan)]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menisbatkan khitan pada wanita, maka ini merupakan dalil disyariatkan juga khitan bagi wanita.
3. Riwayat Aisyah Radhiyallahu 'anha secara marfu'.
"Artinya : Jika seorang lelaki telah duduk di antara cabang wanita yang empat (kinayah dari jima, -pent) dan khitan yang satu telah menyentuh khitan yang lain maka telah wajib mandi (junub)" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (Fathul Bari), Muslim (Nawawi), Abu Awanah, Abdurrazaq , Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi
Hadits ini juga mengisyaratkan dua tempat khitan yang ada pada lelaki dan wanita, maka ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan.
Berkata Imam Ahmad : "Dalam hadits ini ada dalil bahwa para wanita dikhitan" [Tuhfatul Wadud].
Hendaklah diketahui bahwa pengkhitanan wanita adalah perkara yang ma'ruf (dikenal) di kalangan salaf. Siapa yang ingin mendapat tambahan kejelasan maka silahkan melihat 'Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah karena di sana Syaikh Al-Albani -semoga Allah memberi pahala pada beliau- telah menyebutkan hadits-hadits yang banyak dan atsar-atsar yang ada dalam permasalahan ini.
[Disalin dari kitab Ahkamul Maulud fi Sunnatil Muththarah edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak dalam Sunnah yang Suci,Pustaka Al-Haura]
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفِرِ وَاخْتَتِنْ
Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah".
Ini merupakan dalil yang paling kuat atas wajibnya khitan.
Berkata Syaikh Al-Albani dalam 'Tamamul Minnah hal 69 :
"Adapun hukum khitan maka yang tepat menurut kami adalah wajib dan ini merupakan pendapatnya jumhur seperti Imam Malik, Asy-Syafi'i, Ahmad dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Qayyim. Beliau membawakan 15 sisi pendalilan yang menunjukkan wajibnya khitan. Walaupun satu persatu dari sisi tersebut tidak dapat mengangkat perkara khitan kepada hukum wajib namun tidak diragukan bahwa pengumpulan sisi-sisi tersebut dapat mengangkatnya. Karena tidak cukup tempat untuk menyebutkan semua sisi tersebut maka aku cukupkan dua sisi saja :
1. Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Kemudian Kami wahyukan kepadamu ; 'Ikutilah millahnya Ibrahim yang hanif" [An-Nahl : 123]
Khitan termasuk millah Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah yang telah lalu. Sisi ini merupakan hujjah yang terbaik sebagaimana kata Al-Baihaqi yang dinukil oleh Al-Hafidzh.
2. Khitan termasuk syi'ar Islam yang paling jelas, yang dibedakan dengan seorang muslim dari seorang nashrani. Hampir-hampir tidak dijumpai dari kaum muslimin yang tidak berkhitan" [selesai ucapan Syaikh]"
Kami tambahkan sisi ke tiga yang menunjukkan wajibnya khitan. Al-Hafizh menyebutkan sisi ini dalam 'Fathul Baari' dari Imam Abu Bakar Ibnul Arabi ketika ia berbicara tentang hadits : "Fithrah itu ada lima ; khitan, mencukur rambut kemaluan ....". Ia berkata :
"Menurutku kelima perkara yang disebutkan dalam hadits ini semuanya wajib. Karena seseorang jika ia meninggalkan lima perkara tersebut tidak tampak padanya gambaran bentuk anak Adam (manusia), lalu bagaimana ia digolongkan dari kaum muslimin" (Selesai ucapan Al-Imam)"
Hukum khitan ini umum bagi laki-laki dan wanita, hanya saja ada sebagian wanita yang tidak ada pada mereka bagian yang bisa dipotong ketika khitan yaitu apa yang diistilahkan klitoris (kelentit). Kalau demikian keadaannya maka tidak dapat dinalar bila kita memerintah mereka untuk memotongnya padahal tidak ada pada mereka.
Berkata Ibnul Hajj dalam Al-Madkhal :
"Khitan diperselisihkan pada wanita, apakah mereka dikhitan secara mutlak atau dibedakan antara penduduk Masyriq (timur) dan Maghrib (barat). Maka penduduk Masyriq diperintah untuk khitan karena pada wanita mereka ada bagian yang bisa dipotong ketika khitan, sedangkan penduduk Maghrib tidak diperintah khitan karena tidak ada bagian tersebut pada wanita mereka. Jadi hal ini kembali pada kandungan ta'lil (sebab/alasan)".
