PENGERTIAN BANGKAI.
Bangkai dalam bahasa Arab disebut Al Mayyitah. Pengertiannya, yaitu
yang mati tanpa disembelih [1] Sedangkan menurut pengertian para ulama
syari'at, Al Mayyitah (bangkai) adalah hewan yang mati tanpa sembelihan
syar'i, dengan cara mati sendiri tanpa sebab campur tangan manusia. Dan
terkadang dengan sebab perbuatan manusia, jika dilakukan tidak sesuai
dengan cara penyembelihan yang diperbolehkan [2].
Dengan demikian definisi bangkai mencakup:
[a]. Yang mati tanpa disembelih, seperti kambing yang mati sendiri.
[b]. Yang disembelih dengan sembelihan tidak syar'i, seperti kambing yang disembelih orang musyrik
[c]. Yang tidak menjadi halal dengan disembelih, seperti babi disembelih seorang muslim sesuai syarat penyembelihan syar'i. [3]
Para ulama berpendapat, anggota tubuh (daging) yang dipotong dari hewan
yang masih hidup, masuk dalam kategori bangkai, dengan dasar sabda
Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Semua yang dipotong dari hewan dalam keadaan masih hidup
adalah bangkai”[4] Dengan demikian hukumnya sama dengan hukum bangkai.
NAJISNYA BANGKAI.
Menilik keadaan hewan bangkai, maka dibagi menjadi tiga bagian:
[1]. Yang ada diluar kulit, seperti bulu dan rambutnya serta sejenisnya.
Hukumnya suci tidak najis [5] , didasarkan pada firman Allah :
“Artinya : Dan (dijadikannya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu
kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai
waktu (tertentu)” [Al Nahl : 80]
Ayat ini bersifat umum, yakni meliputi hewan yang disembelih dan tidak
disembelih. Allah juga menyampaikan ayat ini untuk menjelaskan
karuniaNya terhadap hambaNya yang menunjukkan kehalalannya.[6]
[2]. Bagian bawah kulitnya seperti daging dan lemak.
Hukumnya najis secara ijma' [7] dan tidak dapat disucikan dengan disamak [8]. Berdasarkan firman Allah Ta'ala.
“Artinya : Katakanlah:"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging
babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang disembelih
atas nama selain Allah".[Al An'am :145]
Dikecualikan dalam hal ini, yaitu.
[a]. Bangkai ikan dan belalang, didasarkan pada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Dihalalkan bagu kalian dua bangkai dan dua darah. Adapun dua
bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut
adalah hati (lever) dan limpa. [HR Ibnu Majah dan dishohihkan
Syeikh Al Albani dalam Silsilah Al Ahadits Al Shohihah]
[b]. Bangkai hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir seperti
lalat, lebah, semut dan sejenisnya, didasarkan kepada sabda Rasululloh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Apabila seekor lalat hinggap di minuman salah seorang kalian,
maka hendaknya ia menenggelamkannya kemudian membuangnya, Karena, pada
salah satu dari kedua sayapnya terdapat penyakit dan pada (sayap) yang
lainnya (terdapat) obatnya (penawar)” [HR Al Bukhori no. 3320]
[c]. Tulang, tanduk dan kuku bangkai. Ini semuanya suci sebagaimana
dijelaskan Imam Al Bukhori dari Al Zuhri tentang tulang bangkai, seperti
gajah dan lainnya, dengan sanad mu'allaq dalam shohih Al Bukhori .
Imam Al Zuhri menyatakan : “Aku telah menemui sejumlah orang dari ulama
salaf menggunakannya sebagai sisir dan berminyak dengannya, Mereka
memperbolehkannya” [9]
[d]. Bangkai manusia dengan dasar sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Maha suci Allah Sesungguhnya seorang muslim itu tidak najis” [HR Al-Bukhori]
Syaikh Majduddin Ibnu Taimiyah berkata : “(Pengertian) ini umum mencakup
yang hidup dan yang mati.”. Imam Al-Bukhori berkata, Ibnu Abas berkata :
”Seorang muslim itu tidak najis, baik masih hidup atau setelah mati”
Imam Al-Bukhari juga membuat bab dalam kitab Shahih Bukhari, yaitu bab
yang menerangkan bahwa muslim itu tidak najis. [10]
Adapun tubuh orang kafir terjadi perselisihan tentang kesuciannya. Yang
rojih, yaitu pendapat mayoritas ulama yang menyatakan kesuciannya,
berdasarkan dibolehkannya menikahi wanita Ahlu Kitab ; padahal jelas
akan bersentuhan dan tida dapat dielakkan, khususnya ketika berhubungan
badan. Adapun firman Allah :
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang
musyrik itu najis” [At-taubah : 28]. Maka, najis di sini karena
keyakinan dan jorok mereka. Wallahu A'lam.
