ASURANSI SECARA UMUM
Kata asuransi, dalam bahasa Inggris disebut insurance, dan dalam bahasa
Perancis disebut assurance. Adapun dalam bahasa Arab, disebut at-Ta'min.

Penjelasan ini, sepadan juga dengan yang telah didefinisikan dalam
Perundang-Undangan Negara Indonesia, sebagai perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.[2]
Sedangkan sebagian ulama syariat dan ahli fikih memberikan definisi beragam. di antaranya sebagai berikut.
1. Asuransi, ialah perjanjian jaminan dari pihak pemberi jaminan (yaitu
perusahaan asuransi) untuk memberi sejumlah harta atau upah secara rutin
atau ganti barang yang lain, kepada pihak yang diberi jaminan (yaitu
nasabah asuransi) pada waktu terjadi musibah atau kepastian bahaya, yang
dijelaskan dengan perjanjian, hal itu sebagai ganti angsuran atau
pembayaran yang diberikan oleh nasabah kepada perusahaan. [3]
2. Asuransi, ialah perjanjian yang mengikat diri penanggung sesuai
tuntutan perjanjian untuk membayar kepada pihak tertanggung atau nasabah
yang memberikan syarat tanggungan untuk kemaslahatannya sejumlah uang
atau upah rutin atau ganti harta lainnya pada waktu terjadinya musibah
atau terwujudnya resiko yang telah dijelaskan dalam perjanjian. Hal itu
diberikan sebagai ganti angsuran atau pembayaran yang diberikan
tertanggung kepada penanggung (perusahaan asuransi).[4]
3. Asuransi, ialah pengikatan diri pihak pertama kepada pihak kedua
dengan memberikan ganti berupa uang yang diserahkan kepada pihak kedua
atau orang yang ditunjuknya ketika terjadi resiko kerugian yang telah
dijelaskan dalam akad. Itu sebagai imbalan dari yang diserahkan pihak
kedua berupa sejumlah uang tertentu dalam bentuk angsuran atau yang
lainnya.[5]
Dari ragam definisi di atas, maka dalam asuransi dapat disimpulkan adanya kata sepakat beberapa hal berikut ini:
1. Adanya ijab dan qabul dari pihak penanggung (al-Mu`ammin) dan tertanggung (al-Mu`ammin lahu).
2. Obyek yang dituju oleh asuransi.
3. Tertanggung menyerahkan kepada penanggung (perusahaan asuransi)
sejumlah uang, baik secara cash maupun dengan angsuran sesuai
kesepakatan kedua belah pihak, yang dinamakan premi.
4. Penanggung memberikan ganti kerugian kepada tertanggung apabila terjadi kerusakan seluruhnya atau sebagiannya.
Demikian asuransi yang umumnya berlaku, dan dikenal dengan asuransi
konvensional (at-Ta'min at-Tijaari) yang dilarang mayoritas ulama dan
peneliti masalah kontemporer dewasa ini. Larangan ini juga menjadi
ketetapan Majlis Hai`ah Kibar 'Ulama (Majlis Ulama Besar, Saudi Arabia)
no. 55, tanggal 4/4/1397 H, dan ketetapan no. 9 Majlis Majma' al-Fiqh
dibawah Munazhamah al-Mu'tamar al-Islami (OKI) [6]. Juga diharamkan
dalam keputusan al-Mu'tamar al-'Alami al-Awal lil-Iqtishad al-Islami di
Makkah tahun 1396 H [7]. Kemudian, para ulama memberikan solusi dalam
masalah asuransi ini. Yaitu dengan merumuskan satu jenis asuransi
syariat yang didasarkan kepada akad tabarru'at [8], yang dinamakan
at-Ta'min at-Ta'awuni (asuransi ta'awun) atau at-Ta'mien at-Tabaaduli.
PENGERTIAN ASURANSI TA'AWUN ATAU AT-TA'MIEN AT-TA'AWUNI
Para ulama kontemporer mendefinisikan at-Ta'mien at-Ta'awuni sebagai berikut.
1. Asuransi ta'awun, ialah berkumpulnya sejumlah orang yang memiliki
resiko bahaya tertentu. Mereka mengumpulkan sejumlah uang secara
berserikat. Sejumlah uang ini dikhususkan untuk mengganti kerugian yang
sepantasnya kepada orang yang tertimpa kerugian di antara mereka.