DISYARIATKANNYA KHITAN BAGI WANITA
KHITAN
Telah tsabit masalah khitan dalam sunnah yang suci dalam beberapa hadits di antaranya :
1. Abu Haurairah Radhiyallahu 'anhu berkata : 'Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
الْفِرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَاْلاِسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّرِبِ وَتَقْلِيمُ اْلأَضْفَارِ وَنَتْفُ اْلآبَاطِ
"Artinya : Fithrah itu ada lima : Khitan, Mencukur bulu kemaluan, Memotong kumis, Menggunting kuku dan Mencabut bulu ketiak" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (Fathul Bari), Muslim (Nawawi), Malik dalam Al-Muwatha, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad dalam Al-Musnad dan Al-Baihaqi
2. Dari Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya kakeknya datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata. "Aku telah masuk Islam". Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya.
قَدْ أَسْلَمْتُ فَقَالَ لَهُ النَِّبيُ صَلَّى اللهٌ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفِرِ وَاخْتَتِنْ
"Artinya : Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah" [Hasan, Dikeluarkan Abu Daud, Ahmad dan Al-Baihaqi. Berkata Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa' : Hadits ini hasan karena memiliki dua syahid, salah satunya dari Qatadah Abu Hisyam dan yang lainnya dari Watsilah bin Asqa'. Aku telah berbicara tentang kedua hadits ini dan aku terangkan pendalilan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengannya dalam Shahih Sunan Abi Daud
3. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahawasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إِلْخَتَتَنَ إِبْرَاهِيْمُ خَلِيْلُ الرَّحْمَانِ بَعْدَ ماَ أَتَتْ عَلَيْهِ ثَمَانُوْنَ سَنَةً
"Artinya : Nabi Ibrahim berkhitan setelah beliau berusia 80 tahun" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (Fathul Bari), Muslim, Al-Baihaqi , Ahmad dan ini lafadz beliau
Dalam hadits-hadits di atas ada keterangan masyru'nya khitan dan orang
dewasa jika beluam dikhitan juga diperintahkan melakukannya.
DISYARI'ATKANNYA KHITAN BAGI WANITA
Dalam hal ini ada beberapa hadits, di antaranya.
1. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ummu Athiyah (wanita tukang khitan):
أُخْفُضِي وَلَا تُنْهِكِي فَإِنَّهُ أَنْضَرُ لِلْوَجْهِ أَحْضَى لِلْزَوْجِ
"Artinya : Khitanlah dan jangan dihabiskan (jangan berlebih-lebihan dalam memotong bagian yang dikhitan) karena yang demikian lebih cemerlang bagi wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi suami" [Shahih, Dikeluarkan oleh Abu Daud, Al-Hakim, Ibnu Ady dalam Al-Kamil dan Al-Khatib dalam Tarikhnya
2. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
إذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
"Artinya : Bila telah bertemu dua khitan (khitan laki-laki dan wanita dalam jima'-pent) maka sungguh telah wajib mandi (junub)" [Shahih, Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi, Asy-Syafi'i , Ibnu Majah, Ahmad, Abdurrazaq dan Ibnu Hibban ( Al Ihsan)]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menisbatkan khitan pada wanita, maka ini merupakan dalil disyariatkan juga khitan bagi wanita.
3. Riwayat Aisyah Radhiyallahu 'anha secara marfu'.
اِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اْلأَرْبَعِ وَمَسَّ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْخُسْلُ
"Artinya : Jika seorang lelaki telah duduk di antara cabang wanita yang empat (kinayah dari jima, -pent) dan khitan yang satu telah menyentuh khitan yang lain maka telah wajib mandi (junub)" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (Fathul Bari), Muslim (Nawawi), Abu Awanah, Abdurrazaq , Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi
Hadits ini juga mengisyaratkan dua tempat khitan yang ada pada lelaki dan wanita, maka ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan.
Berkata Imam Ahmad : "Dalam hadits ini ada dalil bahwa para wanita dikhitan" [Tuhfatul Wadud].
Hendaklah diketahui bahwa pengkhitanan wanita adalah perkara yang ma'ruf (dikenal) di kalangan salaf. Siapa yang ingin mendapat tambahan kejelasan maka silahkan melihat 'Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah karena di sana Syaikh Al-Albani -semoga Allah memberi pahala pada beliau- telah menyebutkan hadits-hadits yang banyak dan atsar-atsar yang ada dalam permasalahan ini.
