Buah Hati, Antara Perhiasan Dan Ujian Keimanan.
Mendo'akan Anak Ciri Pendidik Ideal.
Langkah Menanamkan Kehormatan Pada Anak.
Bagaimana Mencintai Buah Hati Anda..?.
Radha'ah (Masa Menyusui) Dan Pembinaannya.
Perlukah Hukuman Fisik Bagi Anak ?.
Memperlakukan Anak Dengan Lemah Lembut Tanpa Kekerasan.
Memilihkan Kisah Yang Mendidik.
Tarbiyah Bagi Yatim.
Meniru-Niru Tindak-Tanduk Dan Suara-Suara Binatang.
Hak Pengasuhan Anak Dalam Islam, Demi Kebaikan Anak.
Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Memperingatkan Anak Yang Melakukan Kekeliruan.
K u n - y a h/Sebutan Penghormatan.
Hikmah Dibalik Larangan Adopsi Anak.
Kisah Relawan Cilik : Berdakwah Dengan Cara Menginfakkan Hartanya.
Bersikap Adil Diantara Semua Anak.
Kematian Bayi Karena Kesalahan Dan Kelalaian Ibunya.
Haram Murka Ketika Allah Subhanahu Wa Ta'ala Memberikan Kepadanya Anak-Anak Perempuan.
Islam Menganjurkan Umatnya Untuk Mempunyai Banyak Anak.
Anak Adalah Pemberian Allah Azza Wa Jalla.
Islam Mengharamkan Tidak Mau Mempunyai Anak Karena Takut Miskin.
Hak-Hak Pendidikan Anak Dalam Islam.
Adopsi Dan Hukumnya.
Haram Bagi Seorang Ayah Murka Terhadap (Kelahiran) Anak Perempuannya.
Antara Hak Anak Dan Kewajiban Ibu.
Disukai Memberi Khabar Gembira Dan Mengucapkan Selamat Kepada Orang Yang Mendapat Anak.
Apakah Anak Zina Bisa Masuk Surga ?.
Status Anak Zina Di Akhirat.
Untuk Siapa Amal Shalih Yang Dikerjakan Anak-Anak ? Dan Apakah Anak Kecil Bisa Memberi Syafaat ?.
Tempat Kembali Anak-Anak Keturunan Kaum Mukminin Dan Kaum Musyrikin.
Keturunan Atas Kehendak Dan Taqdir Allah.
Hari Pertama Dari Kelahiran Anak.
Kabar Gembira Dengan Kelahiran Anak.
Hukum Khitan Dan Disyariatkan Khitan Bagi Wanita.
Keutamaan Mendidik Anak Perempuan.
Sebagian Majalah Menyebutkan Bahwa Mengkhitan Wanita Adalah Kebiasaan Yang Buruk.
Hukum Khitan Bagi Anak Perempuan.
Hukum Memukul Murid Untuk Tujuan Mendidik, Berdirinya Murid Menghormati Guru, Hukum Cium Tangan.
Peringatan Hari Kelahiran (Ulang Tahun), Menghadiahkan Uang Saat Kelahiran.
Tahnik Dan Memberi Nama.
Model Pakaian Anak Yang Terlarang Dan Hukum Memakaikan Pakaian Minim Pada Anak.
Waktu Pemberian Nama Anak Dan Hukum Merayakan Pemberian Nama Anak.
Risalah Anak
Waktu Pemberian Nama Anak Dan Hukum Merayakan Pemberian Nama Anak
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Hari apa yang paling utama untuk menamai anak, sesudah kelahirannya langsung atau pada hari ke tujuh? Apakah boleh dirayakan bersama dengan orang-orang yang tercinta, para sahabat dan tetangga ?
Jwaban
Waktu penamaan anak cukup longgar. Boleh menamainya pada hari kelahirannya atau pada hari ke tujuh, masing-masing memiliki dasar hukumnya. Imam Al-Bukhari dan Muslim membawakan suatu hadits dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi, dia berkata.
“Al-Mundzir bin Usaid dibawa ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari kelahirannya. Rasulullah memangkunya. Sedangkan ayahnya duduk. Rasulullah memainkan sesuatu di hadapan sang bayi. Abu Usaid meminta orang lain untuk mengambil Usaid dari pangkuan Rasulullah. Maka diambillah bayi itu dari pangkuan Rasulullah, Rasulullah bertanya : “Dimana bayinya”. Abu Usaid menjawab : “Kami pindahkan wahai Rasulullah”. Lalu beliau bertanya : “Siapa namanya?”. Ayahnya menjawab : “Fulan”. Rasulullah menyanggah : “Tidak, namanya (yang tepat) Al-Mundzir”.