[3]. Kulitnya.
Hukum najisnya mengikuti hukum bangkainya. Apabila bangkai hewan
tersebut suci maka kulitnyapun suci dan bila tersebut najis, maka
kulitnyapun najis. Diantara contoh yang suci adalah ikan dengan dasar
firman Allah.
“Artinya : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu” [Al-Maidah : 96]
Ibnu Abas menyatakan: ‘shoydul bahri” adalah yang diambil hidup-hidup
dan “wa tho’amuhu” adalah yang diambil sudah mati. Sehingga kulitnya
pun suci[11]
HUKUM MEMAKAN BANGKAI.
Syariat islam telah mengharamkan memakan bangkai. Dasar pengharaman bangkai ini, terdapat dalam Al Qur'an dan Sunnah.
Pengharaman bangkai dalam Al Qur'an ada dalam beberapa ayat, diantaranya.
Firman Allah:
“Artinya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain
Allah” [Al Baqarah :173]
“Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya” [Al Maidah : 3]
“Artinya : Katakanlah:"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging
babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang disembelih
atas nama selain Allah". [Al An'am :145]
Adapun di dalam Sunnah Rasululloh, adalah hadits Ibnu Abas Radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata.
“Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati seekor bangkai
kambing yang diberikan dari shodaqah untuk Maula (bekas budak) milik
Maimunah lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Mengapa
tidak kalian manfaatkan kulitnya?”. Mereka menjawab. “ Ini adalah
bangkai”. Beliau bersabda : “Yang diharamkan hanyalah memakannya”
[Muttafaqun 'Alaihi]
Oleh karena itu kaum muslimin sepakat tentang larangan memakan bangkai dalam keadaan tidak darurat. [12]
YANG DIHALALKAN DARI BAGKAI
Semua hukum memakan bangkai diatas berlaku pada semua bangkai kecuali dua jenis.
[1]. Bangkai hewan laut.
Berdasarkan firman Allah.
“Artinya : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu” [Al-Maidah : 96]
Dan sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi.
“Artinya : Seseorang bertanya kepada Rasulullah searaya berkata : “Wahai
Rasululloh! Kami mengarungi lautan dan hanya membawa sedikit air.
Apabila kami berwudhu dengannya (air itu), maka kami kehausan. Apakah
kami boleh berwudhu dengan air laut?” Rasululloh Shallallahu ‘alaihi was
allam menjawab : “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” [HR Sunan
Al Arba'ah, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dan dishohihkan Al Albani
dalam Al Irwa' no.9 dan Silsilah Al Ahadits Al Shohihah no. 480]
Juga sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ÃõÍöáøóÊú áóßõãú ãóíúÊóÊóÇäö æóÏóãóÇäö ÝóÃóãøóÇ ÇáúãóíúÊóÊóÇäö
ÝóÇáúÍõæÊõ æóÇáúÌóÑóÇÏõ æóÃóãøóÇ ÇáÏøóãóÇäö ÝóÇáúßóÈöÏõ æóÇáØøöÍóÇáõ
“Artinya : Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah. Adapun dua
bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut
adalah hati (lever) dan limpa”
Hal ini dikuatkan dengan perbuatan Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabatnya yang memakan bangkai ikan yang ditemukan
dipantai, sebagaimana dijelaskan Jabir dalam pernyataan beliau.
ÛóÒóæúäóÇ ÌóíúÔó ÇáúÎóÈóØö æóÃõãøöÑó ÃóÈõæ ÚõÈóíúÏóÉó ÝóÌõÚúäóÇ ÌõæÚðÇ
ÔóÏöíÏðÇ ÝóÃóáúÞóì ÇáúÈóÍúÑõ ÍõæÊðÇ ãóíøöÊðÇ áóãú äóÑó ãöËúáóåõ íõÞóÇáõ
áóåõ ÇáúÚóäúÈóÑõ ÝóÃóßóáúäóÇ ãöäúåõ äöÕúÝó ÔóåúÑò ÝóÃóÎóÐó ÃóÈõæ
ÚõÈóíúÏóÉó ÚóÙúãðÇ ãöäú ÚöÙóÇãöåö ÝóãóÑøó ÇáÑøóÇßöÈõ ÊóÍúÊóåõ ÝóáóãøóÇ
ÞóÏöãúäóÇ ÇáúãóÏöíäóÉó ÐóßóÑúäóÇ Ðóáößó áöáäøóÈöíøö Õóáøóì Çááøóåõ
Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÝóÞóÇáó ßõáõæÇ ÑöÒúÞðÇ ÃóÎúÑóÌóåõ Çááøóåõ
ÃóØúÚöãõæäóÇ Åöäú ßóÇäó ãóÚóßõãú ÝóÃóÊóÇåõ ÈóÚúÖõåõãú ÝóÃóßóáóåõ
“Artinya : Kami berperang pada pasukan Al Khobath [13] Dan yang menjadi
amir (panglima) adalah Abu Ubaidah, lalu kami merasa sangat lapar.