[Disalin dari kitab Ahkamul Maulud fi Sunnatil Muththarah edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak dalam Sunnah yang Suci,Pustaka Al-Haura]
Kabar Gembira Dengan Kelahiran Anak
JERITAN PERTAMA KETIKA BAYI BARU LAHIR
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jeritan anak ketika dilahirkan adalah (karena) tusukan dari syaitan” [1]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.
“Artinya : Tidak ada seorang anakpun yang lahir melainkan syaitan menusuknya hingga menjeritlah si anak akibat tusukan syaithan itu kecuali putra Maryam (Isa) dan ibunya (Maryam)”
Kemudian Abu Hurairah berkata : Bacalah bila kalian mau (ayat yang berbunyi).
“Artinya : Dan aku meminta perlindungan untuknya kepada-Mu dan juga untuk anak keturunannya dari syaitah yang terkutuk” [2]
Anak kecil ini belum mengenal dunia sedikitpun, namun syaitan sudah menyatakan permusuhan dengan menusuknya. [3]
Lalu bagaimana keadaan si anak jika ia telah dapat berbicara dan merasakan segala sesuatu. Bagaimana keadaannya jika telah bergerak syahwatnya untuk mencari dunia atau selainnya. Maka penyesatan dan upaya penyimpangan yang dilakukan syaitan ini harus dihalangi, karena itulah syari’at datang untuk melindungi manusia sejak mudanya, bahkan sejak lahir ke dunia ini hingga nanti menemui Tuhannya.
Kami akan mengumpulkan semua tahapan kehidupan manusia secara ringkas. Sejak anak manusia belum melewati tujuh hari pertama dari umurnya, penetap syaria’at telah menerangkan jalan-jalan penjagaan bagi anak tersebut dan menjelaskan perkara-perkara yang seharusnya dilakukan sepanjang tujuh hari (dari awal kelahiran anak)
Maka siapa yang mencintai anaknya dan ingin menjaganya dari syaitan, hendaklah ia mengikuti metodenya sayyidil mursalin dan beliau bagi kita adalah sebaik-baik pemberi nasihat. Beliau sebagaimana diceritakan oleh Abu Dzar Al-ghifari Radhiyallahu ‘anhu : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burungpun yang membolak-balikkan sayapnya di udara melainkan beliau sebutkan ilmunya kepada kami”.
Abu Dzar Radhiyallahu anhu berkata : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Tidak ada sesuatu yang dapat mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah diterangkan pada kalian” [4]
Termasuk upaya penjagaan terhadap anak dari gangguan syaithan adalah doa seorang suami ketika mendatangi istrinya.
“Artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau rezkikan kepada kami”
Maka bila Allah tetapkan lahirnya anak dari hubungan keduanya itu maka syaitan tidak akan membahayakannya selamanya” [5]
KABAR GEMBIRA DENGAN KELAHIRAN ANAK
Al-Qur'an telah menyebutkan kabar gembira tentang kelahiran anak dalam banyak ayat dalam rangka mengajarkan kaum muslimin tentang kebiaasaan ini, karena padanya ada pengaruh yang penting untuk menumbuhkan kasih sayang dan cinta di hati-hati kaum muslimin. [6]
Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya : Wahai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira padamu dengan kelahiran seorang anak yang bernama Yahya" [Maryam : 7]
"Artinya : Maka berilah kabar gembira padanya dengan kelahiran anak yang sangat penyabar" [Ash-Shafaat : 101]
"Artinya : Mereka (para malaikat) berkata : Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim" [Al-Hijr : 53]
"Artinya : Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya) : 'Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh" [Ali-Imran : 39]
Seharusnya kita kaum muslimin mencintai kebaikan bagi saudara-saudara kita. Kita turut bahagia dengan kebahagiaan mereka dan turut sedih dengan kesedihan mereka. jika kita memang orang muslim yang sebenar-benarnya, maka kita merasa seperti satu jasad. Bila salah satu anggotanya merasa sakit, maka semua anggota lainnya terpanggil untuk bergadang dan merasa demam.
Sebagaimana hal ini dimisalkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya. Akan tetapi di mana kita dari hal yang demikian itu ? Sementara permusuhan dan kebencian telah menyala-nyala di kalangan kaum muslimin sendiri dan hasad menjalar di tengah mereka dan kebaikan telah menipis. Hanya kepada Allahlah tempat mengadu.