Dalam Shahih Muslim dari hadits Sulaiman bin Al-Mughirah dari Tsabit dari Anas, ia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Malam ini bayiku lahir, Aku beri nama mirip nama moyangku, Ibrahim”.
Dari Samurah Radhiyallahu ‘anhu, Imam Ahmad dan Ahlus Sunnah meriwayatkan, ia berkata : “Rasulullah bersabda :
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ke tujuh (kelahirannya) sekaligus dinamai dan dicukur rambut kepalanya” [At-Tirmidzi menetapkan hadits ini Hasan Shahih]
Wabillahit taufiq. Washallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi washahbihi wasallam.
[Fatawa Islamiyah 4/489]
HUKUM MERAYAKAN PEMBERIAN NAMA ANAK
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apakah boleh orang-orang yang tercinta, tetangga dan kawan-kawan berkumpul pada hari penamaan bayi? Apakah ini bid’ah dan kekufuran?
Jawaban
Merayakan hari pemberian nama kepada bayi bukan sunnah Nabi, juga tidak pernah terjadi pada sahabat semasa Nabi masih hidup. Barangsiapa melakukannya dengan keyakinan sebagai bagian dari ajaran Islam, maka ia telah berbuat perkara baru dalam agama. Dan ini adalah suatu bid’ah yang tertolak darinya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa membuat perkara baru dalam agama kami yang bukan darinya maka akan tertolak”
Tetapi ini bukan tindakan kufur.
Jika perkumpulan itu hanya sekedar ekspresi kegembiraan dan kebahagian atau undangan makan daging aqiqah, tidak dilakukan sebagai sunnah, maka tidak masalah. Telah diriwayatkan dari Rasulullah secara shahih riwayat yang menunjukkan disyariatkannya penyembelihan hewan aqiqah dan penamaan bayi pada hari ke tujuh.
[Fataw Islamiyah 4/490]
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Hari apa yang paling utama untuk menamai anak, sesudah kelahirannya langsung atau pada hari ke tujuh? Apakah boleh dirayakan bersama dengan orang-orang yang tercinta, para sahabat dan tetangga ?
Jwaban
Waktu penamaan anak cukup longgar. Boleh menamainya pada hari kelahirannya atau pada hari ke tujuh, masing-masing memiliki dasar hukumnya. Imam Al-Bukhari dan Muslim membawakan suatu hadits dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi, dia berkata.
“Al-Mundzir bin Usaid dibawa ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari kelahirannya. Rasulullah memangkunya. Sedangkan ayahnya duduk. Rasulullah memainkan sesuatu di hadapan sang bayi. Abu Usaid meminta orang lain untuk mengambil Usaid dari pangkuan Rasulullah. Maka diambillah bayi itu dari pangkuan Rasulullah, Rasulullah bertanya : “Dimana bayinya”. Abu Usaid menjawab : “Kami pindahkan wahai Rasulullah”. Lalu beliau bertanya : “Siapa namanya?”. Ayahnya menjawab : “Fulan”. Rasulullah menyanggah : “Tidak, namanya (yang tepat) Al-Mundzir”.
Dalam Shahih Muslim dari hadits Sulaiman bin Al-Mughirah dari Tsabit dari Anas, ia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Malam ini bayiku lahir, Aku beri nama mirip nama moyangku, Ibrahim”.
Dari Samurah Radhiyallahu ‘anhu, Imam Ahmad dan Ahlus Sunnah meriwayatkan, ia berkata : “Rasulullah bersabda :
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ke tujuh (kelahirannya) sekaligus dinamai dan dicukur rambut kepalanya” [At-Tirmidzi menetapkan hadits ini Hasan Shahih]
Wabillahit taufiq. Washallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi washahbihi wasallam.
[Fatawa Islamiyah 4/489]
HUKUM MERAYAKAN PEMBERIAN NAMA ANAK
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apakah boleh orang-orang yang tercinta, tetangga dan kawan-kawan berkumpul pada hari penamaan bayi? Apakah ini bid’ah dan kekufuran?
