MAKNA ASURANSI
Yang dimaksud dengan asuransi, ialah perjanjian jaminan dari pihak
pemberi jaminan (yaitu perusahaan asuransi) untuk memberi sejumlah harta
atau upah secara rutin, atau memberi ganti barang yang lain, kepada
pihak yang diberi jaminan (yaitu nasabah asuransi), pada waktu terjadi
musibah atau terjadinya bahaya, dan dijelaskan dengan perjanjian.
Pemberian itu sebagai ganti angsuran atau pembayaran yang diberikan
nasabah kepada perusahaan asuransi.

SEJARAH ASURANSI
Asuransi yang pertama kali muncul ialah dalam bentuk asuransi perjalanan
laut, yaitu pada abad 14 Masehi. Namun sebenarnya, asuransi ini
memiliki akar sejarah semenjak sebelum Masehi. Praktek asuransi waktu
itu, seseorang meminjamkan sejumlah harta riba untuk kapal yang akan
berlayar. Jika kapal itu hancur, maka pinjaman tersebut hilang. Jika
kapal selamat, maka pinjaman itu dikembalikan dengan riba (tambahan)
yang disepakati. Kapal itu digadaikan sementara sebagai jaminan
pengembalian hutang dan ribanya.
Demikianlah asal muasal perusahaan asuransi. Di dalamnya merupakan
perjanjian yang bersifat riba, mengandung unsur perjudian dan bahaya.
Dan hingga pada saat ini, asuransi tetap memiliki unsur-unsur
sebagaimana saat muncul pertama kali.
Kemudian, pada abad 17 Masehi muncul asuransi di daratan, yaitu di
kalangan bangsa Inggris. Pertama kali, muncul dalam bentuk asuransi
kebakaran. Kemunculannya setelah terjadi kebakaran hebat di kota London
pada tahun 1666 Masehi. Kerugian yang diderita pada waktu itu, tidak
kurang dari 13 ribu rumah, dan sekitar 100 gereja terbakar. Dari sini,
asuransi kebakaran kemudian menyebar ke banyak negara di luar Inggris
pada abad 18 Masehi, khususnya di Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat,
serta semakin bertambah jenisnya, khususnya pada abad 20 Masehi.
JENIS-JENIS ASURANSI
Dilihat dari bentuk dan tujuannya, asuransi dapat dikategorikan dalam dua jenis.
Yaitu at-Ta'mîn at-Tijâri dan at-Ta'mîn at-Ta'âwuni.
Asuransi at-Ta'mîn at-Tijâri. Yaitu asuransi yang bertujuan mencari
keuntungan, atau asuransi yang dijadikan usaha, asuransi yang memiliki
angsuran yang pasti. Angsuran ini, otomatis menjadi milik perusahaan
asuransi sebagai ganti dari pembayaran yang dia tanggung jika terjadi
musibah, atau sesuai dengan yang disepakati.
Jika jumlah pembayaran dari perusahaan lebih besar dari uang angsuran,
maka itu ditanggung oleh perusahaan dan merupakan kerugiannya. Jika
tidak terjadi musibah, maka angsuran itu menjadi milik perusahaan tanpa
ganti apapun dan ini merupakan keuntungan bagi perusahaan asuransi.
Inilah asuransi yang hendak dibicarakan di sini. Dan ini terlarang, karena bersifat spekulasi yang merugikan salah satu pihak.
Asuransi at-Ta'mîn at-Ta'âwuni, dan disebut juga dengan at-Ta'mîn
at-Tabâduli, atau at-Ta'mîn al-Islami. Yaitu asuransi gotong-royong,
atau asuransi yang sesuai dengan agama Islam. Asuransi ini tidak
bertujuan mencari keuntungan, namun hanya bersifat tolong-menolong dalam
menanggung kesusahan.
Contohnya, sekelompok orang bersama-sama mengumpulkan uang. Dengan uang ini, mereka membantu orang yang terkena musibah.
Perusahaan asuransi Islam ini, tidak otomatis memiliki uang angsuran
dari nasabah. Demikian juga uang yang dibayarkan ketika terjadi musibah
bukan milik perusahaan, namun milik bersama. Perusahaan ini hanyalah
menyimpan, mengembangkan, dan memberikan bantuan.