UCAPAN SELAMAT DAN KETERANGAN SALAF TENTANGNYA
Tidak ada satu haditspun dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah mengucapkan selamat bagi keluarga yang kelahiran. Yang ada hanyalah atsar yang diriwayatkan dari tabi'in, di antaranya.
[1]. Dari Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah. Ada seseorang bertanya kepadanya tentang ucapan selamat tersebut ; "Bagaimana cara aku mengucapkannya ?" Kata Al-Hasan : Ucapkanlah.
"Semoga Allah menjadikannya barakah atas kalian dan atas ummat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam" [7]
[2]. Dari Hammad bin Ziyad ia berkata : "Ayyub As-Sikhtiyani bila memberi ucapan selamat kepada seseorang yang kelahiran anak ia berkata :
"Semoga Allah menjadikannya barakah atas kalian dan atas ummat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam" [8]
Atsar semisal ini jauh lebih baik dibanding ucapan selamat yang banyak diamalkan manusia pada hari ini.
Namun bersamaan dengan itu kita tidak boleh melazimkan ucapan selamat ini (seperti tersebut dalam atsar di atas), berbeda bila ada satu hadits (yang shahih) yang menerangkan tentangnya. Dan kita tidak menjadikan ucapan tersebut seperti dzikir-dzikir yang tsabit dalam As-Sunnah (yakni kita tidak terus menerus mengamalkannya karena tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan hal ini, -pent). Siapa yang engucapkannya kadang-kadang maka tidak apa-apa dan siapa yang tidak mengucapkannya maka tidak ada masalah.
[Disalin dari kitab Ahkamul Maulud Fi Sunnatil Muthahharah edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak Dalam Sunnah Yang Suci,Penerbit Pustaka Al-Haura]
__________
[1]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim (Nawawi) dan At-Thabrani dalam As-Shaghir, dan riwayat yang lain darinya dan Ibnu HIbban
[2]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (As-Sindi), Muslim (Nawawi) dan Abu Ya’la]
[3]. Lihat Syrahu Shahih Muslim oleh Imam An-Nawawi tentang hadits ini ()
[4]. Dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dan Ash-Shaghir , Ahmad dalam Al-Musnad baris pertama darinya
[5]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (Fathul Bari), Muslim (Nawawi) dan selain keduanya.
[6]. Dinukil dari kitab Ukhti Muslimah Kaifa Tastaqbilin Mauludikil Jadid, penulis Nasyat Al-Mishri
[7]. Hadits hasan. Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Kitab Ad-Du'a dengan sanad yang rijalnya (rawi-rawinya) tsiqah (orang kepercayaan) selain syaikhnya (gurunya) At-Thabrani yakni Yahya bin Utsman bin Shalih, kata Al-Hafidh tentangnya : "Ia shaduq, tertuduh tasyayyu' (kesyiah-syiahan), dan sebagian ulama menganggapnya layyin (lemah) karena keadaannya yang meriwayatkan dari selain asalnya".
Berkata Ibnu Abi Hatim dalam Al-Jarh wa At-Ta'dil : "Aku menulis (hadits) darinya dan juga ayahku, dan mereka memperbincangkannnya".
Dalam Al-Mizan, Ad-Dzahabi berkata : "Ia shaduq Insya Allah'.Berkata Al-Mundziri dalam At-Targhib : "Dia tsiqah dan padanya ada perbincangan".
Kami katakan : orang yang semisal Yahya ini haditsnya tidak turun dari derajat Hasan.
[8]. Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Kitab Ad-Du'a dengan sanad yang lemah.
Namun atsar yang lemah ini mendukung atsar sebelumnya. Wallahu a'lam
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jeritan anak ketika dilahirkan adalah (karena) tusukan dari syaitan” [1]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.
“Artinya : Tidak ada seorang anakpun yang lahir melainkan syaitan menusuknya hingga menjeritlah si anak akibat tusukan syaithan itu kecuali putra Maryam (Isa) dan ibunya (Maryam)”
Kemudian Abu Hurairah berkata : Bacalah bila kalian mau (ayat yang berbunyi).
“Artinya : Dan aku meminta perlindungan untuknya kepada-Mu dan juga untuk anak keturunannya dari syaitah yang terkutuk” [2]
Anak kecil ini belum mengenal dunia sedikitpun, namun syaitan sudah menyatakan permusuhan dengan menusuknya. [3]
Lalu bagaimana keadaan si anak jika ia telah dapat berbicara dan merasakan segala sesuatu. Bagaimana keadaannya jika telah bergerak syahwatnya untuk mencari dunia atau selainnya. Maka penyesatan dan upaya penyimpangan yang dilakukan syaitan ini harus dihalangi, karena itulah syari’at datang untuk melindungi manusia sejak mudanya, bahkan sejak lahir ke dunia ini hingga nanti menemui Tuhannya.