Apabila premi yang terkumpul tidak mencukupi untuk biaya pertanggungan,
maka anggota diminta mengumpulkan tambahan untuk menutupi kekurangan
tersebut. Sebaliknya, apabila terdapat kelebihan dari yang dikeluarkan
untuk pertanggungan, maka setiap anggota berhak meminta kembali
kelebihan tersebut. Setiap anggota asuransi ini sebagai penanggung dan
tertanggung sekaligus. Asuransi ini dikelola oleh sebagian anggotanya.
Gambaran secara jelas jenis asuransi ini, yaitu seperti halnya bentuk
usaha kerjasama dan solidaritas yang tidak bertujuan mencari keuntungan,
akan tetapi hanya untuk mengganti kerugian yang menimpa sebagian
anggotanya di antara mereka. Mereka membaginya sesuai tata cara yang
telah dijelaskan dan disepakati.[9]
2. Asuransi ta'awun, ialah kerjasama sejumlah orang yang memiliki
kesamaan resiko bahaya tertentu untuk mengganti kerugian yang menimpa
salah seorang dari anggotanya dengan cara mengumpulkan sejumlah uang,
untuk kemudian menunaikan ganti rugi (pertanggungan) ketika terjadi
resiko bahaya, sebagaimana yang sudah ditetapkan.[10]
3. Asuransi ta'awun, ialah berkumpulnya sejumlah orang membuat shunduq
(tempat mengumpulkan dana), yang mereka danai dengan angsuran tertentu
yang dibayarkan dari setiap anggotanya. Masing-masing anggota mengambil
dari shunduq tersebut bagian tertentu (sebagai gantinya, pertanggungan)
apabila tertimpa kerugian (bahaya, resiko) tertentu.
4. Asuransi ta'awun, ialah berkumpulnya sejumlah orang yang menanggung
resiko bahaya serupa, dan masing-masing memiliki bagian tertentu yang
dikhususkan untuk menunaikan ganti rugi yang pantas bagi yang terkena
bahaya (resiko).
Apabila bagian yang terkumpul (secara syarikat) tersebut melebihi yang
harus dikeluarkan sebagai ganti rugi (pertanggungan), maka anggota
memiliki hak untuk meminta kembali. Dan apabila terjadi kekurangan, maka
para anggota diminta untuk membayar iuran tambahan untuk menutupi
kekurangannya atau ganti rugi yang seharusnya dikurangi sesuai
ketidakmampuan tersebut.
Anggota asuransi ta'awun ini tidak bertujuan untuk menggali keuntungan,
namun hanya berusaha mengurangi kerugian yang dihadapi sebagian
anggotanya, sehingga mereka melakukan akad transaksi untuk saling
membantu menanggung musibah yang menimpa sebagian anggotanya.[11]
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi
ta'awun adalah bergeraknya sejumlah orang yang masing-masing sepakat
untuk mengganti kerugian yang menimpa salah seorang dari mereka sebagai
akibat resiko bahaya tertentu, dan itu diambil dari iuran, yang setiap
dari mereka telah bersepakat membayarnya. Ini adalah akad tabarru' yang
bertujuan saling membantu, dan bukan bertujuan untuk perniagaan ataupun
mencari keuntungan. Sebagaimana juga bahwa akad ini tidak mengandung
riba, tidak bersifat spekulasi, gharar dan perjudian.
Gambaran secara mudah, misalnya ada satu keluarga atau sejumlah orang
membuat shunduq, lalu mereka menyerahkan sejumlah uang, yang nantinya,
dari sejumlah uang yang terkumpul itu digunakan untuk ganti rugi
(sebagai pertanggungan) kepada anggotanya yang mendapatkan musibah
(bahaya, resiko).
Apabila uang yang terkumpul tersebut tidak menutupinya, maka menambahkan
iuran menutupi kekurangannya. Apabila berlebih setelah ditunaikan ganti
rugi (pertanggungan) tersebut, maka dikembalikan lagi kepada
masing-masing anggotanya, atau dijadikan modal untuk masa yang akan
datang.