Selain dua jenis asuransi di atas, masih ada jenis asuransi lainnya, yaitu at-Ta'mîn al-Ijtima'i (jaminan keamanan sosial).
Asuransi at-Ta'mîn al-Ijtima'i ini, juga tidak mencari keuntungan dan
bukan asuransi khusus pada seseorang yang khawatir terjadinya musibah
tertentu. Asuransi at-Ta'mîn al-Ijtima'i ini bertujuan untuk membantu
orang banyak, yang kemungkinan bisa berjumlah jutaan orang. Seperti yang
dilakukan oleh negara atau suatu pemerintahan untuk para pegawainya,
yang dikenal dengan istilah peraturan pensiun (di Indonesia dikenal
dengan istilah Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri atau Taspen, Red.).
Yaitu dengan cara memotong gaji bulanan dalam prosentase tertentu, dan
ketika telah sampai masa pensiun, maka uang (pemotongan gaji) tersebut
diberikan kembali dalam bentuk gaji pensiun bulanan, atau uang pesangon
yang diberikan sekaligus untuk membantu kehidupannya. Dan jenis ini,
sebenarnya tidak termasuk dalam kategori asuransi. Namun hal ini tidak
mengapa, asalkan tidak disimpan di bank yang menjalankan riba.
MACAM-MACAM ASURANSI TIJÂRI
At-Ta'mîn at-Tijâri, sebagai asuransi yang bertujuan mencari keuntungan
ini sangat banyak macamnya. Antara lain sebagaimana berikut.
Pertama. Asuransi Kecelakaan.
Asuransi jenis ini berkenaan dengan harta-harta yang dimiliki, seperti
asuransi pencurian, asuransi kebakaran, dan semacamnya. Juga
diberlakukan untuk pertanggungan terhadap nasabah, seperti asuransi
kecelakaan kendaraan, asuransi kecelakaan kerja, dan semacamnya.
Kedua. Asuransi Pribadi.
Yaitu asuransi dari bahaya-bahaya yang berhubungan dengan manusia itu
sendiri, berkaitan dengan kehidupannya, kesehatannya, atau
keselamatannya. Asuransi ini meliputi asuransi jiwa dan asuransi dari
musibah-musibah yang menimpa badan (jasmani).
Asuransi jiwa, yaitu perjanjian yang mengharuskan perusahaan asuransi
memberikan sejumlah uang kepada nasabah atau kepada orang ketiga, ketika
nasabah (atau orang ketiga) itu meninggal dunia, ataupun pemberiaan
dalam keadaan nasabah (atau orang ketiga) itu masih hidup sampai umur
tertentu. Pemberian perusahaan asuransi ini sebagai ganti dari
angsuran-angsuran yang telah disetorkan oleh nasabah terdahulu.
Asuransi jiwa ini dapat digolongkan dalam beberapa macam.
1. Asuransi Kematian.
Yaitu pemberian sejumlah uang pada saat kematian nasabah, dan meliputi tiga macam.
a. Asuransi Selama Hidup.
Yaitu perusahaan asuransi memberikan sejumlah uang kepada orang yang
diasuransikan pada saat kematian orang yang membayar asuransi (nasabah).
Jika asuransi untuk jangka tertentu, seperti 20 tahun misalnya, dan
nasabah itu meninggal sebelum masa 20 tahun, maka angsurannya
(setorannya) gugur, dan orang yang diasuransikan tersebut berhak
mendapatkan sejumlah uang asuransi secara penuh. Ini berarti kerugian
bagi perusahaan. Dan jika nasabah masih hidup melewati masa 20 tahun,
maka angsurannya berhenti, tetapi uang asuransi tidak diberikan kepada
orang yang diasuransikan, kecuali setelah kematian nasabah.
b. Asuransi Berjangka Waktu Tertentu.
Yaitu nasabah membayar angsuran asuransi, dan perusahaan akan membayar
sejumlah uang asuransi untuk orang yang diansuransikan jika nasabah
meninggal dalam jangka waktu (masa) asuransi. Jika nasabah masih hidup
melewati jangka waktu asuransi, maka angsuran yang telah ia bayarkan
hilang, dan perusahaan asuransi mengambil uang tersebut dengan tanpa
imbalan apapun. Asuransi jenis ini sangat jelas unsur perjudiannya.
c. Asuransi Selama Hidupnya Orang Yang Diasuransikan.