Kami akan mengumpulkan semua tahapan kehidupan manusia secara ringkas. Sejak anak manusia belum melewati tujuh hari pertama dari umurnya, penetap syaria’at telah menerangkan jalan-jalan penjagaan bagi anak tersebut dan menjelaskan perkara-perkara yang seharusnya dilakukan sepanjang tujuh hari (dari awal kelahiran anak)
Maka siapa yang mencintai anaknya dan ingin menjaganya dari syaitan, hendaklah ia mengikuti metodenya sayyidil mursalin dan beliau bagi kita adalah sebaik-baik pemberi nasihat. Beliau sebagaimana diceritakan oleh Abu Dzar Al-ghifari Radhiyallahu ‘anhu : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burungpun yang membolak-balikkan sayapnya di udara melainkan beliau sebutkan ilmunya kepada kami”.
Abu Dzar Radhiyallahu anhu berkata : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Tidak ada sesuatu yang dapat mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah diterangkan pada kalian” [4]
Termasuk upaya penjagaan terhadap anak dari gangguan syaithan adalah doa seorang suami ketika mendatangi istrinya.
“Artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau rezkikan kepada kami”
Maka bila Allah tetapkan lahirnya anak dari hubungan keduanya itu maka syaitan tidak akan membahayakannya selamanya” [5]
KABAR GEMBIRA DENGAN KELAHIRAN ANAK
Al-Qur'an telah menyebutkan kabar gembira tentang kelahiran anak dalam banyak ayat dalam rangka mengajarkan kaum muslimin tentang kebiaasaan ini, karena padanya ada pengaruh yang penting untuk menumbuhkan kasih sayang dan cinta di hati-hati kaum muslimin. [6]
Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya : Wahai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira padamu dengan kelahiran seorang anak yang bernama Yahya" [Maryam : 7]
"Artinya : Maka berilah kabar gembira padanya dengan kelahiran anak yang sangat penyabar" [Ash-Shafaat : 101]
"Artinya : Mereka (para malaikat) berkata : Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim" [Al-Hijr : 53]
"Artinya : Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya) : 'Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh" [Ali-Imran : 39]
Seharusnya kita kaum muslimin mencintai kebaikan bagi saudara-saudara kita. Kita turut bahagia dengan kebahagiaan mereka dan turut sedih dengan kesedihan mereka. jika kita memang orang muslim yang sebenar-benarnya, maka kita merasa seperti satu jasad. Bila salah satu anggotanya merasa sakit, maka semua anggota lainnya terpanggil untuk bergadang dan merasa demam.
Sebagaimana hal ini dimisalkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya. Akan tetapi di mana kita dari hal yang demikian itu ? Sementara permusuhan dan kebencian telah menyala-nyala di kalangan kaum muslimin sendiri dan hasad menjalar di tengah mereka dan kebaikan telah menipis. Hanya kepada Allahlah tempat mengadu.
UCAPAN SELAMAT DAN KETERANGAN SALAF TENTANGNYA
Tidak ada satu haditspun dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah mengucapkan selamat bagi keluarga yang kelahiran. Yang ada hanyalah atsar yang diriwayatkan dari tabi'in, di antaranya.
[1]. Dari Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah. Ada seseorang bertanya kepadanya tentang ucapan selamat tersebut ; "Bagaimana cara aku mengucapkannya ?" Kata Al-Hasan : Ucapkanlah.
"Semoga Allah menjadikannya barakah atas kalian dan atas ummat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam" [7]
[2]. Dari Hammad bin Ziyad ia berkata : "Ayyub As-Sikhtiyani bila memberi ucapan selamat kepada seseorang yang kelahiran anak ia berkata :
"Semoga Allah menjadikannya barakah atas kalian dan atas ummat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam" [8]
Atsar semisal ini jauh lebih baik dibanding ucapan selamat yang banyak diamalkan manusia pada hari ini.