Jawaban
Merayakan hari pemberian nama kepada bayi bukan sunnah Nabi, juga tidak pernah terjadi pada sahabat semasa Nabi masih hidup. Barangsiapa melakukannya dengan keyakinan sebagai bagian dari ajaran Islam, maka ia telah berbuat perkara baru dalam agama. Dan ini adalah suatu bid’ah yang tertolak darinya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa membuat perkara baru dalam agama kami yang bukan darinya maka akan tertolak”
Tetapi ini bukan tindakan kufur.
Jika perkumpulan itu hanya sekedar ekspresi kegembiraan dan kebahagian atau undangan makan daging aqiqah, tidak dilakukan sebagai sunnah, maka tidak masalah. Telah diriwayatkan dari Rasulullah secara shahih riwayat yang menunjukkan disyariatkannya penyembelihan hewan aqiqah dan penamaan bayi pada hari ke tujuh.
[Fataw Islamiyah 4/490]
Model Pakaian Anak Yang Terlarang Dan Hukum Memakaikan Pakaian Minim Pada Anak
MODEL PAKAIAN ANAK YANG TERLARANG
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum memakaikan baju pada anak-anak yang ada gambar bernyawa ?
Jawaban
Ahlul Ilmi (para ulama) menetapkan hukumnya haram memakaikan pakaian pada anak kecil yang dikenakan orang dewasa. Pakaian yang bergambar hidup haram dipakai orang dewasa, demikian juga hukumnya tidak boleh dipakai anak-anak. Dan memang demikian hukumnya. Seyogyanya kaum muslimin memboikot model pakaian yang seperti ini agar orang-orang yang berniat jahat dan rusak tidak menyusup masuk kepada kita melalui sudut-sudut ini. Kalau benar-benar diboikot maka mereka tidak akan menemukan akses untuk memasoknya ke negeri kita.
[Majmu Fatawa wa Rasa’il 3/158]
TIDAK BOLEH BERPAKAIAN BERGAMBAR MAKHLUK BERNYAWA
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Assalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh. Begitu banyak pemajangan gambar-gambar orang dewasa maupun anak-anak di counter-counter perdagangan. Gambar-gambar tersebut merupakan potret artis internasional atau tokoh-tokoh terkenal sebagai sarana pengenalan satu jenis atau berbagai jenis produk, parfum misalnya. Ketika kami tegur, para pemilik toko menangkis bahwa gambar-gambar tersebut tidak mujassamah (membentuk tubuh) artinya tidak haram pemasangannya, dan ini juga bukan upaya meniru ciptaan Allah. Mereka mengklaim pernah membaca fatwa Syaikh di harian Al-Muslimun yang isinya bahwa gambar yang mujassamah saja yang haram, lainnya tidak. Kami ingin penjelasan lebih lanjut. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Jawaban
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Waalaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh
Orang yang menisbatkan fatwa gambar yang terlarang, hanyalah yang mujassam lainnya tidak, kepada kami sungguh dia telah berbohong atas nama kami. Padahal kami adalah tidak boleh mengenakan pakaian yang ada gambar bernyawa baik pada pakaian orang dewasa atau anak-anak, juga tidak boleh menyimpan photo-photo (dengan gambar bernyawa) sebagai kenangan atau lainnya kecuali dalam kondisi darurat atau kebutuhan mendesak, seperti kartu tanda penduduk, atau surat-surat izin.
[Fatawa Islamiyah 4/364]
MEMAKAIKAN PAKAIAN MINIM PADA ANAK
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian ibu-ibu –semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka- memakaiakan putri-putri mereka pakaian-pakaian yang tidak menutupi betis. Jika kami menasehati, mereka berdalih, kami dulu juga memakai pakaian tersebut sebelumnya (waktu kecil) dan ternyata tidak membahayakan kami (tidak menghalangi kami untuk memakai hijab) saat kami dewasa. Bagaimana menurut pendapat Syaikh ?
Jawaban
Menurut saya, tidak sepantasnya seseorang memakaikan putrinya dengan pakaian model tersebut meski masih kecil. Sebab cara seperti itu akan menjadi kebiasaannya dan dia akan menganggap remeh. Tapi kalau dia terbiasa berpakaian sopan sejak dini, maka ia akan terbiasa juga dengan pakaian tersebut ketika dewasa. Wasiat saya bagi para muslimah, agar meninggalkan model pakaian luar negeri yang berasal dari musuh agama, dan sebaliknya hendaklah ia membiasakan putri-putri mereka mengenakan pakaian yang menutup badan dan mendidik rasa malu lantaran rasa malu termasuk bagian dari iman.
[Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin 2/845]
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum memakaikan baju pada anak-anak yang ada gambar bernyawa ?
Jawaban
Ahlul Ilmi (para ulama) menetapkan hukumnya haram memakaikan pakaian pada anak kecil yang dikenakan orang dewasa. Pakaian yang bergambar hidup haram dipakai orang dewasa, demikian juga hukumnya tidak boleh dipakai anak-anak. Dan memang demikian hukumnya. Seyogyanya kaum muslimin memboikot model pakaian yang seperti ini agar orang-orang yang berniat jahat dan rusak tidak menyusup masuk kepada kita melalui sudut-sudut ini. Kalau benar-benar diboikot maka mereka tidak akan menemukan akses untuk memasoknya ke negeri kita.
[Majmu Fatawa wa Rasa’il 3/158]
TIDAK BOLEH BERPAKAIAN BERGAMBAR MAKHLUK BERNYAWA
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Assalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh. Begitu banyak pemajangan gambar-gambar orang dewasa maupun anak-anak di counter-counter perdagangan. Gambar-gambar tersebut merupakan potret artis internasional atau tokoh-tokoh terkenal sebagai sarana pengenalan satu jenis atau berbagai jenis produk, parfum misalnya. Ketika kami tegur, para pemilik toko menangkis bahwa gambar-gambar tersebut tidak mujassamah (membentuk tubuh) artinya tidak haram pemasangannya, dan ini juga bukan upaya meniru ciptaan Allah. Mereka mengklaim pernah membaca fatwa Syaikh di harian Al-Muslimun yang isinya bahwa gambar yang mujassamah saja yang haram, lainnya tidak. Kami ingin penjelasan lebih lanjut. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Jawaban
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Waalaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh
Orang yang menisbatkan fatwa gambar yang terlarang, hanyalah yang mujassam lainnya tidak, kepada kami sungguh dia telah berbohong atas nama kami. Padahal kami adalah tidak boleh mengenakan pakaian yang ada gambar bernyawa baik pada pakaian orang dewasa atau anak-anak, juga tidak boleh menyimpan photo-photo (dengan gambar bernyawa) sebagai kenangan atau lainnya kecuali dalam kondisi darurat atau kebutuhan mendesak, seperti kartu tanda penduduk, atau surat-surat izin.
[Fatawa Islamiyah 4/364]
MEMAKAIKAN PAKAIAN MINIM PADA ANAK
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian ibu-ibu –semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka- memakaiakan putri-putri mereka pakaian-pakaian yang tidak menutupi betis. Jika kami menasehati, mereka berdalih, kami dulu juga memakai pakaian tersebut sebelumnya (waktu kecil) dan ternyata tidak membahayakan kami (tidak menghalangi kami untuk memakai hijab) saat kami dewasa. Bagaimana menurut pendapat Syaikh ?
Jawaban
Menurut saya, tidak sepantasnya seseorang memakaikan putrinya dengan pakaian model tersebut meski masih kecil. Sebab cara seperti itu akan menjadi kebiasaannya dan dia akan menganggap remeh. Tapi kalau dia terbiasa berpakaian sopan sejak dini, maka ia akan terbiasa juga dengan pakaian tersebut ketika dewasa. Wasiat saya bagi para muslimah, agar meninggalkan model pakaian luar negeri yang berasal dari musuh agama, dan sebaliknya hendaklah ia membiasakan putri-putri mereka mengenakan pakaian yang menutup badan dan mendidik rasa malu lantaran rasa malu termasuk bagian dari iman.
[Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin 2/845]
Tahnik Dan Memberi Nama
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Burdah dari Abu
Musa, dia berkata, “Pernah dikaruniakan kepadaku seorang anak laki-laki,
lalu aku membawanya ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka
beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan sebuah kurma.”
Al-Bukhari menambahkan, “Dan beliau mendo’akan keberkahan baginya seraya menyerahkannya kembali kepadaku.” Dan dia adalah anak tertua Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu.
Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
“Seorang anak Abu Thalhah merasa sakit. Lalu Abu Thalhah keluar rumah sehingga anaknya itu pun meninggal dunia. Setelah pulang, Abu Thalhah berkata, ‘Apa yang dilakukan oleh anak itu?’ Ummu Sulaim menjawab, ‘Dia lebih tenang dari sebelumnya.’ Kemudian Ummu Sulaim menghidangkan makan malam kepadanya. Selanjutnya Abu Thalhah mencampurinya. Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata, ‘Tutupilah anak ini.’ Dan pada pagi harinya, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya memberitahu beliau, maka beliau bertanya, “Apakah kalian bercampur tadi malam?’ ‘Ya,’ jawabnya. Beliau pun bersabda, ‘Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada keduanya.’ Maka Ummu Sulaim pun melahirkan seorang anak laki-laki. Lalu Abu Thalhah berkata kepadaku (Anas bin Malik), ‘Bawalah anak ini sehingga engkau mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah bersamanya ada sesuatu (ketika di bawa kesini?’ Mereka menjawab, ‘Ya. Terdapat beberapa buah kurma.’ Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil buah kurma itu lantas mengunyahnya, lalu mengambilnya kembali dari mulut beliau dan meletakkannya di mulut anak tersebut kemudian mentahniknya dan memberinya nama ‘Abdullah.” [HR. Muttafaq ‘alaih]
[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]
__________
[1]. Tahnik : Yaitu mengunyah kurma dan menghaluskannya, kemudian mengoleskannya pada langit-langit mulutnya
Al-Bukhari menambahkan, “Dan beliau mendo’akan keberkahan baginya seraya menyerahkannya kembali kepadaku.” Dan dia adalah anak tertua Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu.
Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
كَانَ ابْنٌ ِلأَبِي طَلْحَةَ يَشْتَكِي، فَخَرَجَ أَبُو طَلْحَةَ فَقُبِضَ
الصَّبِيُّ فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحَةَ قَالَ: مَا فَعَلَ الصَّبِيُّ؟
قَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ: هُوَ أَسْكَنُ مِمَّا كَانَ. فَقَرَّبَتْ
إِلَيْهِ الْعَشَاءَ، فَتَعَشَّى ثُمَّ أَصَابَ مِنْهَا، فَلَمَّا فَرَغَ
قَالَتْ: وَارِ الصَّبِيَّ. فَلَمَّا أَصْبَحَ أَبُو طَلْحَةَ أَتَى
رَسُولَ اللهِ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: أَعْرَسْتُمُ اللَّيْلَةَ؟ قَالَ:
نَعَمْ، قَالَ: اَللّهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا. فَوَلَدَتْ غُلاَمًا قَالَ لِي
أَبُو طَلْحَةَ: اِحْمَلْهُ حَتَّى تَأْتِيَ بِهِ النَّبِيَّ فَقَالَ:
أَمَعَهُ شَيْءٌ؟ قَالُوا: نَعَمْ تَمَرَاتٌ. فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ
فَمَضَغَهَا ثُمَّ أَخَذَ مِنْ فِيهِ فَجَعَلَهَا فِي الصَّبِيِّ
وَحَنَّكَهُ بِهِ وَسَمَّاهُ عَبْدَ اللهِ.
“Seorang anak Abu Thalhah merasa sakit. Lalu Abu Thalhah keluar rumah sehingga anaknya itu pun meninggal dunia. Setelah pulang, Abu Thalhah berkata, ‘Apa yang dilakukan oleh anak itu?’ Ummu Sulaim menjawab, ‘Dia lebih tenang dari sebelumnya.’ Kemudian Ummu Sulaim menghidangkan makan malam kepadanya. Selanjutnya Abu Thalhah mencampurinya. Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata, ‘Tutupilah anak ini.’ Dan pada pagi harinya, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya memberitahu beliau, maka beliau bertanya, “Apakah kalian bercampur tadi malam?’ ‘Ya,’ jawabnya. Beliau pun bersabda, ‘Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada keduanya.’ Maka Ummu Sulaim pun melahirkan seorang anak laki-laki. Lalu Abu Thalhah berkata kepadaku (Anas bin Malik), ‘Bawalah anak ini sehingga engkau mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah bersamanya ada sesuatu (ketika di bawa kesini?’ Mereka menjawab, ‘Ya. Terdapat beberapa buah kurma.’ Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil buah kurma itu lantas mengunyahnya, lalu mengambilnya kembali dari mulut beliau dan meletakkannya di mulut anak tersebut kemudian mentahniknya dan memberinya nama ‘Abdullah.” [HR. Muttafaq ‘alaih]
[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]
__________
[1]. Tahnik : Yaitu mengunyah kurma dan menghaluskannya, kemudian mengoleskannya pada langit-langit mulutnya
Peringatan Hari Kelahiran (Ulang Tahun), Menghadiahkan Uang Saat Kelahiran
PERINGATAN HARI KELAHIRAN (ULANG TAHUN)
Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aiz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum perayaan setelah setahun atau dua tahun atau lebih umpamanya, atau kurang, sejak kelahiran seseorang, yaitu yang disebut dengan istilah ulang tahun atau tolak bala. Dan apa hukum menghadiri pesta perayaan-perayaan tersebut. Jika seseorang diundang menghadirinya, apakah wajib memenuhinya atau tidak? Kami mohon jawabannya, semoga Allah membalas Syaikh dengan balasan pahala.