Yaitu perusahaan asuransi memberikan sejumlah uang kepada orang yang
diasuransikan, jika dia tetap hidup setelah kematian orang yang membayar
asuransi (nasabah). Tetapi jika orang yang diasuransikan meninggal
sebelum orang yang membayar asuransi (nasabah), maka asuransi berhenti,
dan harta yang telah disetorkan oleh nasabah itu hilang. Asuransi jenis
ini juga sangat jelas unsur perjudiannya.
2. Asuransi Untuk Keadaan Tetap Hidup.
Yaitu tetap hidupnya nasabah. Asuransi ini kebalikan dari bentuk (1.a).
Dalam asuransi ini, nasabah membayar sejumlah uang tertentu kepada
perusahaan asuransi, dan perusahaan akan membayarkan sejumlah uang
tertentu juga –yang lebih banyak- pada waktu yang ditentukan, jika
nasabah itu tetap hidup sampai waktu tersebut. Tetapi jika nasabah
meninggal sebelum waktu yang ditetapkan dalam perjanjian asuransi, maka
asuransi berhenti, dan harta yang telah disetorkan oleh nasabah itu
hilang. Begitu pula ahli waris nasabah tidak dapat memanfaatkannya.
Asuransi jenis ini juga sangat jelas unsur perjudiannya.
3. Asuransi Yang Memiliki Unsur Kombinasi.
Yaitu penggabungan dua jenis asuransi di atas. Perusahaan asuransi
menjamin pembayaran sejumlah uang asuransi kepada orang yang
diasuransikan, jika nasabah meninggal pada selang waktu tertentu, atau
membayarkan kepada nasabah jika ia masih hidup setelah selesainya waktu
asuransi. Oleh karena itu, angsuran asuransi jenis ini lebih besar
(nominalnya) dari dua jenis asuransi yang disebutkan sebelumnya (1 dan
2).
Adapun asuransi dari musibah-musibah yang menimpa badan, yaitu
perusahaan asuransi menjamin pembayaran sejumlah uang (klaim) kepada
orang yang diasuransikan, jika nasabah tertimpa musibah yang berkaitan
dengan badannya selama masa asuransi. Atau diberikan kepada orang
tertentu, jika nasabah yang mengikuti asuransi itu meninggal.
Termasuk dalam jenis ini, yaitu asuransi kesehatan. Dan terkadang
asuransi kesehatan mencakup seluruh jenis penyakit, atau penyakit
tertentu, atau tindakan operasi penyakit, atau sebagian penyakit.
Dokumen transaksi asuransi menentukan jenis bahaya yang diasuransikan,
dan yang tercatat itulah yang mendapatkan jaminan asuransi dari
perusahaan.
HUKUM ASURANSI TIJÂRI
Asuransi tijâri (yang merupakan usaha untuk mencari keuntungan) dengan semua jenisnya, hukumnya haram, karena beberapa sebab:
1. Perjanjian Asuransi Tijâri Merupakan Perjanjian Penggantian Harta
Yang Mengandung Ketidakpastian, Dan Mengandung Bahaya Yang Sangat Besar.
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli dengan kerikil dan jual beli gharar" [HR. Muslim, no. 1513]
Jual beli dengan kerikil, seperti seorang penjual mengatakan ''aku
menjual kain yang terkena kerikil yang aku lemparkan''. Atau ''aku
menjual tanah ini mulai sini, sampai jarak kerikil yang aku lemparkan''.
Atau semacamnya yang tidak ada kejelasan.
Sedangkan jual beli gharar, yaitu jual beli yang mengandung
ketidakjelasan, tipu-daya, dan tidak mampu menyerahkan barang, seperti
menjual ikan di dalam kolam, menjual burung yang terbang di udara, dan
semacamnya. (Lihat Syarh Muslim, karya Imam an-Nawâwi).
2. Asuransi Tijâri Termasuk Dalam Kategori Jenis Perjudian.
Karena pada asuransi itu terdapat bahaya kerugian dalam pertukaran
harta, kerugian dengan tanpa berbuat kejahatan atau penyebabnya, dan
keuntungan dengan tanpa imbalan, atau dengan imbalan yang tidak sepadan.