Namun bersamaan dengan itu kita tidak boleh melazimkan ucapan selamat ini (seperti tersebut dalam atsar di atas), berbeda bila ada satu hadits (yang shahih) yang menerangkan tentangnya. Dan kita tidak menjadikan ucapan tersebut seperti dzikir-dzikir yang tsabit dalam As-Sunnah (yakni kita tidak terus menerus mengamalkannya karena tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan hal ini, -pent). Siapa yang engucapkannya kadang-kadang maka tidak apa-apa dan siapa yang tidak mengucapkannya maka tidak ada masalah.
[Disalin dari kitab Ahkamul Maulud Fi Sunnatil Muthahharah edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak Dalam Sunnah Yang Suci,Penerbit Pustaka Al-Haura]
__________
[1]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim (Nawawi) dan At-Thabrani dalam As-Shaghir, dan riwayat yang lain darinya dan Ibnu HIbban
[2]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (As-Sindi), Muslim (Nawawi) dan Abu Ya’la]
[3]. Lihat Syrahu Shahih Muslim oleh Imam An-Nawawi tentang hadits ini ()
[4]. Dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dan Ash-Shaghir , Ahmad dalam Al-Musnad baris pertama darinya
[5]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (Fathul Bari), Muslim (Nawawi) dan selain keduanya.
[6]. Dinukil dari kitab Ukhti Muslimah Kaifa Tastaqbilin Mauludikil Jadid, penulis Nasyat Al-Mishri
[7]. Hadits hasan. Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Kitab Ad-Du'a dengan sanad yang rijalnya (rawi-rawinya) tsiqah (orang kepercayaan) selain syaikhnya (gurunya) At-Thabrani yakni Yahya bin Utsman bin Shalih, kata Al-Hafidh tentangnya : "Ia shaduq, tertuduh tasyayyu' (kesyiah-syiahan), dan sebagian ulama menganggapnya layyin (lemah) karena keadaannya yang meriwayatkan dari selain asalnya".
Berkata Ibnu Abi Hatim dalam Al-Jarh wa At-Ta'dil : "Aku menulis (hadits) darinya dan juga ayahku, dan mereka memperbincangkannnya".
Dalam Al-Mizan, Ad-Dzahabi berkata : "Ia shaduq Insya Allah'.Berkata Al-Mundziri dalam At-Targhib : "Dia tsiqah dan padanya ada perbincangan".
Kami katakan : orang yang semisal Yahya ini haditsnya tidak turun dari derajat Hasan.
[8]. Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Kitab Ad-Du'a dengan sanad yang lemah.
Namun atsar yang lemah ini mendukung atsar sebelumnya. Wallahu a'lam
Hari Pertama Dari Kelahiran Anak
SUNNAHNYA TAHNIK
Pengertian tahnik secara bahasa dan syr’i adalah mengunyah sesuatu dan meletakkanya di mulut bayi. Maka dikatakan engkau mentahnik bayi, jika engkau mengunyah kurma kemudian menggosokkannya di langit-langit mulut bayi
Dianjurkan agar yang melakukan tahnik adalah orang yang memiliki keutamaan, dikenal sebagai orang yang baik dan berilmu. Dan hendaklah ia mendo’akan kebaikan (barakah) bagi bayi tersebut.
Dalil tentang tahnik ini disebutkan dalam beberapa hadits di antaranya.
Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.
“Artinya : Lahir seorang anakku maka aku membawanya ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau memberinya nama Ibrahim. Beliau mentahniknya dengan kurma dan mendo’akan barakah untuknya. Kemudian beliau menyerahkan bayi itu kepadaku” [1]
Dari Asma binti Abi Bakar Ash-Shiddiq ketika ia sedang mengandung Abdullah bin Az-Zubair di Makkah, ia berkata.
“Artinya : Aku keluar dalam keadaan hamil menuju kota Madinah. Dalam perjalanan aku singggah di Quba dan di sana aku melahirkan. Kemudian aku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meletakkan anakku di pangkuan beliau. Beliau meminta kurma lalu mengunyahnya dan meludahkannya ke mulut bayi itu, maka yang pertama kali masuk ke kerongkongannya adalah ludah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu beliau mentahniknya denan kurma dan mendo’akan barakah baginya. Lalu Allah memberikan barakah kepadanya (bayi tersebut)” [2]
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Aku pergi membawa Abdullah bin Abi Thalhah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ia baru dilahirkan. Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang mencat seekor untanya dengan ter. Beliau bersabda
kepadaku “Adakah kurma bersamamu?”