Tiba-tiba lautan melempar bangkai ikan yang tidak pernah kami lihat
sebesar itu, dinamakan ikan Al-Anbar (paus). Kamipun memakan ikan
tersebut selama setengah bulan. Lalu Abu Ubaidah memasang salah satu
tulangnya, lalu orang berkendaraan dapat lewat dibawahnya. Ketika sampai
di Madinah, kami sampaikan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, lalu beliau bersabda: Makanlah! Itu rizki yang dikaruniakan
Allah. Berilah untuk kami makan bila (sekarang) masih ada bersama
kalian”. Lalu sebagian mereka menyerahkannya dan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam memakannya” [HR Al-Bukhori dan Muslim]
[2]. Belalang.
Berdasarkan pada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi.
“Artinya : Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah. Adapun dua
bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut
adalah hati (lever) dan limpa”
Hal inipun didukung oleh perbuatan Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabatnya yang memakan belalang seperti dikisahkan
Abdullah bin Abi 'Aufa.
“Artinya : Kami berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam tujuh atau enam peperangan. Kami memakan belalang bersama
beliau” [HR Al Jamaah kecuali Ibnu Majah]
Demikian juga para ulama sepakat membolehkan memakan belalang.
HUKUM MENJUAL BANGKAI
Syari'at Islam melarang menjual bangkai, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya.
“Artinya : Sesungguhnya Allah dan RasulNya telah mengharamkan jual beli
khomr (minuman keras), bangkai, babi dan patung berhala. Lalu ada yang
berkata : “Wahai Rasululloh! Bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai,
karena ia dapat digunakan untuk mengecat (mendempul) perahu, meminyaki
kulit dan untuk bahan bakar lampu”. Maka beliau menjawab : Tidak boleh!
Itu haram”. Kemudian Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
ketika itu : Semoga Alah mencelakakan orang Yahudi, Sungguh Allah telah
mengharamkan lemaknya, lalu mereka meleburnya (menjadi minyak) kemudian
menjualnya dan memakan hasil penjualannya” [HR Al Jama'ah]
Larangan ini bersifat umum pada semua bangkai, termasuk manusia, kecuali
hewan laut dan belalang. Larangan menjual bangkai manusia mencakup
muslim dan kafir. Oleh karena itu Imam Al-Bukhari menulis sebuah bab
dalam kitab shohihnya dengan judul: Bab Thorhu Jaif Al-Musyrikin Wala
Yu'khodz Lahum Tsaman. Yaitu bab yang menjelaskan membuang bangkai
orang-orang musyrikin dan tidak mengambil untuknya tebusan harta.
Ibnu Hajar memberikan penjelasan terhadap bab ini, bahwa pernyataan
Imam Al-Bukhori : “Tidak mengambil untuknya tebusan harta”, (ini)
mengisyaratkan kepada hadits Ibnu Abas yang berbunyi:
“Artinya : Sungguh kaum musyrikin ingin membeli jasad seorang musyrik,
tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam enggan menjualnya kepada
mereka” [HR Al Tirmidzi dan selainnya] [14] .
Adapun Ibnu Ishaaq dalam kitab Al Maghazi menyebutkan
“Artinya : Sungguh kaum musyrikin meminta Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk menjual kepada mereka jasad Naufal bin Abdillah bin Al
Mughiroh. Ia dulu ikut menyerang Khondak.’, Maka Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: Tidak butuh dengan nilai harganya dan tidak
juga jasadnya”
Ibnu Hisyam berkata, “ Telah sampai kepada kami dari Az-Zuhri, bahwa mereka telah mengeluarkan sepuluh ribu untuk itu”
Imam Bukhori mengambil sisi pendalilan atas hadits bab dari sisi adat
menguatkan, bahwa menjadikan hadits diatas sebagai dalil dalam bab ini
lantaram berdasarkan kebiasaan bahwa kelurda orang Kafir terbunuh dalam
perang Badr, seandainya mengetahui uang tebusan mereka akan diterima
untuk mendapatkan jasad-jasad mereka (yang terbunuh), tentu mereka akan
mengeluarkan sebanyak mungkin untuk itu. Ini sebagai penguat atas hadits
Ibnu Abas walaupun sanadnya tidak kuat.[15]
HIKMAH PENGHARAMAN BANGKAI [16].
