Searching

Zina Dan Domisili Di Negeri Lain

Tidak ada keraguan lagi bahwa perbuatan zina termasuk dosa besar dan tidak ada keraguan pula bahwa di antara sarana yang mendorong terjadinya perbuatan zina adalah ; menampakkan aurat wanita, campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya, kerusakan moral serta lingkungan secara umum. Maka jika anda telah berzina karena jauh dari istri anda dan karena anda bercampur dengan orang-orang jahat dan rusak, lalu anda menyesal terhadap dosa anda dan anda bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, maka kami mengharapkan agar Allah menerima serta mengampuni dosa anda, karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal shalih ; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Al-Furqan : 68-70]

Dan telah sah dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu dalam hadits tentang baiat wanita, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa di antara kalian yang menepati perjanjian baiat ini maka pahalanya ada pada Allah, dan barangsiapa yang ada melakukan diantara dosa-dosa itu (kemusyrikan, pencurian, perzinaan, membunuh anak dan berbuat dusta/tuduhan) lalu ia dikenakan sangsi hukuman, maka hukuman itu sebagai kafarat dosa baginya, dan barangsiapa yang ada melakukan di antara dosa-dosa itu lalu ia ditutupi oleh Allah, maka urusannya kembali kepada Allah, jika Allah menghendaki Dia akan menyiksanya dan jika Dia menghendaki maka Dia akan mengampuninya" [Hadits Riwayat Bukhari No. 4894]

Tetapi anda harus meninggalkan lingkungan rusak yang menyebabkan anda kepada berbuat maksiat, lalu anda mencari mata pencaharian di negeri lain yang bahanya lebih sedikit, sebagai upaya untuk menjaga agama anda, karena bumi Allah itu luas, dan setiap orang senantiasa mendapati yang bisa ia tempati untuk mencari rizki yang disiapkan oleh Allah untuknya.

"Artinya : Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya" [Ath-Thalaq : 2-3]

Berdiri Untuk Menyambut Yang Datang

Bukan suatu keharusan berdiri untuk orang yang datang, hanya saja ini merupakan kesempurnaan etika, yaitu berdiri untuk menjabatnya (menyalaminya) dan menuntunnya, lebih-lebih bila dilakukan oleh tuan rumah dan orang-orang tertentu. Yang demikian itu termasuk kesempurnaan etika. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri untuk menyambut Fathimah, Fathimah pun demikian untuk menyambut kedatangan beliau [1]. Para sahabat Radhiyallahu ‘anhum juga berdiri untuk menyambut Sa’ad bin Mu’adz atas perintah beliau, yaitu ketika Sa’ad tiba untuk menjadi pemimpin Bani Quraizah.

Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu ‘anhu juga berdiri dan beranjak dari hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Ka’ab bin Malik Radhiyallahu ‘anhu datang setelah Allah menerima taubatnya, hal itu dilakukan Thalhah untuk menyalaminya dan mengucapkan selamat kepadanya, kemudian duduk kembali [3]. (Peristiwa ini disaksikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak mengingkarinya). Hal ini termasuk kesempurnaan etika. Permasalahannya cukup fleksible.

Adapun yang mungkar adalah bediri untuk pengagungan. Namun bila sekedar berdiri untuk menyambut tamu dan menghormatinya, atau menyalaminya atau mengucapkan selamat kepadanya, maka hal ini disyari’atkan. Sedangkan berdirinya orang-orang yang sedang duduk untuk pengagungan, atau sekedar berdiri saat masuknya orang dimaksud, tanpa maksud menyambutnya atau menyalaminya, maka hal itu tidak layak dilakukan. Yang buruk dari itu adalah berdiri untuk menghormat, sementara yang dihormat itu duduk. Demikian ini bila dilakukan bukan dalam rangka menjaganya tapi dalam rangka mengagungkannya.

Bediri Untuk Seseorang Ada Tiga Macam

Pertama.
Berdiri untuknya sebagai penghormatan, sementara yang dihormat itu dalam keadaan duduk, yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh rakyat jelata terhadap para raja dan para pembesar mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa hal ini tidak boleh dilakukan, karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh para sahabatnya untuk duduk ketika beliau shalat sambil duduk, beliau menyuruh mereka supaya duduk dan shalat bersama beliau sambil duduk [4]. Sesuai shalat beliau bersabda.

“Artinya : Hampir saja tadi kalian melakukan seperti yang pernah dilakukan oleh bangsa Persia dan Romawi, mereka (biasa) berdiri untuk para raja mereka sementara para raja itu duduk” [5]

Kedua.
Berdiri untuk seseorang yang masuk atau keluar tanpa maksud menyambut/mengantarnya atau menyalaminya, tapi sekedar menghormati. Sikap seperti ini minimal makruh. Para sahabat Radhiyallahu ‘anhu tidak pernah berdiri untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila beliau datang kepada mereka, demikian ini karena mereka tahu bahwa beliau tidak menyukai hal itu.