Hal ini, mungkin dapat diperluas menjadi sebuah lembaga atau yayasan
dengan memiliki petugas yang khusus mengelolanya untuk mendapatkan dan
menyimpan uang-uang tersebut, serta mengeluarkannya. Lembaga ini, juga
boleh memiliki pengelola yang membuat rencana kerja dan pengaturannya.
Semua pekerja, petugas, dan berikut pengelolanya mendapatkan gaji
tertentu, atau mereka melakukannya dengan sukarela. Namun semua harus
berdasarkan bukan untuk mencari keuntungan (bisnis), dan seluruh sisinya
bertujuan untuk ta'awun (saling tolong-menolong).[12]
Dari sini dapat dijelaskan karekteristik asuransi ta'awun sebagai berikut:
1. Tujuan asuransi ta'awun, ialah murni takaful dan ta'awun (saling
tolong-menolong) dalam menutup kerugian yang timbul dari bahaya dan
musibah.
2. Akad asuransi ta'awun adalah akad tabarru'. Sebagaimana nampak dalam
hubungan antara nasabah (anggotanya), jika dana yang tersedia kurang,
maka mereka menambah. Dan bila lebih, mereka pun memiliki hak untuk
meminta kembali sisanya.
3. Landasan pemikiran asuransi ta'awun, ialah berdasarkan pada pembagian
kerugian bahaya tertentu atas sejumlah orang. Setiap orang memberikan
saham dalam membantu menutupi kerugian tersebut di antara mereka.
Sehingga seseorang yang ikut serta dalam asuransi ini saling bertukar
dalam menanggung resiko bahaya di antara mereka.
4. Pada umumnya, asuransi ta'awun berkembang pada kelompok yang
mempunyai ikatan khusus dan telah lama, seperti kekerabatan atau satu
pekerjaan (profesi).
5. Pemberian ganti rugi (pertanggungan) atas resiko bahaya yang diambil
dari shunduq (simpanan) asuransi yang ada, jika tidak mencukupi maka
adakalanya meminta tambahan dari anggota, atau mencukupkan dengan
menutupi sebagian kerugian saja.[13]
PERBEDAAN ANTARA ASURANSI TA'AWUN DAN ASURANSI KONVENSIONAL[14]
Dari karekteristik diatas dan definisi yang disampaikan para ulama
kontemporer tentang asuransi ta'awun dapat dijelaskan perbedaan antara
asuransi ini dengan yang konvensional. Diantaranya:
1. Asuransi ta'awun termasuk akad tabarru yang tujuannya murni takaful
dan ta'awun (saling tolong-menolong) dalam menutup kerugian yang timbul
dari bahaya dan musibah. Sehingga premi dari anggotanya bersifat hibah
(tabarru).
Ini berbeda dengan asuransi konvensional yang memiliki maksud mencari
keuntungan berdasarkan akad al-mu'awwadhah al-ihtimaliyah (bisnis
oriented dan bersifat spekulatif).
2. Pemberian ganti rugi atas (pertanggungan) resiko bahaya dalam
asuransi ta'awun, diambil dari jumlah premi yang ada di dalam shunduq
(simpanan) asuransi. Apabila tidak mencukupi, maka adakalanya meminta
tambahan dari anggotanya, atau mencukupkan hanya dengan menutupi
sebagian kerugian saja. Sehingga tidak ada keharusan menutupi seluruh
kerugian yang ada bila anggota tidak sepakat menutupi seluruhnya.
Adapun dalam asuransi konvensional yang mengikat diri untuk menutupi
seluruh kerugian yang ada (sesuai kesepakatan) sebagai ganti premi
asuransi yang dibayar tertanggung. Hal ini menyebabkan perusahaan
asuransi mengikat diri untuk menanggung semua resiko sendiri tanpa
adanya bantuan dari nasabah lainnya. Oleh karena itu, tujuan akadnya
ialah mencari keuntungan, namun keuntungannya tidak bisa untuk kedua
belah pihak. Bahkan apabila perusahaan asuransi tersebut memperoleh
keuntungan, maka nasabah (tertanggung) merugi. Begitu pula sebaliknya,
bila nasabah (tertanggung) memperoleh keuntungan, maka perusahaan (pihak
penanggung) itulah yang merugi. Yang demikian ini termasuk dalam
kategori memakan harta dengan cara batil, karena keuntungan yang
diperoleh oleh salah satu pihak berada di atas kerugian pihak lainnya.