Aku jawab, “Ya (ada)”
Beliau lalu mengambil bebeberapa kurma dan memasukkannya ke dalam mulut beliau, lalu mengunyahnya sampai lumat. Kemudian beliau mentahniknya, maka bayi itu membuka mulutnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memasukkan kurma yang masih tersisa di mulut beliau ke maulut bayi tersebut, maka mulailah bayi itu menggerak-gerakan ujung lidahnya (merasakan kurma tersebut). Melihat hal itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kesukaan orang Anshar adalah kurma”.
Lalu beliau menamakannya Abdullah” [3]
Hadits-hadits di atas kiranya cukup untuk menerangkan sunnahnya tahnik ini dan kiranya cukup untuk menghasung kita bersegera melaksanakannya.
Berkata Imam Nawawi dalam Syarhu Muslim (14/372) : “Dalam hadits-hadits ini ada faidah, di antaranya : dianjurkan mentahnik anak yang baru lahir, dan ini merupakan sunnah dengan ijma’. Hendaknya yang mentahnik adalah orang yang shalih dari kalangan laki-laki atau wanita. Tahnik dilakukan dengan kurma dan ini mustahab, namun andai ada yang mentahnik dengan selain kurma maka telah terjadi perbuatan tahnik, akan tetapi tahnik dengan kurma lebih utama. Faidah lain diantaranya menyerahkan pemberian nama untuk anak kepada orang yang shalih, maka ia memilihkan untuk si anak nama yang ia senangi” [Dinukil dengan sedikit perubahan]
Akan tetapi tidak ada diriwayatkan dari sunnah kecuali tahnik denan kurma sebagaimana telah lewat penyebutannya tentang tahnik Ibrahim bin Abi Musa, Abdullah bin Az-Zubair dan Abdullah bin Abu Thalhah, maka tidak pantas mengambil yang lain.
HIKMAH TAKNIK
Ulama telah berbicara tantang hikmah yang terkandung dalam tahnik dan ada beberapa pendapat yang mereka sebutkan dan mereka berselisih (berbeda pendapat tentang hikmahnya). Namun tidak ada satu pun dari mereka yang memiliki sandaran dalil syar’i.
Berkata Imam Al-Aini dalam Umdatul Qari : “Bila engkau bertanya apa hikmah tahnik? Aku jawab : Berkata sebagian mereka : Tahnik dilakukan sebagai latihan makan bagi bayi hingga ia kuat. Sungguh aneh ucapan ini dan betapa lemahnya … dimana letaknya waktu makan bagi bayi dibanding waktu tahnik yang dilakukan ketika anak baru dilahirkan, sedangkan secara umum anak baru dapat makan-makanan setelah berusia kurang lebih dua tahun.
Sebenarnya hikmah tahnik adalah untuk pengharapan kebaikan bagi si anak dengan keimanan, karena kurma adalah buah dari pohon yang disamakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan seorang mukmin dan juga karena manisnya. Lebih-lebih bila yang mentahnik itu seorang yang memiliki keutamaan, ulama dan orang shalih, karena ia memasukkan air ludahnya ke dalam kerongkongan bayi. Tidaklah engkau lihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala mentahnik Abdullah bin Az-Zubair, dengan barakah air ludah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abdullah telah menghimpun keutamaan dan kesempurnaan yang tidak dapat digambarkan. Dia seorang pembaca Al-Qur’an, orang yang menjaga kemuliaan diri dalam Islam dan terdepan dalam kebaikan.[4]
Kami katakan : Ini adalah ludahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adapun selain beliau maka tidak boleh bertabarruk dengan air ludahnya.
Ilmu kedokteran telah menetapkan faedah yang besar dari tahnik ini, yaitu memindahkan sebagian mikroba dalam usus untuk membantu pencernaan makanan. Namun sama saja, apakah yang disebutkan oleh ilmu kedokteran ini benar atau tidak benar, yang jelas tahnik adalah sunnah mustahab yang pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, inilah pegangan kita bukan yang lainnya dan tidak ada nash yang menerangkan hikmahnya. Maka Allah lah yang lebih tahu hikmahnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
[1]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (Fathul Bari) Muslim ( Nawawi), Ahmad, Al-Baihaqi dalam Al-Kubra dan Asy-Syu’ab karya beliau
[2]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (Fathul Bari), Muslim (Nawawi), Ahmad dan At-Tirmidzi
[3]. Dikeluarkan oleh Al-bukhari (Fathul Bari), Muslim (Nawawi), Abu Daud, Ahmad () dan lafadh ini menurut riwayat Ahmad dan diriwayatkan juga oleh Al-baihaqi dalam Asy-Syu’ab
[4]. Umdatul Qari bi Syarhi Shahih Al-Bukhari oleh Al-Aini
Keturunan Atas Kehendak Dan Taqdir Allah
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ada seorang lelaki yang belum dikaruniai anak. Ia sempat mengalami tekanan jiwa, namun tidak tahu apakah istrinya juga terkena beban pikiran atau tidak. Ia menghadapi sindiran dan celaan dari masyarakat sekitar, karena keterlambatan mendapatkan anak. Mereka anggap hal itu sebagai aib (kekurangan). Mohon kami diberi penjelasan dalam masalah ini, semoga Allah membalas kebaikan Syaikh.