Ketiga.
Berdiri untuk menyambut yang datang atau menuntunnya ke tempat atau mendudukannya di tempat duduknya dan sebagainya. Yang demikian ini tidak apa-apa, bahkan termasuk sunnah, sebagaimana yang telah dijelaskan di muka.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
[1]. Hadits Riwayat Abu Daud dalam Al-Adab., At-Tirmidzi dalam Al-Manaqib.
[2]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Jihad., Muslim dalam Al-Jihad.
[3]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Maghazi, Muslim dalam At-Taubah.
[4]. Silakan lihat, di antaranya pada riwayat Al-Bukhari dalam Al-Adzan, Muslim dalam Ash-Shalah dari hadits Anas
[5]. Hadits Riwayat Muslim dalam Ash-Shalah dari hadits Jabir.

Kebiasaan Tersembunyi [Onani]

Melakukan kebiasaan tersembunyi (onani), yaitu mengeluarkan mani dengan tangan atau lainnya hukumnya adalah haram berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah serta penelitian yang benar.

Al-Qur’an mengatakan.

“Artinya : Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampui batas” [Al-Mu’minun : 5-7]

Siapa saja mengikuti dorongan syahwatnya bukan pada istrinya atau budaknya, maka ia telah “mencari yang di balik itu”, dan berarti ia melanggar batas berdasarkan ayat di atas.

Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya”

Pada hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak mampu menikah agar berpuasa. Kalau sekiranya melakukan onani itu boleh, tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkannya. Oleh karena beliau tidak menganjurkannya, padahal mudah dilakukan, maka secara pasti dapat diketahui bahwa melakukan onani itu tidak boleh.

Penelitian yang benar pun telah membuktikan banyak bahaya yang timbul akibat kebiasaan tersembunyi itu, sebagaimana telah dijelaskan oleh para dokter. Ada bahayanya yang kembali kepada tubuh dan kepada system reproduksi, kepada fikiran dan juga kepada sikap. Bahkan dapat menghambat pernikahan yang sesungguhnya. Sebab apabila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan biologisnya dengan cara seperti itu, maka boleh jadi ia tidak menghiraukan pernikahan.

Penyimpangan Seksual Homosek/Liwath

Saya mohon kepada Allah agar melimpahkan kepada Anda kekuatan untuk terlepas dari perilaku yang Anda ceritakan. Tidak diragukan lagi bahwa perilaku yang Anda ceritakan itu adalah perilaku yang sangat keji. Akan tetapi –alhamdulillah- solusinya sebenarnya mudah, yaitu Anda segera bertaubat nasuha dengan cara sungguh-sungguh menyesali apa yang telah terjadi, berhenti total dari perilaku keji itu, dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, serta bergaul dengan orang-orang yang baik, menjauhi orang-orang yang tidak baik, dan segera menikah. Jika secara jujur taubat itu, maka bergembiralah (bahwa Anda akan mendapatkan) kebaikan, keberuntungan, dan akhir yang baik. Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut.

“Artinya : Dan bertaubatlah kepada Allah kalian semua wahai orang-orang yang beriman, supaya kalian beruntung” [An-Nur : 31]

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” [At-Tahrim : 8]

Begitu pula berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Taubat menghapuskan dosa yang sebelumnya”

“Artinya : Orang yang bertaubat dari dosanya keadaannya seperti orang yang tidak punya dosa” [Hadits Riwayat Ibnu Majah, Thabrani]

Semoga Allah melimpahkan taufiqNya kepada Anda, dan memperbaiki hati dan amal perbuatan Anda, serta menganugrahi Anda taubat nasuha dan teman-teman dari orang-orang yang baik.

Bergaul Dengan Pelaku Penyimpangan Seksual

Orang yang tertuduh melakukan perbuatan maksiat wajib untuk dinasehati dan diberi peringatan akan maksiat itu dan akibat jeleknya, dan bahwa maksiat itu termasuk diantara penyebab sakit, mengeras dan matinya hati. Adapun orang yang terang-terangan dan mengakui maksiat itu, maka wajib ditegakkan had pada dirinya dan dilaporkan kepada penguasa.

Tidak boleh berteman dan bergaul dengan orang seperti itu, bahkan sebaliknya wajib diboikot agar mudah-mudahan dia mendapat hidayah Allah dan mau bertaubat. Kecuali jika boikot itu justru menjadikan mereka bertambah jelek perilakunya. Maka wajib selalu mengingkari perbuatan mereka dengan cara yang baik dan nasehat yang terus menerus sampai mereka mendapat hidayah dari Allah.

Tidak boleh menjadikan mereka teman, bahkan wajib terus mengingkari dan memperingatkan mereka tentang perbuatan mereka yang keji itu. Dan wajib bagi pemerintah negeri-negeri Islam menangkap mereka dan melaksanakan had-had syari’at pada mereka. Sedangkan orang-orang yang mengetahui keadaan mereka, wajib untuk membantu negara dalam hal itu berdasarkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala.