Jawaban:
Dalil-dalil syari'at dari Al-Kitab dan As-Sunnah telah menunjukkan bahwa peringatan hari kelahiran termasuk bid'ah yang diada-adakan dalam agama dan tidak ada asalnya dalam syari'at yang suci, maka tidak boleh memenuhi undangannya karena hal itu merupakan pengukuhan terhadap bid'ah dan mendorong pelaksanaannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,
"Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah." [Asy-Syura: 21]
Dalam ayat lain disebutkan,
"Artinya : Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari'at (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari (siksaan) Allah. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertaqwa." [Al-Jatsiyah: 18-19]
Dalam ayat lainnya lagi disebutkan,
"Artinya : Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)." [Al-A'raf : 3]
Diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
"Artinya : Barang siapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak." [1]
Dalam hadits lainnya beliau bersabda,
"Artinya ; Sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad Saw, seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang diada-adakan dan setiap hal baru adalah sesat." [2]
Dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang semakna.
Di samping perayaan-perayaan ini termasuk bid'ah yang tidak ada asalnya dalam syari'at, juga mengandung tasyabbuh (menyerupai) kaum Yahudi dan Nashrani yang biasa menyelenggarakan peringatan hari kelahiran, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan agar tidak meniru dan mengikuti cara mereka, sebagaimana sabda beliau,
"Artinya : Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal dengan sejengkal dan sehasta dengan sehasta, sampai-sampai, seandainya mereka masuk ke dalam sarang biaivak pun kalian mengikuti mereka." Kami katakan, "Ya Rasulullah, itu kaum Yahudi dan Nashrani?" Beliau berkata, "Siapa lagi." [3]
Makna 'siapa lagi' artinya mereka itulah yang dimaksud dalam perkataan ini. Kemudian dari itu, dalam hadits lain beliau bersabda,
"Artinya : Barangsiapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan mereka” [4]
Dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang semakna.
Semoga Allah menunjukkan kita semua kepada yang diridhai-Nya.
[Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutannawwi’ah, juz 4, hal. 283]
_______
[1]. Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Al-Aqdhiyah. Al-Bukhari menganggapnya mu'allaq dalam Al-Buyu' dan Al-I'tisham.
[2]. Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Al-Jumu’ah.
[3]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim: Al-Bukhari dalam Ahaditsul Anbiya'. Muslim dalam Al-‘Ilm .
[4]. Ahmad. Abu Dawud .
MENGHADIAHKAN UANG SAAT KELAHIRAN
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana menurut syariat mengenai kebiasaan sebagian wanita zaman sekarang, yang mana apabila salah seorang teman mereka dianugrahi anak, mereka memberikan kado berupa uang yang jumlahnya cukup besar dan terkadang memberatkan suami dan kesulitan lainnya. Apakah ini ada dasarnya dalam syari’at?
Jawaban
Pada dasarnya memberikan hadiah untuk kelahiran bayi tidak apa-apa, karena hukum asalnya dibolehkan memberikan hadiah untuk semua kondisi yang halal dan benar kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Jika tradisi yang berlaku, bahwa jika seseorang melahirkan bayi maka kerabatnya memberikan hadiah berupa uang, maka hal ini tidak apa-apa dilakukan, karena mengikuti kebiasaan dan tradisi, bukan sebagai ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Memang saya tidak mengetahui bahwa hal itu dianjurkan oleh As-Sunnah, tapi hanya merupakan kebiasaan sebagian orang zaman sekarang yang sudah mentradisi, hanya saja, jika kebiasaan ini menimbulkan madharat pada seseorang, maka ia tidak harus melaksanakannya.
Jika kebiasaan ini memberatkan suami, sebagaimana disebutkan oleh penanya, yang mana si isteri memaksa suaminya agar memberinya uang yang sebenarnya memberatkannya untuk dihadiahkan kepada orang yang baru melahirkan, maka hal itu terlarang karena menyakiti suami dan memberatkan suami dan menyulitkannya.