3. Dalam asuransi ta'awun, seluruh nasabah tolong-menolong menunaikan
ganti rugi yang harus dikeluarkan, dan pembayaran ganti rugi sesuai
dengan dana yang tersedia, dan juga dari peran para anggotanya.
Adapun menurut asuransi konvensional, bisa jadi perusahaan asuransi
tidak mampu membayar ganti rugi (pertanggungan) kepada nasabahnya
apabila melewati batas ukuran (jumlah) yang telah ditetapkan perusahaan
untuk dirinya.
4. Asuransi ta'awun tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan dari
selisih premi yang dibayar dari ganti rugi yang dikeluarkan. Bahkan bila
ada selisih (sisa) dari pembayaran klaim, maka dikembalikan kepada
anggota (tertanggung). Sedangkan dalam perusahaan asuransi konvensional,
sisa tersebut menjadi milik perusahaan asuransi (penanggung).
5. Penanggung (al-Mu`ammin) dalam asuransi ta'awun adalah tertanggung
(al-Mu`ammin lahu) sendiri. Sedangkan dalam asuransi konvensional,
penanggung (al-Mu`ammin) adalah pihak luar.
6. Dalam asuransi ta'awun, premi yang dibayarkan tertanggung digunakan
untuk kebaikan mereka seluruhnya. Karena tujuan asuransi ta'awun bukan
untuk mencari keuntungan, namun dimaksudkan untuk menutupi ganti
kerugian dan biaya operasinol perusahaan asuransi saja.
Sedangkan dalam asuransi konvensional, premi tersebut digunakan untuk
kemaslahatan perusahaan dan mendapatkan keuntungan. Karena tujuan dari
usaha asuransi ini untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari
pembayaran premi para nasabahnya.
7. Asuransi ta'awun terbebas dari riba, spekulasi, dan perjudian serta gharar yang terlarang.
Adapun asuransi konvensional, usaha yang dilakukannya tidak lepas dari hal-hal tersebut.
8. Dalam asuransi ta'awun, hubungan antara nasabah dengan perusahaan asuransi ta'awun memiliki asas-asas berikut.
(a). Pengelola perusahaan asuransi ta'awun melaksanakan managemen
operasional asuransi, berupa menyiapkan surat tanda keanggotaan
(watsiqah), mengumpulkan premi, mengeluarkan klaim (ganti rugi) dan
selainnya. Dari pengelolaannya itu, ia mendapatkan gaji tertentu secara
jelas. Karena, mereka menjadi pengelola operasional asuransi dan ditulis
secara jelas jumlah gajinya tersebut.
(b). Pengelola perusahaan diijinkan untuk membentuk perusahaan, dan juga
memiliki kewenangan mengembangkan harta asuransi yang diserahkan para
nasabahnya. Dengan ketentuan, mereka berhak mendapatkan bagian
keuntungan dari pengembangan harta asuransi itu sebagai mudhârib
(pengelola pengembangan modal dengan mudhârabah).
(c). Perusahaan memiliki dua hitungan yang terpisah. Pertama, dalam hal
pengembangan modal perusahaan asuransi. Kedua, perhitungan harta
asuransi dan sisa harta asuransi yang murni menjadi milik nasabah
(pembayar premi).
(d). Pengelola perusahaan bertanggung jawab sebagai mudhârib dalam
pengelolaan yang berhubungan dengan pengembangan modal sebagai imbalan
bagian keuntungan mudharabah, sebagaimana juga bertanggung jawab pada
semua pengeluaran kantor asuransi sebagai imbalan gaji pengelolaan yang
menjadi haknya.[15]
Adapun menurut asuransi konvesional, hubungan antara nasabah dengan
perusahan asuransi dalam hal pengelolaan harta nasabah, bahwa semua
premi yang dibayar nasabah (tertanggung) menjadi harta milik perusahaan
yang dicampur dengan modal perusahaan sebagai imbalan pembayaran klaim
asuransi. Sehingga tidak ada dua hitungan yang terpisah.
9. Nasabah dalam perusahaan asuransi ta'awun dianggap sebagai anggota
syarikat yang memiliki hak terhadap keuntungan dari usaha pengembangan
modal mereka.