“Artinya : Dan tolong-menolonglah dalam berbuat kebajikan dan ketakwaan” [Al-Ma’idah : 2]

“Artinya : Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari perbautan yang mungkar” [At-Taubah : 71]

“Artinya : Demi masa,sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal salih, dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran” [Al-Ashr : 1-3]

Begitupula berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaknya dia merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaknya dengan lisannya. Dan jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemah iman” [Riwayat Muslim] [1]

“Artinya : Agama itu nasihat. Ditanyakan kepada beliau, “Nasihat untuk siapa wahai Rasulullah ?. Beliau menjawab, “Untuk Allah, untuk kitabNya, untuk RasulNya, dan untuk para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin umumnya” [Riwayat Muslim] [2]

Ayat dan hadits yang mengandung makna ini amat banyak.

Kami memohon kepada Allah semoga Dia memperbaiki keadaan kaum muslimin, menjadikan mereka paham akan ajaran agamanya, dan melimpahkan taufiqNya kepada mereka untuk nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran Anda, serta menyatukan kalimat mereka.

Bersama Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Menjenguk Orang Sakit

Kunjungan kepada orang sakit termasuk salah satu hak seorang muslim dengan muslim lainnya. Hukumnya mustahab. Supaya setiap individu tidak hanya berpikir urusan pribadinya saja, tetapi juga memiliki kepedulian kepada orang lain.

Untuk memotivasi umat supaya gemar melakukan kegiatan sosial ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

عَائِدُ الْمَرِيْضِ فِيْ مَخْرَفَةْ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجْعَ

Orang yang menjenguk orang sakit akan berada di kebun-kebun surga sampai ia pulang. [HR Muslim, no. 2568].

Kunjungan kepada orang sakit tidak terbatasi oleh sekat agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjenguk seorang anak Yahudi dan pamannya, Abu Thâlib yang masih musyrik.

Saat berkunjung, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memotivasi dan menanamkan optimisme pada si sakit. Bahwa penyakit yang diderita bukan sebuah mimpi buruk. Ada rahasia Ilahi di baliknya. Dengan demikian, si sakit akan merasa lebih tenang, tidak mengeluhkan takdir atau mencaci penyakit yang sedang dideritanya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menegur orang yang mencaci demam (alhumma ) dengan sabdanya:

لَا تَسُبِّي الْحُمَّى

Janganlah engkau cela demam itu…. [HR.Muslim, 2575].

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut penyakit yang menimpa seorang muslim sebagai thahûr (pembersih dosa) atau kaffârah (pelebur dosa). Ucapan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mengunjungi orang sakit:

لَا بَأْسَ طَهُورٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Tidak masalah, ia (penyakit ini) menjadi pembersih (dosa) insya Allah. [HR al-Bukhâri, 5656].

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membesarkan hati Ummu ‘Alâ, bibi Hizâm bin Hakîm al-Anshâri yang sedang sakit dengan berkata: “Bergembiralah, wahai Ummu ‘Alâ. Sesungguhnya Allah akan menggugurkan dosa-dosa orang yang sakit dengan penyakitnya, sebagaimana api menghilangkan kotoran-kotoran dari biji besi”. [Hadits hasan riwayat Abu Dawud, Shahîh at-Targhîb, 3438].

Dalam melakukan kunjungan kepada si sakit, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam duduk berdekatan dengan arah kepala orang yang sakit. Atau meletakkan tangan di kening, wajah dan mengusap-usap dada dan perut si sakit. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menanyakan kondisinya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah menanyakan tentang apa yang diinginkan oleh orang sakit itu. Apabila menginginkan sesuatu yang tidak berbahaya, maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam meminta seseorang untuk membawakannya. Dan sembari menempelkan tangan kanannya di tubuh orang yang sakit, beliau Shallallahu 'alaihi wa salalm melantunkan doa (di antaranya):

أَسْأَلُ اللَّهَ الْعَظِيمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ أَنْ يَشْفِيَكَ

Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Penguasa Arsy yang agung untuk menyembuhkanmu. Dibaca tujuh kali.

Tidak ada ketentuan khusus mengenai hari maupun waktu untuk berkunjung. Kapan saja, seseorang dapat membezuk orang sakit. Akan tetapi, seyogyanya, pembezuk memilih waktu-waktu yang cocok untuk berkunjung, supaya tidak menjadi beban dan memberatkan orang yang sedang dikunjungi. Selain itu, kunjungan itu hendaklah singkat saja, kecuali jika dikehendaki oleh si sakit, atau jika memberikan maslahat baginya.

Inilah pemandangan yang begitu indah, ketika kaum mukminin menyatu bak satu tubuh. Kegembiraan seorang muslim akan membuat semua tersenyum. Dan kesedihan satu orang saja, sudah menyebabkan semua orang bermuram durja

NASIHAT PERNIKAHAN UNTUK SUAMI DAN ISTERI

Pernikahan adalah suatu perjanjian yang besar, suatu pertanggungjawaban yang berat bagi seorang laki-laki, yang mana dia mengambil seorang w...