Karena nasabah asuransi, terkadang baru menyetor sekali angsuran, lalu
terjadi kecelakaan (musibah), sehingga perusahaan asuransi menderita
kerugian sejumlah uang asuransi. Atau tidak terjadi kecelakaan sama
sekali, sehingga perusahaan asuransi mendapatkan keuntungan dari
angsuran-angsuran nasabah asuransi dengan tanpa imbalan. Dengan
demikian, asuransi termasuk dalam larangan perjudian, sebagaimana
disebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan" [Al-Maidah/5: 90]
3. Perjanjian Asuransi Tijâri Mengandung Riba.
Karena keuntungan yang didapatkan perusahaan asuransi itu tanpa imbalan.
Sedangkan keuntungan nasabah merupakan tambahan dari harta pokoknya
yang tidak ada imbalannya. Dan riba di dalam Islam sangat keras
larangannya.
Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya" [al-Baqarah/2:278-279]
4. Asuransi Tijâri Merupakan Perlombaan Yang Hukumnya Haram, Karena Mengandung Ketidakjelasan, Bahaya Kerugian, Dan Perjudian.
Demikianlah, bahwa syariat Islam tidak memperbolehkan perlombaan yang
pemenangnya mengambil harta, kecuali yang padanya terdapat pembelaan dan
kemenangan terhadap Islam, untuk meninggikan Islam dengan hujjah, atau
dengan senjata. Dan Nabi n telah membatasi dengan tiga macam perlombaan,
yang pemenangnya dibolehkan mengambil upah (hadiah).
لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
"Tidak boleh mengambil hadiah harta perlombaan kecuali pada onta, kuda,
atau anak panah" [HR Abu Dawud, no. 2574; at-Tirmidzi, no. 1700]
Yaitu tidak boleh mengambil harta dengan perlombaan, kecuali pada salah
satu dari tiga perkara di atas. Karena ketiganya –dan yang semaknanya-
termasuk persiapan peperangan dan kekuatan berjihad memerangi musuh. Dan
memberikan hadiah padanya merupakan dorongan kepada jihad. [Lihat
Tuhfatul-Ahawadzi].
5. Perjanjian Asuransi Tijâri, Mengandung Unsur Mengambil Harta Orang Lain Dengan Tanpa Imbalan.
Perbuatan seperti ini merupakan kebatilan. Sebab Allah Ta'ala berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu". [an-Nisa'/4: 29]
6. Perjanjian Asuransi Tijâri Mewajibkan Sesuatu Yang Tidak Diwajibkan Oleh Syariat.
Karena perusahaan asuransi tidak membuat kecelakaan dan tidak melakukan
perkara yang menyebabkan kecelakaan, namun ia wajib membayar klaim. Hal
itu karena perjanjian dengan nasabah untuk memberi jaminan pertangungan
atas bahaya yang menimpa nasabah dengan imbalan setoran angsuran
nasabah.
Berdasarkan keterangan ini, maka banyak fatwa para ulama yang
mengharamkan asuransi tijâri dengan segala jenisnya. Begitu pula dari
penjelasan ini nampak, bahwa asuransi yang saat ini banyak beredar, yang
dilakukan sebagai usaha untuk meraih keuntungan, termasuk perkara yang
dilarang syariat. Adapun asuransi yang dibolehkan, yaitu asuransi
at-Ta'mîn at-Ta'âwuni. Asuransi yang bertujuan untuk gotong royong,
sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Wallahu a'lam.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
[1]. Makalah ini ditulis oleh Ustadz Muslim al-Atsari bersumber dari
kitab Mausûah al-Qadhâyâ al-Fiqhiyyah al-Mu'âshirah wal-Iqtishâd
al-Islami, karya Syaikh Prof. Dr. Ali Ahmad as-Sâlûs, Penerbit Dar
ats-Tsaqafah Qathar, halaman 363-395. Beliau merupakan pengajar bidang
fiqh dan ushûl di Kuliyah Syari'at Universitas Qathar. Penulisan makalah
ini, juga dengan mengambil beberapa tambahan dari rujukan lain.
No comments:
Post a Comment