Adapun kebiasaan saling memberikan hadiah sederhana sekadar untuk mengungkapkan rasa saling mencintai dan mengasihi, maka hal itu tidak ap-apa.
[Nur’ala Ad-Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 34-35]
Hukum Memukul Murid Untuk Tujuan Mendidik, Berdirinya Murid Menghormati Guru, Hukum Cium Tangan
HUKUM MEMUKUL ANAK MURID UNTUK TUJUAN MENDIDIK
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum memukul murid perempuan untuk tujuan pendidikan dan desakan untuk melaksanakan kewajiban yang dimintanya dari mereka, supaya mereka tidak terbiasa meremehkannya?
Jawaban
Tidak apa-apa. Para pendidik pria dan wanita serta orang tua, masing-masing mempunyai kewajiban untuk memperhatikan anak-anak dan menghukum anak yang harus dihukum jika berbuat lalai, hingga mereka terbiasa dan berakhlak mulia, serta senantiasa istiqomah dalam perbuatan shalih. Dalam hal ini telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau berkata.
“Perintahkan anakmu untuk shalat ketika umur tujuh tahun dan pukullah bila umurnya sepuluh tahun (bila tidak shalat) dan pisahkan tempat tidur mereka (antara laki-laki dan perempuan)”.
Baik laki-laki maupun perempuan boleh dipukul apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun dan melalaikan shalatnya, sebagai hukuman agar mereka istiqomah dalam melaksanakan shalat. Demikian pula untuk kewajiban-kewajiban yang lain dalam pendidikan, permasalahan rumah dan lain-lain. Bagi pera pendidik hendaknya memperhatikan pengarahan dan pengajaran mereka, tetapi dengan pukulan yang ringan yang tidak membahayakan yang bisa menghasilkan tujuan yang dimaksud.
[Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 6/304]
HUKUM BERDIRINYA ANAK MURID UNTUK GURU SEBAGAI PENGHORMATAN
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum berdirinya para murid-murid wanita untuk menghormati guru wanita mereka?
Jawaban
Berdirnya murid perempuan untuk mengormati kepada guru wanita atau berdirinya murid laki-laki untuk menghormati guru pria tidak sepatutnya dilakukan, paling tidak hukumnya sangat makruh, berdasarkan ucapan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
“Tidak ada seorangpun yang lebih mereka (para sahabat) cintai daripada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka tidak berdiri untuk menyambut beliau karena mereka mengetahui makruhnya perbuatan itu”
Juga berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barangsiapa ingin dihormati para pria dengan berdiri maka hendaknya ia menyiapkan tempatnya di Neraka”
Dalam hal ini wanita seperti pria. Semoga Allah memberi taufiknya untuk melaksanakan segala yang diridhainya dan menghindarkan kita dari kemurkaanNya dan larangan-Nya, serta memberi kepada kita semua ilmu yang bermanfaat dan melaksanakannya. Sesungguhnya Dia Maha Baik dan Maha Mulia.
[Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 6/304]
HUKUM CIUM TANGAN
Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apa hukum cium tangan? Dan apa hukum merncium tangan seseorang yang memiliki keutamaan, misalnya guru, dan sebagainya? Apa pula hukum mencium tangan paman dan lainnya yang lebih tua? Apakah mencium tangan kedua orang tua ada tuntunannya dalam syari’at? Ada orang yang mengatakan bahwa cium tangan mengandung kehinaan (menghinakan diri sendiri).
Jawaban
Menurut kami, itu boleh, dalam rangka menghormati dan bersikap sopan terhadap kedua orang tua, ulama, orang-orang yang memiliki keutamaan, kerabat yang lebih tua dan sebagainya. Ibnul Arabi telah menulis risalah tentang hukum cium tangan dan sejenisnya, sebaiknya merujuknya.
Bila cium tangan itu dilakukan terhadap kerabat-kerabat yang lebih tua atau orang-orang yang memiliki keutamaan, ini berarti sebagai penghormatan, bukan menghinakan diri dan bukan pula pengagungan. Kami dapati sebagian Syaikh kami mengingkarinya dan melarangnya, hal itu karena sikap rendah hati mereka, bukan berarti mereka mengharamkannya. Wallahu a’lam
[Fatwa Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin (1852), tanggal 20/11/1421H]
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum memukul murid perempuan untuk tujuan pendidikan dan desakan untuk melaksanakan kewajiban yang dimintanya dari mereka, supaya mereka tidak terbiasa meremehkannya?