Sebagian ulama menyampaikan beberapa hikmah pengharaman bangkai, diantaranya:
[1]. Pada umumnya, bangkai itu berbahaya karena mati,sakit, lemah atau
karena mikroba, bakteri dan virus serta sejenisnya yang mengeluarkan
racun. Terkadang mikroba penyakit bertahan hidup dalam bangkai tersebut
cukup lama.
[2]. Tabiat manusia menolaknya dan menganggapnya jijik dan kotor
[3]. Adanya darah jelek yang tertahan tidak keluar yang tidak keluar dan tidak hilang kecuali dengan sembelihan syar'i.
Demikian, berkaitan dengan hukum bangkai, mudah-mudahan membuat kita
semakin berhati-hati dalam memilih makanan. Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah berfirman.
“Artinya : Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. [Al-Mu’minun : 51]
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu …”.
-----------------------------------------------------------------------------
[1]. Lihat, Al Qamus Al Muhieth, Al Fairuzzabadi, tahqiq Muhammad Na'im
AL 'Urqususi,, Muassasah Al Risalah, Bairut.
[2]. Al Ath'imah Wa Ahkaam Al Shoid Wal DZabaa'ih, DR. Sholeh bin
Abdillah Al Fauzan, cetakan kedua tahun 1419H, Maktabah Al Ma'arif,
Riyadh
[3]. Catatan penulis dari keterangan Syeikhuna Abdulqayyum bin Muhammad
Al Syahibani dalam pelajaran Hadits diFakultas hadits, universitas islam
Madinah tanggal 13 Jumadal Ula.
[4]. HR Abu Daud dan Ibnu Majah dan dishohihkan Al Albani dalam shohih sunan Abu Daud
[5]. Syarhul Mumti' 'Ala Zaad Al Mustaqni', Syeikh Ibnu Utsaimin, tahqiq
DR. Kholid Al Musyaiqih dan Sulaimin Abu Khoil,Muassasatu Aasaam.
[6]. Catatan penulis dari keterangan SyeikhUNA Abdul Qayyum. Bin Muhammad Syahibani
[7]. Shohih Fiqhus Sunnah, Abu Malik Kamal bin Al Sayyid Saalim, tanpa tahun, Al maktabah Al Taufiqiyah, Kairo, Mesir.
[8]. Syarhul Mumti'
[9]. Shohih fiqhus Sunnah .
[10]. Lihat Nailul Author bi Syarhil Muntaqa lil Akhbar, Muhammad bin
Ali Asy-Syaukani, Tahqiq Muhammad Salim Hasyim, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut.
[11]. Syarhul Mumtu'
[12]. Al Mughni, Ibnu Qudamah, Tahqiqi Abdullah bin Abdulmuhsin Al Turki, Dar Hajar.
[13]. Dinamakan demikian karena mereka memakan dedaunan yang gugur dari pohonnya
[14]. Didhoifkan Syeikh Al Albani dalam Dho'if sunan Al tirmidzi
[15]. Fathul Baari Syarah Shohih Al Bokhori, Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Maktabah Al Salafiyah, tanpa cetakan dan tahun
[16]. Lihat Al Ath'imah karya Syeikh Sholeh Al-Fauzan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
NASIHAT PERNIKAHAN UNTUK SUAMI DAN ISTERI
Pernikahan adalah suatu perjanjian yang besar, suatu pertanggungjawaban yang berat bagi seorang laki-laki, yang mana dia mengambil seorang w...

-
Hadits ke-1 Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjumpai Umar Ibnu Al-Khaththa...
-
“Dan tinggallah manusia2 yg buruk, yg seenaknya mlakukan persetubuhan spt khimar (kledai). Maka pd zaman mreka inilah kiamat akan datang.” ...
-
Qur'an dan Terjemah SURAT 41. AL FUSHSHILAT Terjemahan Text Qur'an Ayat Haa Miim. حم 1 Diturunkan dari Tuhan Y...
No comments:
Post a Comment