Jawaban.
Janganlah anda berpikiran buruk lantaran belum dikaruniai anak. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendakiNya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa"[Asy-Syura : 49-50]
Allah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. Dialah yang menciptakan dan menentukan apa yang Dia kehendaki. Dalam ayat di atas, Allah memaparkan empat golongan manusia ditinjau dari sisi keturunan yang dikaruaniakan kepada mereka.
[1]. Allah mengaruniakan anak perempuan saja.
[2]. Allah mengaruniakan anak laki-lakai saja
[3]. Allah mengaruniakan anak laki-laki dan perempuan
[4]. Allah menjadikan seseorang mandul, tidak beranak.
Seluruh fenomena ini terjadi berdasarkan ilmu, hikmahNya dan kekuasaanNya. Bisa jadi keadaan anda akan normal sehingga anda akan mendapatkan seorang keturunan. Selama istri anda tidak menuntut apa-apa dari anda, maka janganlah bersedih hati karena hal tersebut. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan atas kesabarannya menemani hidup anda. Kita mohon kepada Allah, Yang Mahatinggi lagi Mahakuasa agar memberikan kepada kita semua taufik dan pahal. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan permintaan.
[Fatawa Manar Al-Islam 3/625]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ada seorang lelaki yang belum dikaruniai anak. Ia sempat mengalami tekanan jiwa, namun tidak tahu apakah istrinya juga terkena beban pikiran atau tidak. Ia menghadapi sindiran dan celaan dari masyarakat sekitar, karena keterlambatan mendapatkan anak. Mereka anggap hal itu sebagai aib (kekurangan). Mohon kami diberi penjelasan dalam masalah ini, semoga Allah membalas kebaikan Syaikh.
Jawaban.
Janganlah anda berpikiran buruk lantaran belum dikaruniai anak. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendakiNya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa"[Asy-Syura : 49-50]
Allah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. Dialah yang menciptakan dan menentukan apa yang Dia kehendaki. Dalam ayat di atas, Allah memaparkan empat golongan manusia ditinjau dari sisi keturunan yang dikaruaniakan kepada mereka.
[1]. Allah mengaruniakan anak perempuan saja.
[2]. Allah mengaruniakan anak laki-lakai saja
[3]. Allah mengaruniakan anak laki-laki dan perempuan
[4]. Allah menjadikan seseorang mandul, tidak beranak.
Seluruh fenomena ini terjadi berdasarkan ilmu, hikmahNya dan kekuasaanNya. Bisa jadi keadaan anda akan normal sehingga anda akan mendapatkan seorang keturunan. Selama istri anda tidak menuntut apa-apa dari anda, maka janganlah bersedih hati karena hal tersebut. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan atas kesabarannya menemani hidup anda. Kita mohon kepada Allah, Yang Mahatinggi lagi Mahakuasa agar memberikan kepada kita semua taufik dan pahal. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan permintaan.
[Fatawa Manar Al-Islam 3/625]
Subscribe to:
Posts (Atom)
NASIHAT PERNIKAHAN UNTUK SUAMI DAN ISTERI
Pernikahan adalah suatu perjanjian yang besar, suatu pertanggungjawaban yang berat bagi seorang laki-laki, yang mana dia mengambil seorang w...

-
Hadits ke-1 Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjumpai Umar Ibnu Al-Khaththa...
-
“Dan tinggallah manusia2 yg buruk, yg seenaknya mlakukan persetubuhan spt khimar (kledai). Maka pd zaman mreka inilah kiamat akan datang.” ...
-
Qur'an dan Terjemah SURAT 41. AL FUSHSHILAT Terjemahan Text Qur'an Ayat Haa Miim. حم 1 Diturunkan dari Tuhan Y...