Jawaban
Tidak apa-apa. Para pendidik pria dan wanita serta orang tua, masing-masing mempunyai kewajiban untuk memperhatikan anak-anak dan menghukum anak yang harus dihukum jika berbuat lalai, hingga mereka terbiasa dan berakhlak mulia, serta senantiasa istiqomah dalam perbuatan shalih. Dalam hal ini telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau berkata.
“Perintahkan anakmu untuk shalat ketika umur tujuh tahun dan pukullah bila umurnya sepuluh tahun (bila tidak shalat) dan pisahkan tempat tidur mereka (antara laki-laki dan perempuan)”.
Baik laki-laki maupun perempuan boleh dipukul apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun dan melalaikan shalatnya, sebagai hukuman agar mereka istiqomah dalam melaksanakan shalat. Demikian pula untuk kewajiban-kewajiban yang lain dalam pendidikan, permasalahan rumah dan lain-lain. Bagi pera pendidik hendaknya memperhatikan pengarahan dan pengajaran mereka, tetapi dengan pukulan yang ringan yang tidak membahayakan yang bisa menghasilkan tujuan yang dimaksud.
[Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 6/304]
HUKUM BERDIRINYA ANAK MURID UNTUK GURU SEBAGAI PENGHORMATAN
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum berdirinya para murid-murid wanita untuk menghormati guru wanita mereka?
Jawaban
Berdirnya murid perempuan untuk mengormati kepada guru wanita atau berdirinya murid laki-laki untuk menghormati guru pria tidak sepatutnya dilakukan, paling tidak hukumnya sangat makruh, berdasarkan ucapan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
“Tidak ada seorangpun yang lebih mereka (para sahabat) cintai daripada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka tidak berdiri untuk menyambut beliau karena mereka mengetahui makruhnya perbuatan itu”
Juga berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barangsiapa ingin dihormati para pria dengan berdiri maka hendaknya ia menyiapkan tempatnya di Neraka”
Dalam hal ini wanita seperti pria. Semoga Allah memberi taufiknya untuk melaksanakan segala yang diridhainya dan menghindarkan kita dari kemurkaanNya dan larangan-Nya, serta memberi kepada kita semua ilmu yang bermanfaat dan melaksanakannya. Sesungguhnya Dia Maha Baik dan Maha Mulia.
[Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 6/304]
HUKUM CIUM TANGAN
Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apa hukum cium tangan? Dan apa hukum merncium tangan seseorang yang memiliki keutamaan, misalnya guru, dan sebagainya? Apa pula hukum mencium tangan paman dan lainnya yang lebih tua? Apakah mencium tangan kedua orang tua ada tuntunannya dalam syari’at? Ada orang yang mengatakan bahwa cium tangan mengandung kehinaan (menghinakan diri sendiri).
Jawaban
Menurut kami, itu boleh, dalam rangka menghormati dan bersikap sopan terhadap kedua orang tua, ulama, orang-orang yang memiliki keutamaan, kerabat yang lebih tua dan sebagainya. Ibnul Arabi telah menulis risalah tentang hukum cium tangan dan sejenisnya, sebaiknya merujuknya.
Bila cium tangan itu dilakukan terhadap kerabat-kerabat yang lebih tua atau orang-orang yang memiliki keutamaan, ini berarti sebagai penghormatan, bukan menghinakan diri dan bukan pula pengagungan. Kami dapati sebagian Syaikh kami mengingkarinya dan melarangnya, hal itu karena sikap rendah hati mereka, bukan berarti mereka mengharamkannya. Wallahu a’lam
[Fatwa Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin (1852), tanggal 20/11/1421H]
Subscribe to:
Posts (Atom)
NASIHAT PERNIKAHAN UNTUK SUAMI DAN ISTERI
Pernikahan adalah suatu perjanjian yang besar, suatu pertanggungjawaban yang berat bagi seorang laki-laki, yang mana dia mengambil seorang w...

-
Hadits ke-1 Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjumpai Umar Ibnu Al-Khaththa...
-
“Dan tinggallah manusia2 yg buruk, yg seenaknya mlakukan persetubuhan spt khimar (kledai). Maka pd zaman mreka inilah kiamat akan datang.” ...
-
Qur'an dan Terjemah SURAT 41. AL FUSHSHILAT Terjemahan Text Qur'an Ayat Haa Miim. حم 1 Diturunkan dari Tuhan Y...