Sedangkan dalam asuransi konvensional, para nasabah tidak dianggap
sebagai syarikat, sehingga sama sekali tidak berhak memperoleh
keuntungan pengembangan modal mereka, dan perusahan sendirilah yang
mengambil seluruh keuntungan yang ada.
10. Perusahaan asuransi ta'awun tidak mengembangkan hartanya pada hal-hal yang diharamkan.
Sedangkan asuransi konvensional tidak memperdulikan hal dan haram dalam pengembangan hartanya.
Demikianlah beberapa perbedaan yang ada. Mudah-mudahan semakin memperjelas permasalahan asuransi ta'awun ini.
Wabillahit-taufiq.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
[1]. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional,
Cetakan Balai Pustaka, 2005, hlm. 73. Lihat juga Kamus Umum Bahasa
Indonesia, susunan W.J.S. Purwodarminto, Balai Pustaka, Cetakan ke-8,
Tahun 1984, hlm. 63.
[2]. Lihat Undang-Undang No. 2, Tahun 1992, tentang usaha perasuransian.
[3]. Lihat tulisan Ustadz Muslim, dalam Rubrik Mabhats, XXX, edisi ini, halaman …
[4]. Abhats Hai'at Kibar Ulama, al-Lajnatid-Dâimati lil-Buhûtsil-‘Ilmiyati wal-Iftâ` (4/36).
[5]. At-Ta'mîn wa Ahkamuhu, oleh al-Tsanayân (hlm. 40). Dinukil dari
kitab al-'Uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah, Dirasat Fiqhiyah Ta'shiliyah wa
Tathbiqiyat, Dr. 'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdillah al-'Imrâni, hlm.
288.
[6]. Al-Fiqhul-Muyassarah, Qismul-Mu'amalat, hlm. 255.
[7]. Fiqhun-Nawâzil, Dirasah Ta'shiliyah Tathbiqiyat (3/267).
[8]. Akad tabarru`, adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan
tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan mencari
keuntungan (profit). Lihat Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia, No. 21/DSN-MUI/X/2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
[9]. Abhats Hai'at Kibar Ulama, oleh al-Lajnatid-Dâimati lil-Buhûtsil-‘Ilmiyati wal-Iftâ`. Saudi Arabiya, 4/38.
[10]. Nidzam at-Ta'mîn, Musthafa al-Zarqa`, hlm. 42. Dinukil dari
al-'Uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah, Dirasat Fiqhiyah Ta'shiliyah wa
Tathbiqiyat, hlm. 289.
[11]. Al-Gharar wa Atsaruhu fil-'Uqûd, Dr. Adh-Dharîr, Mathbu'ât
Majmu'ah Dalah al-Barakah, Cetakan Kedua, hlm. 638. Dinukil dari makalah
Dr. Khalid bin Ibrahim ad-Du'aijî berjudul Ru'yat Syar'iyah fî Syarikat
at-Ta'mîn at-Ta'âwuniyah, hlm. 2. Lihat aldoijy@awalnet.net.sa atau
www.saaid.net
[12]. Lihat pembahasannya dalam al-'Uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah, Dirasat Fiqhiyah Ta'shiliyah wa Tathbiqiyat, hlm. 291-311.
[13]. Kelima karekteristik ini dapat dilihat dalam kitab al-'Uqûd
al-Mâliyah al-Murakkabah, Dirasat Fiqhiyah Ta'shiliyah wa Tathbiqiyat,
hlm. 290-291
[14]. Lihat makalah Dr. Khalid bin Ibrahim ad-Du'aijî berjudul Ru'yat
Syar'iyah fî Syarikat at-Ta'mîn at-Ta'âwuniyah (hlm 2-3), al-'Uqûd
al-Mâliyah al-Murakkabah, Dirasat Fiqhiyah Ta'shiliyah wa Tathbiqiyat
(hlm. 290-291), dan al-Fiqhul-Muyassarah, Qismul-Mu'amalat (hlm.
255-256).
[15]. Keputusan Nadwah al-Barkah ke-12 dalam sebuah forum simposium
untuk ekonomi Islam. Lihat Qararat wa Taushiyat Nadwah al-Barkah
lil-Iqtishad al-Islami, Tahun 1422H, hlm. 212.
No comments:
Post a Comment